[CHAPTER 34]

856 65 10
                                    

War Of Heart - Page 34
.
.

Suara yang dihasilkan antara gesekan roda trolley dengan lantai granit koridor hotel menggema. Misha sesekali mengerutkan keningnya ketika ia merasa kesulitan mendorong trolley sendiri, apalagi benda itu kini dipenuhi berbagai macam chinaware untuk dibawa ke Adipati meeting room, tentu usaha yang ia kerahkan tidak sedikit.

Sialnya, tidak ada lelaki yang mau membantunya. Untung saja sebagian besar tadi sudah di poles oleh Shafira, jadi kerjaan Misha tidak banyak. Ia hanya perlu memoles sisanya, menyiapkan di trolley, lalu membawanya ke Adipati. Sialnya lagi, perjalanan yang dirinya lalui cukup panjang dan menegangkan. Sebab, Misha harus memindahkan barang-barang itu dari restauran yang terletak di lantai sebelas--tepatnya di bawah ruang meeting Mustika yang berada di lantai tertinggi bangunan yaitu lantai dua belas, menuju ke Adipati yang letaknya berada di lantai tiga.

Meskipun dia menggunakan lift karyawan, tapi rasanya sangat mencekam karena keadaan hotel yang sepi. Anak-anak housekeeping yang biasanya terlihat batang hidungnya juga tidak nampak, kemungkinan mereka sedang bertapa di ruang office HK yang luasnya tidak terkira dan sering disebut anak-anak sebagai 'Basecamp'. Tidak heran, sebab saat ini sedang memasuki masa-masa low season, tidak banyak yang menyewa kamar, tapi tetap ada saja acara yang membutuhkan tenaga banquet.

Brak!

AARGHH!!

Nyaris saja Misha berteriak. Ia menoleh dengan ngeri menatap pintu connecting room yang tertutup secara tiba-tiba.

Pintu itu mengeluarkan suara gedebum yang sangat keras karena bentuknya yang pendek dan besar, pula beratnya tidak main-main. Untungnya, Misha sudah melewati pintu itu yang berguna membatasi lorong kamar hotel dengan pantry housekeeping serta lift karyawan. Tidak terbayang seandainya Misha masih berada dalam jangkauannya, bisa-bisa trolley yang ia dorong ikut terjatuh.

Belum sempat gadis itu mengalihkan pandangan, sesosok hantu muncul dengan wujud perempuan berkulit sangat pucat dan rambut sebahu yang sangat tebal. Hantu itu melayang menuju ke arahnya, sangat cepat seperti hendak menerkam Misha.

Dan kali ini gadis itu betul-betul teriak. Ia tak peduli apapun lagi, yang saat ini ada dipikirannya adalah dia ingin cepat-cepat kabur. Sayangnya Tuhan tidak mendengar. Baru dua langkah, kakinya justru tersandung trolley menyebabkan ia tersungkur.

Misha sudah nyaris menangis saat merasakan sosok itu makin mendekat, lalu sebuah tangan putih yang panjang dan kurus menyentuh bahunya.

Misha membeku.

"Kamu nggak papa?"

Rupanya hantu baik, menanyakan bagaimana kondisinya. Namun Misha tetap tidak berani menoleh. Saat ini yang ada dipikirannya adalah sebuah adegan klise. Siapa tahu saat Misha menoleh ke belakang, hantu itu akan membuka mulutnya, melahap kepala Misha dan menelannya.

"Haloo?" Suara itu begitu rendah dan menakutkan, membangkitkan ketakutan Misha sampai rasanya dia ingin pingsan. "Kamu anak banquet?

Misha merasakan bulu kuduknya perlahan berdiri. Hantu ini tahu, jangan-jangan setelah berhasil membunuh Misha, dia mau membantai teman-teman Misha?

Jangan mati dulu, Misha belum sempat berpamitan pada Reinard, Tuhan..

"Kamu takut? Maaf, aku nggak bermaksud nakutin kamu. Aku manusia kok, dan aku anak housekeeping." Setelah mengatakan itu, tangan pucat itu perlahan menjauhi bahunya, membuat Misha memberanikan diri untuk menoleh.

"Haloo.." Si perempuan yang sempat Misha anggap hantu memberikan seulas senyum, matanya yang sipit ikut melengkung manis.

Eh?

WAR OF HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang