Wira memasuki kamar Nadhira setelah mendengar semua rahasia yang disembunyikan oleh kedua orangtuanya dan istrinya sendiri. Pantas saja, setiap kali Wira berkunjung ke rumah mertuanya, kamar Nadhira selalu terkunci dan mereka sekarang menginap di kamar tamu.
Ketika membuka kamar bernuansa putih dominan tersebut, netra Wira langsung tertuju pada sebuah meja kerja minimalis dimana ada sebuah bingkai foto dua orang anak kecil dengan memegang es krim tersenyum manis ke arah kamera.
"Kamu masih simpan foto ini ternyata," ucap Wira menyentuh bingkai foto tersebut.
Wira sangat ingat, potret itu diambil ketika Nadhira sedang melaksanakan pentas olahraga di sekolahnya. Saat itu, Nadhira menangis karena tidak ada yang menemaninya dalam acara itu, tapi ternyata Wira dan Ratih datang untuk menemani gadis kecil itu.
Wira melangkah menuju sebuah lemari, tempat yang diberitahukan oleh ibunya kepadanya tadi. Di dalam sana, dia melihat sebuah kotak berukuran sedang.
Wira mengeluarkan kotak tersebut dan segera membukanya. Lagi-lagi dia dikejutkan dengan banyaknya barang kenangan masa kecil dirinya bersama Nana dulu. Wira menyentuh sebuah anyaman ranting pohon yang dibentuk menjadi sebuah mahkota.
"Ternyata kamu princess yang selama ini menghilang." Wira tersenyum sendu menatap semua barang berisi kenangan itu. Gadis kecilnya yang selama ini Wira benci karena telah meninggalkannya, ternyata istrinya sendiri.
Tangan Wira beralih pada sebuah boneka beruang kecil berpita yang diceritakan oleh Nana kecil, sehari sebelum gadis itu pergi. Nadhira kecil berjanji untuk datang di hari ulang tahun Wira dengan mengenakan gaun merah mudanya membawa beruang kecil sebagai hadiah ulang tahunnya.
Mendengar tidak ada permintaan hadiah dari Wira, membuat Nadhira sedikit diam. Bukankah, orang yang sedang berulang tahun itu harus diberi hadiah?
"Kenapa bengong, Na?" tanya Wira ketika gadis kecil di hadapannya itu tiba-tiba terdiam.
Mata indah Nadhira menatap polos pada Wira. "Masa Nana besok datang ke acara ulang tahun Kak Wira nggak bawa apa-apa, sih?"
Wira terkekeh mendengar ucapan gadis kecil itu. Dia mengacak gemas rambut Nadhira. "Ya, nggak apa-apa. Kan, Kak Wira cuma mau ada Nana di sana. Nggak mau hadiah apa-apa, kok," kekeh Wira.
"Pokoknya Kak Wira harus pilih mainan Nana yang Kak Wira suka." Setelahnya, gadis kecil itu masuk ke dalam kamarnya dan keluar dengan membawa keranjang berisi mainannya.
"Sekarang, Kak Wira pilih mainan yang Kak Wira suka. Tapi, Nana cuma punya segini."
"Mainan yang paling kamu suka yang mana?" tanya Wira sambil meneliti satu persatu jenis mainan yang disodorkan oleh gadis kecil itu.
Dahi Nadhira mengerut mendengar pertanyaan Wira. "Kak Wira mau hadiahnya mainan kesukaan Nana aja?" tanya gadis itu polos
"Iya, nggak apa-apa?" ucap Wira. Sebenarnya, dia tidak diberi hadiah pun tidak apa-apa, asalkan gadis kecil kesayangannya itu hadir di hari paling penting baginya besok.
Nadhira mengangguk. "Mainan kesayangan Nana itu beruang ini. Soalnya, kata Mama, boneka ini pemberian Papa sebelum pergi kerja dulu. Kata Papa, biar Nana bisa ingat Papa terus kalo lagi kangen, karena Papa suka pulangnya lama. Kak Wira mau?" Nadhira mengambil sebuah boneka beruang dari keranjang tersebut.
"Kalo bonekanya buat Kak Wira, gimana kalo Nana kangen sama Papa?" tanya Wira. Dia tidak menyangka boneka tersebut merupakan barang paling berharga bagi gadis itu dan malah dengan sukarela akan dihadiahkan kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peri Cinta (Wall Of Love) - END
SpiritualWira Arya Abimana, mencintai Jeanice Olive Pratiwi dengan segenap hatinya. Demi wanita itu dia berusaha menerjang dinding pembatas yang amat besar karena perbedaan keyakinan. Bahkan ketika sang ayah menjodohkannya dengan Nadhira Shakila Putri, Wira...