Bab 35. Lagi

3.2K 156 1
                                    

Hari ini, beberapa karyawan dipulangkan lebih awal, karena dua hari ke depan mereka akan disibukkan dengan persiapan proyek dan pengejaran tender di Kalimantan. Oleh karena itu, Wira dan Randi sepakat untuk memberikan keleluasaan untuk beristirahat sebelum lembur bagai kuda.

Jeanice memasuki ruangan Wira tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dia yakin bahwa Randi sudah pulang, sehingga di dalam hanya akan ada Wira. Benar saja, pria itu sedang bersiap dengan bersenandung kecil.

"Wir, udah mau pulang?" tanya Jeanice yang sudah berada di sisi kanan pria itu.

Wira sedikit terperanjat melihat kedatangan mendadak Jeanice, karena dia tidak mendengar pintunya diketuk. Sepertinya, dia terlalu sibuk dengan aktivitas bersiapnya untuk segera pulang.

"Iya, Jea. Kamu belum pulang?"

Jeanice menggeleng pelan. "Ada yang mau aku bicarakan sama kamu, Wir."

"Jea, kalo untuk pembicaraan kita yang kemarin. Aku udah jelas, kan, memberitahu kamu kalo kita udah nggak bisa," ujar Wira.

"Aku ngerti. Bukan itu yang mau aku bicarakan sama kamu," ucap Jeanice membantah dugaan Wira. Benar-benar sudah tidak ada kesempatan lagi bagi Jeanice memohon agar pria itu kembali kepadanya, jika hanya mengandalkan masa lalu mereka.

Namun, sebelum Jeanice menjelaskan tujuannya kepada Wira. Dia merasakan sebuah getaran tanda pesan masuk di saku blazernya. Ah, itu pasti pesan dari asistennya di depan.

Benar saja, orang yang dinantinya sudah terlihat berjalan menuju ke arah ruangan Wira. Jeanice sengaja tidak menutup pintu ruangan tersebut. Dia langsung menerjang tubuh mantan kekasihnya itu dengan erat tepat ketika Nadhira sudah berada di ambang pintu. Mata Nadhira menatap lekat ke arah dirinya dan Wira yang berada di posisi membelakangi pintu.

"Aku mau masuk islam, Wir," beritahu Jeanice semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh tegap Wira.

Mendengar hal itu, membuat tangan Wira yang semula akan melepaskan pelukan Jeanice pada tubuhnya menjadi terhenti. "Kamu nggak lagi bercanda, kan, Jea?" tanya Wira tidak percaya. Kenapa wanita ini tiba-tiba melontarkan keputusan besar tersebut?

"Aku serius, Wir." Jeanice mencoba meyakinkan Wira agar tetap terfokus pada posisinya sekarang. Dia harus meneruskan rencana ini selancar mungkin agar bisa disaksikan oleh Nadhira.

"Kamu mau, kan, bimbing aku buat belajar keyakinan baru aku nantinya?"

Mendengar keteguhan dalam ucapan Jeanice, Wira spontan memeluk wanita itu saking senangnya. Dia sangat senang Jeanice yang dulu pernah menjadi salah satu orang yang berarti dalam hidupnya, akhirnya bisa berada dalam keyakinan yang sama dengannya. Setidaknya, Wira dan Jeanice akan menjadi satu keluarga dalam atap agama yang sama.

"Aku pasti akan bimbing kamu, Jea. Aku senang akhirnya kita akan menjadi satu keluarga dan harapanku terkabul untuk bisa berada di keyakinan yang sama dengan kamu."

Jeanice yakin bahwa ucapan Wira tersebut menimbulkan arti yang berbeda di mata Nadhira. Terlihat dari Nadhira yang sudah membalikkan tubuhnya untuk pergi dari sana. Jeanice melepaskan pelukannya dari tubuh Wira setelah memastikan Nadhira sudah pergi dari kantor tersebut.

"Makasih, ya, Wir. Coba aja aku berpikir kayak gini dulu, pastinya yang menjadi istri kamu itu aku, bukan-"

"Nggak ada yang perlu disesali, Jea. Mungkin dari awal kita emang nggak berjodoh dan ini udah menjadi yang terbaik buat kita," potong Wira sebelum Jeanice membawa nama Nadhira pada percakapan mereka. Wira sudah menerima semua alur hidupnya sekarang merupakan takdir yang telah diatur untuknya.

Jeanice hanya bisa mengangguk pasrah. Perasaan pria ini sudah habis tidak tersisa untuknya. Apa yang sebenarnya dilakukan oleh Nadhira sampai bisa membuat Wira jatuh ke dalam pelukannya sekarang?

Peri Cinta (Wall Of Love) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang