[ 033 ]

446 80 15
                                    

chan menangis. menangis. dan terus menangis.

sampai akhirnya dia ketiduran masih tersisa beberapa tetes air mata. ketika ia terbangun, kepalanya berputar sangat berat. membuatnya susah untuk membuka mata.

jadi, chan menyerah. hanya berbaring dibalik selimut. berusaha untuk bernafas dan tenang sejenak. tangannya menjambak rambut, ingin semuanya baik baik saja.

tapi tidak. semuanya terasa sangat menyakitkan.

beberapa jam berlalu. ia beberapa kali tidak sadar hingga migrain di kepalanya berkurang. perlahan chan mengusahakan kakinya menuju kulkas kecil.

ia menegak sebotol air dingin. baru kemudian mengecek ponsel. media sosialnya seperti dibom dengan notifikasi pesan, telepon, dan pesan suara yang belum dijawab.

tetap saja, tidak satupun datang dari felix. chan masih tidak ingin menjelaskan apa yang terjadi kepada siapapun. merasa malu dan lelah dan benci akan kebodohan dirinya sendiri.

ia tidak bisa memerbaiki apa yang sudah rusak. ia tidak ingin mereka tahu seberapa buruk hal yang sudah terjadi.

tidak ingin siapapun tahu betapa dia sangat jahat dan egois. tidak butuh simpati atau dukungan, karena orang jahat tidak pantas mendapatkannya.

chan tidak ingin siapapun datang. karena ia tahu akan diceramahi panjang lebar kalau ia bodoh dan chan sudah sangat sadar ia orang paling bodoh nomor satu di dunia.

chan tidak tahu apakah mereka akan mendapatkan semuanya dari felix. mungkin. jadi ia mematikan ponselnya.

sial, ia tidak seharusnya mengenalkan mereka dengan felix. dia sekali lagi sadar kalau ia sangat egois. berpikir semuanya akan baik baik saja padahal pasti akan sangat berat bagi felix. untuk mengenal orang orang terdekat chan.

chan tahu tidak membicarakan ini pada siapapun adalah kesalahan. chan tahu ia sekali lagi berbuat seperti orang bodoh. chan tidak peduli. ia hanya sangat lelah. ia tidak bisa tidur.

chan memesan sup ringan. memakannya hanya supaya migrain segera hilang. dia menyalakan komputer dan tidak memikirkan apapun selain kerja.

ketika ia mendengar suara ketukan pintu, chan berpikir itu hanya instrumen dari device audio nya. tapi itu terdengar tidak seirama dengan lagu.

jadi chan melepaskan headphones. sadar kalau itu tidak hanya ketukan biasa namun hampir seperti dobrakan tidak sabar dari luar. pintunya bergetar. seperti memaksa masuk.

chan mengangkat alis, heran kenapa sekuriti tidak menahan mereka dari awal.

dobrakan itu terus berbunyi. seperti tahu kalau chan ada di dalam. chan berdiri, merasa punggungnya remuk. ia mengintip dari lubang, melihat changbin disana.

chan tidak kaget.

dia kenal changbin. tahu kalau changbin sangat mungkin menghancurkan pintu atau tangannya yang hancur. jadi chan membuka kunci pintu. membiarkannya masuk.

changbin masuk. tidak berbicara apapun sembari chan menutup pintu di belakangnya. hanya menatap tajam, lengan disilang, wajah terlihat kesal.

"bagaimana kamu tahu aku ada disini?" chan bertanya. suaranya pecah di akhir. tenggorokannya sakit. chan tidak tahu kenapa.

"setelah ada sasaeng yang menyelinap ke studio, aku pasang pelacak di komputermu" changbin menjawab, "kalau benda itu hilang. atau kamu hilang. bilang ke staff aku akan ketuk tiap pintu kalau tidak bilang kamu ada dimana. bilang kalau mereka harus penjarakan aku kalau ingin aku berhenti menganggu. jadi langsung diantar kesini"

"wow effort luar biasa" kata chan sadar.

"tidak sepadan dengan yang sudah kamu lakukan" kata changbin mengerutkan alis, "kamu paham gimana perasaan semua orang? paham kalau semuanya kahwatir? apa kamu sempet baca semua pesan kita?"

chan menggelengkan kepala.

"kamu sangat beruntung aku duluan yang kesini daripada minho—padahal dia sekertaris yang lebih punya autoritas. jisung panik. dia harus urus itu duluan karena kalian kerja di label yang sama. dan hanya jisung yang bisa dia bantu karena kamu sama sekali menolak bantuan dari kita."

chan terjatuh di lantai begitu saja. menempelkan lutut dengan dadanya. kepala menunduk dan tangan memeluk tubuhnya erat erat. matanya panas.

"jeongin khawatir ada yang mati karena tidak satupun ngasih dia kabar" changbin berkata tanpa ampun, "seungmin bolos semua kelas. kemarin. hari ini. karena ia gak berani ninggalin felix sendirian"

changbin diam sebentar. mungkin ia terlalu jahat bilang semua ini. tahu kalau chan sangat mudah merasa bersalah pada sesuatu yang mungkin bukan salahnya seutuhnya.

tetap saja, chan sudah keterlaluan. changbin menggeram.

"jadi? kamu gak mau bilang apapun? ngasih penjelasan apapun? ini yang kami dapat setelah kita jadi teman berapa tahun? diemin? ngilang gitu aja? kamu anggap kamu siapa?"

chan membuka mulut, menutupnya dan—pingsan begitu saja. dunia terlihat aneh. seperti menaiki roller coaster ketika usianya lima belas tahun.

bedanya ia tidak berteriak bahagia. hanya tangisan depresi yang dapat ia dengar.

ia tidak bisa bernafas. changbin menangkapnya. memanggil namanya. menyuruhnya untuk bernafas. memintanya untuk duduk.

tapi chan tidak bisa. tidak bisa. tidak sanggup.

"hyung! hyung!"

chan menarik nafas sekuat mungkin. seberat apapun dadanya menolak.

ia tidak sanggup. seperti tubuhnya menolak udara untuk masuk. hidungnya tidak berfungsi untuk menarik nafas. tangan chan mengerat dan giginya menggertak.

"oh sial. chan. chan hyung. maaf. maaf, aku gak seharusnya teriak. aku hanya sangat khawatir, hyung. aku minta maaf."

changbin nampak panik. tangannya menopang punggung chan dari belakang. membantunya untuk tetap sadar.

"sudah, hyung. gapapa. aku minta maaf. kami semua sayang chan hyung. kita akan baik baik aja. chan hyung.. hei. bernafas hyung.. chan? channie hyung?"

maaf. maaf. maaf, aku minta maaf.

chan berpikir. atau mungkin berkata.

ia menggenggam tangan changbin erat erat seperti ini adalah detik terakhir dalam hidupnya. seperti ini adalah satu satunya kesempatan ia bisa minta maaf. setidaknya sebelum ia meninggalkan semuanya.

maaf. aku minta maaf.

maafkan aku, ya?

TBC

hehe

he

._.

Love is an Open Door ; chanlix ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang