Bumi 67

771 22 1
                                    

Happy reading!

•••

Lintar, menoleh ke kanan dan ke kiri dengan hati-hati, jam menunjukkan pukul 08.15 pagi, itu arti nya ia telat untuk masuk sekolah, dan sekarang cowok yang mengenakan seragam berantakan tersebut mencoba untuk bersembunyi agar tidak di ketahui oleh guru BK.

"Untung, nggak ada yang lihat gue manjat pagar tadi" ucap Lintar, seraya keluar dari persembunyian nya

Cowok itu berjalan dengan santai nya, tapi ia tidak menyadari bahwa seorang perempuan melihat nya sedari tadi.

"Ekhem!" perempuan tersebut berdehem dengan keras.

Lintar seketika berhenti, ia menegapkan tubuh nya takut-takut, dia pikir ia sudah lolos karena tidak ada yang melihat nya, cowok itu menelan tali salvia nya dengan susah payah, lalu berbalik.

"Udah kelas 12, masih telat?" tanya perempuan tersebut dengan sangat songong nya.

"Masalah buat lo?" tanya Lintar dengan wajah nya yang sangat menantang

Perempuan yang membawa banyak buku di tangan nya itu, tersenyum miring, "kayak nya seru, kalau gue laporin lo sama guru BK"

"Cepu banget sih lo, Nan," seketika Lintar mengubah ekspresi wajah nya

Kinan mengangkat kedua bahu nya acuh, ia melangkah lebih dulu, kemudian di susul oleh Lintar di samping nya.

"Lo kenapa ngikutin gue?"

"Takut lo cepu sama guru BK"

"Itu udah jadi konsekuensi lo yang telat masuk sekolah, udah telat manjat tembok belakang lagi" cibir Kinan dengan sinis nya.

"Gue telat karena ada alasan nya kali"

"Palingan lo telat karena semalam balapan motor"

"Dih, sok tau banget lo," Lintar menjitak pucuk kepala perempuan di samping nya

Sedangkan Kinan, langsung memberhentihkan langkah nya, dan menatap Lintar dengan sangat sinis.

"Lo mau gue cepuin?"

Lintar menyengir bodoh, ia menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal, "maaf, Nan, nggak lagi deh"

"Lo pikir di jitak, nggak sakit apa"

"Mana, mana, yang sakit,"

Dengan sigap Lintar mengelus pucuk kepala Kinan, membuat perempuan itu menahan nafas nya seketika saat jarak nya dengan Lintar sangat tipis.

"Jantung gue!" teriak Kinan di dalam hati nya, jantung nya berdegup dengan sangat kencang, tidak seperti biasanya ia seperti ini.

***

Bumi, memejamkan mata nya menikmati hembusan angin yang menerpa wajah nya, cowok yang mengenakan seragam berantakan tersebut sedang berada di atas rooftop sedari tadi, bahkan ia membolos di pelajaran pertama nya.

Pikiran cowok itu berkecamuk, Bumi bisa saja bercerita kepada para sahabat nya, tapi ia sama sekali tidak mau untuk menambah beban dengan bercerita kepada mereka semua

Di otak nya selalu terngiang-ngiang ucapan ayah nya semalam, kenapa harus Spanyol? Ayah nya terlalu egois, untuk yang sekian kali nya, dan Bumi harus mengalah dari ayah nya lagi, kenapa ayah nya tidak pernah berfikir, bahwa kebahagian anak nya ada di sini.

"Bolos lagi?"

Bumi membuka kedua mata nya, lalu ia berbalik untuk menatap lawan bicara nya, "lo udah tau, kenapa masih nanya lagi?"

"Basa basi aja"

Bumi terkekeh pelan, ia berjalan ke arah Tamara, kemudian Bumi mendudukan tubuh nya di samping Tamara.

"Tau dari mana kalau gue bolos di sini?"

"Skala, yang kasih tau gue" jawab Tamara, seraya mengeluarkan kotak bekal dari paper bag yang ia bawa tadi.

"Bunda lo, tadi pagi nitipin ini ke gue, katanya ini buat lo sarapan, karena tadi lo berangkat pagi banget" jelas Tamara, yang membuat Bumi mengangguk mengerti

Bumi mengambil kotak bekal tersebut dari tangan Tamara, ia membuka tutup nya untuk melihat lauk apa yang ada di kotak tersebut. Bumi menyunggingkan senyum tipis nya saat membaca note kecil yang ia temui.

Dari Bunda, untuk anak Bunda.

Di makan ya sayang, apapun masalah yang sedang kamu hadapi, pundak dan telinga Bunda selalu tersedia untuk kamu.

Bumi mendongakkan wajah nya ke atas, ah, dia lupa kalau bunda nya pasti sangat khawatir dengan kondisi nya saat ini, Bumi benar-benar merutuki diri nya yang sudah membuat bunda nya cemas, Bumi memasukkan note tersebut ke dalam saku celana nya.

"Kok lo nggak makan bekal, dari bunda lo?" tanya Tamara, saat melihat Bumi yang menutup kembali kotak bekal nya.

"Nanti gue makan"

"Awas lo, kalau nggak lo makan bekal nya, atau lo buang, gue bakal aduin lo ke bunda, biar uang jajan lo di potong sama bunda" ancam Tamara dengan ekspresi yang sangat menggemaskan di mata Bumi.

Bumi menyentil pelan dahi milik Tamara, "bawel banget sih lo, gue nggak mungkin buang masakan dari bunda gue"

"Sakit, Bumi!" seru Tamara, seraya mengusap dahi nya.

"Kalau gue pergi dari hidup lo, Ra, gimana?"

Tamara menurunkan tangan nya, dan beralih untuk menatap Bumi di samping nya, "lo nggak bakal bisa ninggalin gue, Bumi"

"Kalau kenyataan nya gue harus pergi dari hidup lo gimana, Ra?" Bumi membalas tatapan Tamara

"Kalau lo pergi dari kehidupan gue, berarti lo ingkari janji lo waktu kita kecil," Tamara memalingkan wajah nya dari tatapan mata milik Bumi.

"Dan gue, nggak akan mau ketemu sama lo lagi, untuk selama-lama nya" sambung Tamara, seraya bangkit dari duduk nya, dan berjalan keluar dari rooftop meninggalkan Bumi sendirian.

Tamara menuruni tangga rooftop satu per satu, ia menahan sesak di dada nya saat Bumi dengan tiba-tiba bertanya seperti itu tadi, ada apa dengan Bumi?

"Lo nggak akan, ninggalin gue 'kan, Bum?"

"Gue harap ucapan lo tadi itu hanya sekedar bercanda" monolog Tamara, "Karena gue belum siap"










•••

I'm back, maaf agak lama up chapter baru lagi, karena akhir-akhir ini aku sibuk banget, banyak hal yang belum aku selesaikan, kalian masih setia 'kan buat nungguin cerita ini Tamat?

Tertanda "r"

Bumi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang