Bab 11. Kamuflase

2.5K 143 47
                                    

Ketika menyiapkan sarapan untuk dirinya dan juga Wira, senyum manis Nadhira belum pudar sejak bangun tidur. Kejadian semalam membuat Nadhira sangat senang, karena merasa Wira pelan-pelan bersikap hangat kepadanya.

Semalam, Wira mengizinkan Nadhira memeluk tubuhnya, tidak mustahil bahwa nanti Wira akan mengizinkannya masuk ke dalam hati pria itu lagi.

"Mas, sarapan dulu. Aku udah buatin nasi goreng seafood buat kamu," ucap Nadhira ketika Wira sudah keluar dari kamar dengan tampilan menawannya.

Nadhira sudah mencatat semua hal yang berkaitan dengan suaminya dan bersumber dari sang mertua. Oleh karena itu, Nadhira bisa membuat makanan yang sesuai dengan selera Wira setiap harinya.

Wira mendadak canggung ketika bertemu dengan istrinya sendiri. Bisa-bisanya semalam dia membiarkan Nadhira memeluknya dengan sukarela dan mengakui nyaman diperlakukan seperti itu. Walaupun tidak ada yang terjadi pada mereka setelahnya, tetap saja aneh bagi Wira dipeluk oleh wanita yang baru dia kenal itu.

Wira menggelengkan kepalanya untuk mengusir semua pikiran anehnya itu. "Saya sudah telat. Nanti saja sarapan di kantor," tolak Wira.

Wira tidak berbohong, karena memang berniat berangkat lebih awal ke kantor untuk menemui seseorang dahulu. Siapa lagi, kalau bukan Jeanice. Dia ingin berbicara lagi dengan wanita itu, karena kemarin waktunya tidak tepat.

Dahi Nadhira mengerut dan langsung melirik ke arah jam di pergelangan tangannya.

"Ini masih pagi buat berangkat, kan, Mas?" tanya Nadhira. Pasalnya, dia sudah hafal jam berangkat dan pulang kerja suaminya. Itu juga menjadi alasan Nadhira mengubah semua jam kerjanya di butik setelah menikah untuk menyesuaikan dengan Wira.

"Ada yang harus diurus dulu. Saya berangkat, ya," ucap Wira yang lagi-lagi merutuki kebodohannya. Sejak kapan dia berpamitan manis seperti itu kepada Nadhira. Ah, Wira mulai tidak waras sekarang.

Nadhira tersenyum mendengar pamitan pertama Wira padanya sejak mereka menikah, karena biasanya pria itu akan langsung berangkat tanpa sepatah kata pun. Namun, buru-buru dia menahan langkah Wira agar menunggunya sebentar.

"Mas, tunggu dulu. Aku siapin bekal sarapan buat kamu, ya. Soalnya kamu lagi buru-buru, takutnya nggak sempat beli juga, kan?" Setelahnya, Nadhira langsung berjalan menuju dapur menyiapkan bekal untuk suaminya.

Wira hanya termenung melihat punggung istrinya yang bersemangat menyiapkan bekal untuknya. "Apa selama ini gue udah keterlaluan, ya? Dia kayaknya tulus banget menjalani perannya jadi istri gue," gumam Wira.

Tidak dipungkiri ada sedikit rasa bersalah Wira kepada Nadhira, karena sejak menikah dia memperlakukan istrinya sendiri tidak lebih dari orang asing yang menumpang hidup di rumahnya.

Nadhira menghampiri suaminya yang masih terdiam di tempat. Dia memberikan rantang biru yang sudah berisi nasi goreng dan camilan buah untuk Wira.

"Jangan lupa dimakan juga buahnya, Mas. Semangat kerjanya," ucap Nadhira tiba-tiba meraih tangan Wira untuk dicium.

Melihat perlakuan Nadhira yang tak terduga itu sontak membuat Wira terkejut. Disisi lain hal itu menimbulkan desiran aneh di hatinya ketika merasakan punggung tangannya dicium oleh wanita yang sekarang sudah resmi menjadi istrinya itu.

Namun, Wira harus membuang semua desiran itu agar tidak terlalu dalam. Hatinya tetap milik Jeanice dan Nadhira tidak akan bisa menyingkirkan nama itu dari hatinya. Bagi Wira, Nadhira hanya seorang gadis yang dikasihani oleh keluarga Abimana karena kondisi ibunya yang sakit dan juga identitasnya yang rumit.

Wira hanya mengangguk menanggapi ucapan manis istrinya. "Oke," ucapnya lugas langsung berjalan meninggalkan Nadhira yang masih memasang senyum kepada Wira.

Peri Cinta (Wall Of Love) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang