Bab 40. Pertemuan

4.4K 190 14
                                    

5 tahun kemudian...

"Mama nanti jemput Halwa nggak?"

Nadhira yang sedang fokus menata bekal untuk putrinya langsung mengalihkan mata menatap gadis kecil yang sudah berada di sampingnya. "Insya Allah. Nanti anak Mama yang cantik ini mau dibelikan apa pas pulang?"

Halwa mengetuk-ngetukkan ujung jarinya pada dagu. "Es krim coklat boleh, nggak, Ma?"

Nadhira tersenyum mendengar permintaan putrinya. "Bukannya kemarin baru makan es krim dari Tante Hana, ya? Halwa mau giginya bolong, karena makan es krim terus?"

"Kemarin, kan cuma makan sedikit, Ma. Nggak akan bikin gigi Halwa bolong." Halwa menatap harap ibunya.

"Tapi, buat minggu ini cuma boleh sekali lagi makan es krim-nya."

Halwa mendesah kecewa, tapi tetap mengangguk dan berhambur memeluk tubuh Nadhira. "Siap, Mama. Tapi, Halwa nggak janji kalo Om Reza sama Tante Hana ngasih, kan nggak boleh ditolak," kekeh gadis kecil itu.

Nadhira hanya menggeleng pelan mendengar celotehan menggemaskan putrinya. Tidak lama kemudian, terdengar suara klakson mobil dari arah luar rumah membuat Halwa langsung berlari untuk segera berangkat sekolah.

"Itu pasti Tante Hana. Ayo, Mama!" ajak Halwa dengan bersemangat.

"Jangan lari-lari, Sayang," peringat Nadhira mengemas semua barang yang akan dibawa oleh putrinya ke sekolah sambil menyusul langkah Halwa yang sudah berceloteh kepada Hana.

Setiap pagi, Hana akan mampir untuk menjemput Halwa ke sekolah yang memang searah dengan butiknya yang sudah pindah lokasi dekat dengan rumah Nadhira saat ini. Ketika putrinya berusia dua tahun, dia memutuskan untuk menempati rumah ibunya yang dulu. Setelah, Nadhira merasa bahwa Ratih dan Marwan sudah tidak lagi mengintai keberadaannya.

Selain itu, Nadhira sudah lama tidak mendengar kabar apapun lagi tentang Wira yang seolah menghilang dari dunia ini. Apa Wira memang sudah bahagia dengan Jeanice dan melupakannya? Ah, entahlah. Itu bukan urusan Nadhira lagi.

"Han, nanti aku ke butik agak siangan, ya. Mau beresin dulu desain Bu Mira yang kemarin," ujar Nadhira sembari merapikan rambut putrinya yang sedikit acak karena terkena angin ketika berlari tadi.

"Nitip Halwa, ya, Han."

Hana mengangguk dan langsung mengendarai mobilnya menuju ke sekolah Halwa. Sepanjang perjalanan, suasana dalam mobil dipenuhi dengan celotehan gadis kecil itu. Inilah yang Hana sukai ketika mengantarkan Halwa ke sekolah, dia merasa terhibur dengan tingkah lucu putri dari sahabatnya itu.

Sepertinya, sifat polos Halwa menurun sempurna dari Nadhira. Namun, otak cerdas Halwa menurun dari Wira sepertinya. Dalam usia lima tahun ini, gadis kecil itu sudah mulai lancar membaca dan pengucapan kosa katanya ketika berbicara sangat beragam juga terucap jelas. Luar biasa, bukan?

"Princess-nya Tante Hana udah siap buat belajar hari ini?" ujar Hana kepada putri dari sahabatnya itu ketika mereka sudah berada di parkiran TK Cendekia Muda, tempat Halwa bersekolah.

Halwa tiba-tiba menatap Hana lekat. "Tante Hana, Halwa boleh minta tolong nggak?"

Hana mengerutkan keningnya heran. "Ya, boleh dong. Kamu mau minta tolong apa, Sayang?" tanya Hana mengelus lembut pipi menggemaskan Halwa.

"Bulan depan, kan Halwa ulang tahun. Boleh telponin Papa Halwa nggak Tante, suruh Papa pulang? Halwa nggak mau minta tolong sama Mama, soalnya kalo Halwa tanya tentang Papa, Mama suka keliatan sedih."

Hana langsung terdiam mendengar permintaan harap gadis kecil berusia lima tahun itu. Namun, sangat wajar jika anak seumuran Halwa sangat sensitif dengan rasa keingintahuan, terutama tentang sosok ayahnya yang belum pernah ditemuinya sejak lahir.

Peri Cinta (Wall Of Love) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang