Nadhira menatap sendu sebuah kotak yang berada di hadapannya. Sekarang, dia berada di sebuah kamar yang menjadi saksi bisu betapa kesepiannya Prambudhi semasa hidupnya yang hanya duduk di atas kursi roda.
Nadhira baru mendapatkan fakta, bahwa sebenarnya Miranti dan Prambudhi sudah tidak tinggal satu rumah sejak kecelakaan yang menimpa ayahnya itu. Pada awalnya, Miranti beralasan bahwa hubungannya dengan Prambudhi masih canggung dan membutuhkan waktu masing-masing untuk berpikir.
Namun, bukan itu alasan Miranti yang memutuskan untuk tinggal di apartemennya dibandingkan tinggal bersama Prambudhi, yaitu karena wanita itu tidak ingin hidup terbebani mengurus Prambudhi yang lumpuh.
Karina masuk ke dalam kamar kakaknya yang temaram. Dia bisa melihat kotak yang diberikannya kepada Nadhira masih tertutup rapi.
"Dira, kalo belum siap buka kotak pemberian ayahmu ini, kamu bisa simpan dulu saja. Kata Wira kamu kemarin dibawa ke rumah sakit habis kecelakaan, kan? Kamu istirahat aja dulu, ya, Nak."
Nadhira menggeleng sembari mengusap air matanya kasar. Dia bukan tidak siap dengan apa yang akan dirinya lihat di dalam kotak ayahnya ini. Namun, bayangan wajah ayahnya masih terlintas di benaknya dan yang membuatnya tidak kuat dengan semua kenangan yang disimpan oleh ayahnya itu.
"Makasih Tante udah mempertemukan Dira sama ayah sebelum kepergian ayah. Dira emang sedih cuma bisa lihat ayah aja, nggak sempat menyapa ayah dulu. Tapi, itu lebih baik daripada Dira tahu kepergian ayah setelahnya." Nadhira menatap sendu wajah sembab tantenya itu. Dia bersyukur, ternyata masih memiliki keluarga yang mengharapkannya.
Karina mengangguk memeluk tubuh keponakannya itu. "Tante ingin melihat wajah bahagia Mas Pram ketika bertemu dengan putri cantiknya yang sudah ditunggunya ini. Tapi, rencana Allah berkata lain, setidaknya Mas Pram sudah merasakan kehadiran kamu di sampingnya."
"Tante ke depan dulu, ya. Tante udah bilang sama Wira, kalau malam ini kalian menginap saja di sini," ucap Karina sebelum pergi meninggalkan Nadhira sendirian di kamar kakaknya itu.
Setelah kepergian Karina, Nadhira sudah bersiap untuk membuka apapun yang akan dirinya lihat dalam kotak di hadapannya itu.
Ternyata, kotak itu berisi banyaknya potret Nadhira sewaktu kecil, salah satunya saat digendong oleh ibunya dengan membawa boneka pemberian ayahnya yang akan dirinya hadiahkan kepada Wira dulu.
Air mata Nadhira luruh kembali melihat banyaknya potret dia yang sengaja Prambudhi simpan selama ini.
"Ayah kenapa nggak lihat Dhira dulu. Dira kangen dipeluk sama ayah."Nadhira membawa potret dirinya dan sang ayah yang sedang bermain di pesisir pantai ke dekapannya. Ternyata, selama ini ayahnya tidak pernah melupakannya.
Netra Nadhira teralih pada sebuah surat dengan pita merah yang terselip diantara potret-potret kenangan Prambudhi yang lain. Di depan surat tersebut tertulis nama ibunya.
Shei, kamu apa kabar?
Maaf, ya, aku nggak bisa tepati janji aku untuk membesarkan putri kita bersama.
Aku nggak mau Papa menyakiti kalian, lebih baik aku yang menderita kesepian dengan merindukan kamu dan Nadhira. Malam itu, aku sudah siapkan kalung yang kamu inginkan ketika kita mengajak Nadhira jalan-jalan ke mall. Aku juga membawa boneka panda kesukaan putri kita.
Tapi, malam itu mobilku tiba-tiba kecelakaan Shei dan aku malah kehilangan kedua kakiku. Setelah itu, aku nggak bisa apa-apa lagi. Bahkan, untuk sekedar mencari tahu informasi tentang kamu saja, sulit sekali.
Aku rindu kamu, aku rindu memeluk Nadhira kecil kita. Untungnya, sebelum pergi aku punya banyak potret putriku yang menggemaskan untuk mengobati rinduku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peri Cinta (Wall Of Love) - END
SpirituellesWira Arya Abimana, mencintai Jeanice Olive Pratiwi dengan segenap hatinya. Demi wanita itu dia berusaha menerjang dinding pembatas yang amat besar karena perbedaan keyakinan. Bahkan ketika sang ayah menjodohkannya dengan Nadhira Shakila Putri, Wira...