Ćhapťer 40: Cheeqa-Liam

28 3 0
                                    

Cheeqa P.O.V

Aku berjalan pasti menuju salah satu restoran pizza di dekat kampus. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya dan entah mengapa aku merasa bahwa ini bukan saat yang tepat untuk bertemu.

"Kenapa kau kelihatan grogi?" Tanya seorang pria yang tiba-tiba muncul di hadapanku. Aku segera mengangkat kepalaku lalu tersenyum tipis ke arahnya.

"Tidak...ayo" ujarku sambil berlari ke arahnya lalu menarik tangannya menuju restoran itu.

Sesampainya disana, Liam segera memesan beberapa menu lalu menemaniku duduk menunggu.

"Apa yang kau perlukan?" Tanyaku dingin pada Liam yang sedari tadi hanya memainkan ponselnya.

"Langsung ke inti cerita? Tidak ada basa-basi? Tidak menyenangkan..." jawabnya sinis tanpa sedikitpun melihat ke mataku. Aku benar-benar bosan sekarang, ia mengajakku bertemu tetapi ia sibuk sendiri dengan ponselnya.

"Bagaimana pemakamannya? Apa semua berjalan lancar?" Tanyaku untuk memecah keheningan. Ia hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaanku.

"Lalu, bagaimana dengan perasaanmu padanya? Apa semuanya baik-baik saja?" Tanyaku padanya.

"Awalnya setelah kau memberikan tips-tips itu aku rasa aku sudah benar-benar melupakannya..." jawabnya sambil meletakkan ponselnya di kantung celananya.

Tiba-tiba seorang pelayan mendekati kami lalu menaruh beberapa makanan dan minuman yang tadi dipesan oleh Liam.

"Lalu? Sekarang, bagaimana perasaanmu?" Tanyaku penasaran sambil menyeruput minumanku.

"Setelah aku diberitahu bahwa ia pergi untuk selamanya, aku benar-benar memikirkan semua kejadian yang pernah kita lewati bersama, sehingga aku tidak bisa melupakannya" jelas Liam lalu segera menyantap Pizza yang dirinya pesan.

"Ahh, aku mengerti perasaanmu...oiya, aku ingin bercerita.." ujarku antusias sambil melahap makanan. Liam mengangkat kedua alisnya menandakan ia ingin tahu apa yang terjadi.

"Akhir-akhir ini, aku selalu mendapatkan surat dari origami yang dibentuk-bentuk...aku menemukan itu dibawah jendelaku atau bahkan di jendelaku, aku tidak tahu pengirimnya tapi ia benar-benar membuat hariku menjadi lebih baik" jelasku lalu segera melahap kembali makananku.

"Benarkah? Apa kau punya seorang pengamat yang jatuh cinta padamu?" Tanya Liam sambil memasang wajah jahil. Aku hanya bisa menutup kedua pipiku yang sudah memerah.

"Bisakah kau bantu aku mencari pengirim surat itu? Aku hanya ingin berterimakasih padanya" ujarku sambil memasang wajah memohon.

"Hey, memangnya aku siapa? Seenaknya disuruh seperti itu...hahaha, tidak perlu mencari-cari orang itu" jawab Liam dengan wajah yang sangat membuatku kesal.

"Lalu bagaimana bisa aku berterimakasih??" Tanyaku sinis sambil meneguk colaku.

"Tinggal ucapkan terimakasih pada pria tampan di hadapanmu" ujarnya singkat sambil tersenyum lebar. Mendengar itu, tawaku meladak...aku benar-benar kaget dia akan mengatakan hal seperti itu.

"Bagaimana mungkin aku berterimakasih pada orang yang sebenarnya tidak mengirimkanku surat-surat itu" ujarku dengan wajah mengejek. Tiba-tiba Liam mengangkat kepalanya dengan wajah yang serius lalu menatapku.

"Kalau aku mau jujur, itu memang sebenarnya aku..aku hanya tidak bisa melihat orang yang pernah membantuku itu menderita, jadi aku harus membantunya juga dengan surat-surat itu agar aku bisa menghiburmu" ujarnya pelan.

Aku terdiam. Aku benar-benar tak dapat berkata apa-apa. Bibirku membeku, aku bisu. Apa yang ia maksudkan? Kenapa harus Liam?

"Begitukah? Kalau begitu terimakasihh...aku sangat terhibur dengan surat-suratmu itu" ujarku dengan senyum yang melebar. Liam hanya menganggukkan kepalanya mendengar itu.

"Ohya, setelah aku membantumu..apa semuanya berhasil? Siapa wanita yang ada di pikiranmu?" Tanyaku pada Liam sambil mengunyah makananku.

"Ahh, terimakasih..itu berhasil, aku awalnya merasa jatuh cinta dengan seorang perempuan, tapi aku menyadari bahwa ia hanya teman bagiku, bagaimana denganmu?" jelas Liam sambil mengakhiri makananya.

"Hahah, yang benar saja kau menanyakan diriku...aku pernah trauma soal cinta dulu, kau tahu kan siapa dia? Semenjak itu aku memutuskan untuk tidak suka kepada siapapun dulu, mungkin sampai selesai kuliah" ujarku yang ikut mengakhiri makanku.

"Ahh, aku mengerti...baiklah, kalau memang kau butuh sesuatu katakan saja padaku..kita teman bukan?" Ujar Liam sambil tersenyum.

"Pasti, aku akan banyak bercerita padamu...tentu saja kita teman" jawabku santai sambil membalas senyumannya.

Setelah selesai dengan makan kami, Liam langsung mengajakku pergi meninggalkan restoran itu. Dengan penyamarannya, kami berdua berjalan menuju kampus karena aku akan ada kelas sekita dua puluh menit lagi.

"Besok aku akan memulai world tour kami, bagaimana denganmu?" Tanya Liam sambil memainkan ponselnya.

"Ahahah, peduli sekali...barang yang kau genggam itu akan membantu kita berkomunikasi, jangan menjadi pria bodoh" ujarku sambil memasang muka mengejek. Aku segera berlari agar Liam tidak dapat membalas kata-kataku dengan perbuatan isengnya.

Liam segera berlari, mengejarku. Kami berdua berlari, menebar senyuman di siang hari yang terik. Terus tersenyum hingga udara terasa sejuk, terasa penuh kebahagiaan kami berdua.

---------------------------

Yeiyy, akhirnya selesai jugaa...

Next chapter bakal jadi epilogue yaaa, epiloguenya bakal bagus deh..

Ikutin terus yaa ceritanya<3

Thanks for reading^^

Have To WaitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang