Bab 18. Kenapa Sekarang?

3.4K 170 70
                                    

Nadhira menatap wajah terlelap Wira yang berada di sampingnya. Senyum masih terpatri di wajah cantiknya sejak bangun tidur dan melihat ada sang suami di sampingnya. Rasanya seperti mimpi bisa melihat dan tidur bersisian seperti ini dengan Wira. Bahkan, Nadhira sudah hampir putus asa dengan pernikahannya.

Tangan lembut Nadhira menyentuh gemas hidup mancung Wira. Salah satu bagian wajah yang sangat dia sukai dari wajah pria itu.

"Ini kalo senyum pasti tambah ganteng," kekeh Nadhira menyentuh ujung bibir suaminya. Sepertinya, dia belum pernah melihat Wira tersenyum lebar sejak pernikahan mereka.

"Emang saya nggak ganteng kalo nggak senyum?" Wira membuka matanya ketika merasa ada sebuah tangan sedang bermain di area wajahnya. Dia menatap ke arah pelaku yang sudah mengganggu tidurnya itu.

Nadhira langsung menyingkirkan tangannya dari wajah Wira. Jantungnya kembali berdegup dengan brutal ketika mendapat tatapan Wira. Entah kenapa, kejadian malam tadi malah membuatnya merasa canggung di depan Wira sekarang.

Namun, ada kelegaan tersendiri dalam diri Nadhira, karena telah memenuhi semua kewajibannya sebagai seorang istri untuk suaminya.

Melihat Nadhira yang sudah mulai beranjak dari posisinya setelah kepergok memainkan tangan di wajahnya, Wira langsung menahan lengan wanita itu. "Mau kemana? Ini masih malam," ucap Wira yang memang melihat gorden masih gelap.

"Ini udah mau adzan subuh, Mas. Aku mau siap-siap solat subuh dulu," ucap Nadhira masih dengan keadaan canggung.

Wira hanya melongo di tempat melihat Nadhira sudah keluar dari kamarnya. Ah, kenapa dia merasa seperti ditinggalkan setelah momen bersejarah mereka dalam pernikahan ini.

"Jadi, semalam gue sama Nadhira beneran-"

Wira mengacak rambutnya kasar. Dia merasa kesadarannya sudah kembali pulih sekarang, karena semalam Wira seperti kehilangan kesadaran setelah perdebatan hebatnya dengan Nadhira dan malah berakhir seperti ini.

"Gue bisa melakukan itu sama Nadhira karena kesal sama Reza, kan?"

Pada awalnya, Wira hanya ingin menahan Nadhira untuk tidak berdekatan dengan Reza lagi. Oleh karena itu, dia tidak ada pilihan lain dengan cara memiliki Nadhira sepenuhnya. Namun, tidak dipungkiri Wira memang secara sadar melakukannya semalam.

"Kenapa gue lakuin itu ke Nadhira cuma buat si Reza nggak bisa milikin Nadhira? Apa gue nggak keterlaluan sama Nadhira?" Wira semakin mengacak rambutnya kasar.

Ketika keluar dari kamar untuk bersiap pergi ke kantor. Wira sudah disuguhi pemandangan istrinya yang sedang menyiapkan sarapan untuknya di meja makan. Pemandangan ini baru dia dapatkan lagi setelah beberapa hari didiamkan oleh Nadhira. Namun, entah kenapa perasaannya malah senang ketika melihat hal ini lagi, berbeda dengan hari-hari sebelumnya.

Wira berdehem pelan melangkahkan kakinya menuju meja makan. "Masak apa, Ra?" tanya Wira yang setelahnya dirutuki olehnya, karena merasa pertanyaan itu sangat konyol. Bukan hanya Nadhira rupanya yang terlihat canggung, Wira pun sama halnya.

"Nasi goreng. Atau kamu mau aku buatin yang lain, Mas? Mumpung masih agak lama juga dari jam masuk kerja," ucap Nadhira sembari melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia juga sudah bersiap juga untuk berangkat ke butik.

Wira menggeleng, lalu duduk di salah satu kursi di sana. "Nggak usah."

Nadhira mengernyit mendengar nada bicara suaminya yang kembali dingin. Apa Wira kembali kesal kepadanya bahkan setelah kejadian semalam diantara mereka? Kemana sikap lembut pria itu semalam?

Nadhira memberengut kesal dan memutuskan untuk menyiapkan beberapa contoh desain di kamarnya. Namun, lengannya kembali ditahan oleh Wira.

"Mau kemana? Kok kamu dari tadi selalu ninggalin saya!"

Peri Cinta (Wall Of Love) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang