Ćhapťer 19 : patience

39 2 0
                                    

Liam P.O.V

Hari ini aku ada janji lagi dengan Cheeqa disalah satu mall di kotaku pukul 12. Sekarang masih pukul 10 dan aku sendirian dirumah karena Niall ke kampus lalu kerumah sakit, Louis kerumah temannya dan Harry bersama Zayn pergi ke Spain.

Aku bangkit dari ranjangku lalu berjalan ke kamar mandi. Selesai mandi aku mengeringkan rambutku lalu memakai pakaian santai. Kaus hitam tipis, dilapis kemeja merah kotak-kotak yang tidak aku kancing dan celana jeans. Lengkap dengan sneakers berwarna merah.

Aku turun ke lantai bawah dan mengecheck apakah semua listrik sudah mati. Aku lalu berjalan keluar rumah dan naik ke mobil karena sudah ditunggu oleh bodyguardku.

Sampai di mall itu, aku melakukan penyamaran dengan masker, kacamata hitam, dan topi. Aku berjalan ke salah satu toko ice cream dan membeli ice cream.

"Enak sekali membeli itu dan tidak membelikanku" ujar seseorang dari belakang. Aku membalikkan badanku dan tertawa siapa yang datang.

"Kau mau? Sesudah ini kita langsung pergi ke tempat yang kau inginkan ya" ujarku padanya. Ia tertawa pelan lalu tersenyum dan tiba-tiba ia meraih tanganku lalu menarikku.

"Aku tidak butuh ice cream, cepat habiskan ice creamu, sebentar lagi kita sampai" ujarnya sambil terus berlari dan menarikku.

Setelah berlari dari tempat membeli ice cream, yaa sebenarnya hanya berlari kecil. Kami sampai di tempat itu. Ternyata ini tempat ice skating rink.

"Cepat masuk ke dalam dan pakai sepatu skate mu!" Ujarnya sambil mendorongku ke tempat menunggu. Aku mengambil sepatu skate untuk kami berdua.

"Bagaimana? Siapp??" Tanya nya dengan antusias. Aku tertawa sambil mengangguk. Setelah selesai memakai sepatu, kami masuk ke dalam ice skatting rink. Disana hanya ada 5-6 orang yang bermain. Jadi ini benar-benar sepi.

Awalnya aku ingin terjatuh terus sehingga Cheeqa harus selalu memegangiku

Cheeqa P.O.V

Ternyata anak ini belum bisa bermain ice skatting? Melelahkan sajaa. "Kau tak masalah harus selalu membantuku?" Tanya nya dengan wajah serius.

Aku tertawa lalu membantunya bangkit karena ia baru saja terjatuh. "Tidak masalah, ayo..kau sudah bisa jalan, sekarang cobalah untuk meluncur" ujarku padanya sambil perlahan memandunya.

Ia terus mengikuti instruksiku dengan semangat walaupun terkadang harus terjatuh. Sudah hampir satu jam aku mengajarkannya, dan ia sudah bisa meluncur sekarang.

Kami mengelilingi rink dengan berseluncur terus. Terkadang kami jatuh dan tertawa bersama lalu bangkit lagi. Entah mengapa kami masih bergandengan tangan dari tadi. Mungkin karena tadi aku menggandeng tangan Liam saat ia masih belajar.

"Cheeqa, aku akhirnya menyadari sesuatu.." ujar Liam sambil tersenyum lebar ke arahku. Aku menoleh ke arahnya lalu mengangkat kedua alisku.

"aku tau sekarang bahwa tips yang kau berikan padaku mulai dari pertemuan pertama di taman, semuanya tersirat" ujarnya sambil terus meluncur. Aku tertawa pelan, ternyata ia sudah mulai mengetahui tipsnya.

"Terimakasih, ayo kita selesaikan dua minggu ini dengan tips lainnya" ujar Liam bersemangat. Aku hanya tertawa melihat kelakuannya.

--------------------------------
Louis P.O.V

"Tega sekali dia seperti itu!! Aku sudah mengikuti caramu untuk memasukkan burung-burung kertas dan pesawat kertas agar ia membaca isinya tapi ia malah membuangnya lagi!!" Ujarku mengeluh pada Angie. Kami sedang berada di kamar Angie sekarang.

"Sudahlah...dia sudah tidak mencintaimu, kumohon jangan terlarut-larut" ujar Angie sambil tersenyum tipis padaku.

"Iaa tega sekali memberikan bunga itu pada orang lain!! Apa ia mau bunga yang besar???!" Omelku lagi. Aku terus memasang wajah kesal. Aku benar-benar lelah harus seperti ini.

"Tenanglah..bukan itu masalahnya, dia hanyaa..." ujar Angie menenangkan.

"Hanya apaa??? Apaa?? Aku sudah menelponnya setiap hari bahkan setiap waktu luangku dan ia tak menjawabnya!! Aku mengirimnya pesan yang banyak tapi ia tak membalasnya!!" Ujarku memotong perkataan Angie tadi.

Angie melirik ke arahku lalu tertawa seperti meremehkanku. "Kau payah sekali, kau mau membaca buku untuk kedua kalinya? Untuk apa?! Akhirnya juga sama" ujar Angie dengan nada menyindir.

"Bukan, aku membaca buku yang baru dengan tokoh yang sama dan cerita berbeda, ini buku seri keduanya" ujarku serius. Angie berlagak seperti tidak peduli dan terus memakan snacknya.

"Terserah, intinya aku punya ide baru!" Ujar Angie antusias sambil mendekatiku lalu duduk disampingku. Aku mengangkat kedua alisku.

"Aku akan mengajaknya pergi ke perpustakaan kampus, lalu saat aku bilang aku mau ke toilet, dan pergi..kau menghampirinya dan katakan bahwa kau masih mencintainya? bagaimana?" Jelas Angie dengan semangat. Aku memikirkannya lalu mengangguk setuju.

"sudahlah..aku pulang dulu, kukirim pesan untuk membahas hal ini ya!" Pamitku pada Angie. Ia tersenyum lebar lalu melambaikan tanganku lalu keluar dari kamarnya.

Angie P.O.V

Setelah Louis pulang, aku menyetel musik dengan volume keras lalu memikirkan hal yang tadi. Mengapa aku bodoh sekali memberi ide seberlian itu kepada Louis?

"Tidak Angie...tidak, kau harus ikuti Louis, ini demi hatinya" ujarku diantara suara musik yang keras. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintuku. Aku segera memelankan suara musik lalu berjalan membuka pintu.

"Apa yang kau lakukan??" Tanyaku pada wanita yang berdiri di hadapanku dengan wajah murungnya. Aku tahu ia hanya pergi ke kampus tapi mengapa ia terlihat semurung itu.

"Aku minta maaf karena sudah menyulitkan kalian berdua, aku minta maaf karena sudah menyakiti hati Louis dan kau" ujar wanita itu sambil menitikkan air mata.

"Kau sangat menyakiti hatiku!!! Sangatt!! Tapi karena aku sekarang saudaramu dan Louis sangat menyayangimu, aku terpaksa memaafkanmu!!" Bentakku padanya yang terus meneteskan air mata.

"Maaf, aku begitu bodoh..kenapa aku tidak berkata pada Louis bahwa ada yang sangat mencintainya" ujar nya sambil menghapus air matanya.

"Sudah terlambat, terserah apa yang mau kau lakukan sekarang...aku sudah lelah" aku membalikkan badanku dan menutup pintu. Tapi sebelum pintu tertutup ia menahan pintu ku lalu meraih tanganku dan membuka ruang di telapak tanganku.

Ia menaruh sebuah kalung disana. Ini kalung yang diberikan Louis padanya dirumah sakit. Apa yang dia lakukan, "jagalah kalung ini..aku mohon cintai Louis dengan sepenuh hati dan jagalah kalung itu" ujarnya sambil menangis.

"Apa yang kau lakukan? Ia mencintaimu!" Ujarku sambil berusaha mengembalikkan kalung itu. Ia menangis dan memelukku hangat.

"Terus berada di sisinya, temani dia dan jagalah dia, kumohon..." ujarnya sambil memelukku erat. Tiba-tiba ia melepaskan pelukanku, tersenyum tipis lalu berlari ke loteng alias kamarnya.

Aku mengejarnya dan berusaha membuka pintu loteng tapi ia sudah menguncinya rapat-rapat. Aku hanya dapat mendengar suara tangisan yang keras. Aku merasa kasihan padanya.

------------------------------
Gimana chapter yang ini? Seruu gakk??

Kepoo kan chapter selanjutnya gimana? Vote yaa buat next chapternya <3

Thanks for reading ^^

Have To WaitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang