Ćhapťer 33: please

38 4 0
                                    

Cheeqa P.O.V

Aku berjalan lemas menuju sebuah salon milik bibiku. Ia sudah memiliki banyak sekali salon dan selalu saja menjadi langganan para selebritis.

Hari ini, ia mengajakku untuk pergi ke salonnya dan menikmati apapun secara gratis. Karena sudah lama aku tidak melakukan hal-hal ini, maka aku pergi ke salon itu.

Sesampainya disana, kulihat baru ada tiga orang yang datang. Ini akan lebih baik padaku, jadi aku segera masuk ke dalam salon dan mencari bibiku.

"hey kau! yang memakai kaus putih!!" panggil seorang pria yang merupakan pelanggan salon bibiku. Aku menoleh ke asal suara itu lalu melihat siapa yang memanggilku. Harry, yaa...yang memanggilku adalah seorang Harry.

"ya? ada perlu apa?" jawabku sambil bertanya balik dan berjalan mendekat ke arah Harry. Ia tertawa kecil lalu menunjuk seorang gadis disampingnya. Gadis itu juga merupakan pelanggan salon bibiku.

"aku sudah banyak tahu dirimu dari Niall dan Liam...dan ini, Feera! dia sahabatku, bisakah kalian berteman?" ujar Harry sambil fokus dengan ponselnya.

Aku mengangguk lalu melihat ke wajah Feera. Ia tersenyum padaku dan aku tersenyum balik ke arahnya. "haii, duduk disampingku yaa" ujarnya santai sambil menunjuk kursi kosong disampingnya. Aku mengangguk setuju lalu duduk mengisi kursi kosong itu.

"Haloo Cheeqaa, sudah lama bibi tidak bertemu denganmu..baiklahh, hari ini kita akan melakukan paket spesial" ujar Bibiku yang tiba-tiba datang dari salah satu ruangan. Aku tersenyum lebar ke arahnya.

Aku melakukan creambath untuk yang pertama. Selama menikmati pijatan-pijatan tangan, aku dan Feera saling bertukar cerita soal kehidupan kami. Kehidupan Feera tampak sangat membosankan yang setiap hari harus dipaksakan untuk belajar.

"Oiya, kemana sahabat terbaikmu itu? apa alasan dia pergi dari spain dan mencari ketenangan?" tanyaku semangat kepada Feera yang sedang membalik-balikkan lembar-lembar majalah.

"ahh, aku tidak tahu..dia bilang ini untuk kebaikan kami berdua, dia mengasingkan dirinya untuk menyembuhkan kankernya.." jelas Feera sambil tersenyum pahit ke arahku. Aku membalas senyumannya dengan lembut agar dia lebih nyaman.

"Kanker? Orangtuaku adalah dokter khusus yang menangani kanker...bahkan mereka sampai keluar negeri berminggu-minggu hanya untuk melakukan penyembuhan" ujarku santai sambil tersenyum lebar kearahnya.

--------------------==--------------------

Harry P.O.V

Setelah kami bertiga selesai dengan perawatan kami di salon itu. Aku dan Feera mengajak Cheeqa untuk minum kopi bersama. Ia setuju, dan kamipun segera berangkat.

"apa kalian berkencan? kalian kelihatan sangat cocok" ujar Cheeqa saat kami sedang dalam perjalanan menuju kedai kopi di tengah kota. Aku hanya tertawa dan Feera hanya memasang wajah malunya.

"sudah-sudah....oiya, bagaimana hubunganmu dengan Liam? kudengar kau tidak lagi dekat dengannya" Tanyaku sambil mengganti topik yang membuat suasanya canggung.

"ahh, kami hanya berhubungan beberapa saat saja, setelah janji kami selesai...kami memisahkan diri kami berdua dan memutuskan untuk tidak bertemu lagi" jelas Cheeqa dengan wajahnya yang mulai muram.

"Tapi...aku bingung dengan Liam, dia akhir-akhir ini sedang sibuk pergi pagi-pagi sekali membawa sebuah kantung" ujarku kepada Cheeqa.

"ahh? benarkah? aku tidak tahu lagi soal itu...aku ingin mengirimnya pesan tapi aku takut ia akan membenciku.." ujar Cheeqa sambil menghembuskan nafasnya dalam.

"Bagaimana mungkin jika kau mengirimnya pesan dia akan membencimu? Itu tak mungkin...yang mungkin, dia akan senang dengan pesanmu" ujar Feera sambil tersenyum lebar kearah Cheeqa. ia hanya tersenyum malu sambil mulai menunjukkan pipi merahnya.

Feera P.O.V

Sesampainya di kedai kopi yang kami tuju, kami bertiga segera mencari tempat duduk dan duduk di tempat yang paling nyaman. Setelah itu, kami memesan kopi untuk menemani obrolan kami.

"Oiya, beberapa saat lagi aku akan ditinggal kedua orangtuaku...mereka ada urusan dengan pasien mereka di luar neger" ujarku Cheeqa kepadaku dan Harry.

"apa mereka akan menyembuhkan pasien penyakit kanker?" tanyaku semangat. Cheeqa hanya mengangguk sambil memasang wajah kesalnya.

"lagipula itu merupakan pekerjaan yang keren, kita bisa keluar negeri...dan jika pasien itu sembuh, itu akan lebih baik, ahhh aku ingin sekali menjadi dokter" ujarku sambil berimajinasi. Cheeqa hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya.

"lagipula bagaimana kau bisa jadi dokter kalau kau sendiri takut dengan darahh" ujar Harry sambil memencet hidungku. Aku kemudian menarik tangannya dari hidungku lalu memasang wajah cemberutku.

"ahh, kau ini!! bukannya mendukung malah.." belum selesai aku berbicara, tiba-tiba Harry mengecup pipiku lalu segera memalingkan wajahnya dariku lalu berpura-pura sibuk dengan ponselnya.

Aku segera menutupi pipiku yang mulai memerah karena aku sangat malu terhadap Cheeqa yang daritadi melihat perilaku kami. "ahh, aku tahu kalian memang berkencan" ujar Cheeqa. Aku hanya menggelengkan kepalaku malu-malu.

"Ohiya, kemana orangtuamu akan pergi Cheeq? apa mereka akan pergi jauh?" tanya Harry semangat sambil mengganti topik yang sebelumnya.

"mereka pergi ke Stockholm, di Swedia...katanya ada anak teman ayahku yang sakit disana" jawab Cheeqa sambil memutar-mutar cangkir kopinya.

"Stockholm? benarkah? sebelum world tour kami, Zayn akan pergi kesana selama seminggu untuk menemani temannya yang sakit disana" ujar Harry sambil menyeruput kopi hangatnya.

"ahh benarkah? ini suatu kebetulan..haha" ujar Cheeqa dengan senyum lebar. Aku berpikir, selama ini Zayn selalu berteman orang yang bisa mengikuti dia kemanapun, tapi mengapa kali ini dia yang menghampiri temannya?

Apa Zayn tidak pergi menemui Meera sebelum world tour untuk mengucapkan salam perpisahan? Apa jangan-jangan orang yang dimaksud Zayn itu Meera?

"Cheeqa, apa anak yang ingin diobati orang tuamu itu seorang perempuan?" tanyaku terbata-bata sambil menahan rasa penasaranku. Cheeqa menjawab pertanyaanku dengan anggukan.

"anak itu seumuran dengan kita kata Ayahku" ujar Cheeqa sambil menyeruput kopinya. Mendengar itu, aku langsung tercengang dan menatap Cheeqa dalam.

"Cheeqa...aku tahu siapa yang akan diobati Ayahmu, dia...dia..adalah..Meera, sahabatku" ujarku terbata-bata. Cheeqa melihat ke wajahku dan menatapku dengan tatapan sedihnya.

"Kumohon, katakan pada Ayahmu untuk selamatkan Meera...kumohon, aku ingin sekali ia sembuh dan bermain bersamanya lagi, aku sangat merindukannya" ujarku sambil meraih tangan Cheeqa lalu mataku mulai meneteskan air mata.

"baiklah, akan kuusahakan juga untuk meminta alamatnya agar kau bisa menemuinya" jawab Cheeqa sambil tersenyum lembut. Melihat senyuman itu, aku menjadi lebih nyaman, walaupun air mata masih terus menetes dari ujung mataku.

"sudahlahh..jangan menangis" ujar Harry sambil mengusap air mataku lalu menarik tubuhku ke dekapannya. ia mendekapku agar aku hangat dan berhenti menangis. itu sangat berguna untukku.

--------------------------------

sorry yaa akhir-akhir ini jadi agak lama updatenyaa ^^

gimana yaa kira2 sama Meera? apa Cheeqa bisa dapetin alamat Meera dan ngasih ke Feera?

ikutin terus yaa ceritanya<3

thanks for reading^^

Have To WaitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang