felix ingin mengumpat keras keras di depan chan. dia ingin melempar apapun ke otak bodohnya. mungkin juga membanting pintu kemudian pulang ke rumah tanpa pamit.
tapi felix sudah dua puluh empat tahun. bukan bocah tiga belas tahun yang sakit hati. seberat apapun felix merasa hanya ingin kembali menjadi anak kecil.
felix sudah dewasa. jadi ia harus segera keluar dari kamar mandi.
ketika pintu dibuka, chan melihatnya seolah siap dimaki. seperti tahu kalau ia melakukan kesalahan tapi tidak tahu pasti salahnya dimana.
dan itu membuat felix ingin memukulnya.
tapi itu tidak terjadi.
felix malah berkata dengan suara yang luar biasa tenang. kontradiksi dengan amarah yang membuat jantungnya berdegup kencang.
"bukankah sudah jelas kalau aku bilang gak butuh uangnya?"
chan berjengit dan menundukkan kepala. diam begitu lama bahkan sampai felix mendahuluinya, duduk di ruang makan.
chan sadar beberapa detik kemudian dan pontang panting menuju felix, "aku—"
felix menunggu chan melanjutkan. jantungnya masih memompa darah begitu cepat. tangannya gemetar dan felix segera mengepalkan tangan untuk membuatnya berhenti.
"apa?" tanya felix masih terdengar tenang.
"apa aku salah paham tentang sesuatu? aku bilang aku mau chan hyung. aku bilang aku tidak mau sex dengan sugar daddy. jadi kenapa—" felix menggeram.
"—kenapa hyung masih kirimkan uangnya?"
chan nampak sangat merasa bersalah, "aku—"
"aku ingin kencan dengan hyung" felix berkata, gemetar. seperti tangannya.
"aku ingin jadi pacar hyung. aku pikir itu juga yang hyung mau! itu alasan chan hyung ngenalin aku ke teman teman hyung! karena sugar daddy apa yang mau ngenalin baby nya ke keluarganya!"
"felix..." kata chan lirih.
"apa!" felix berseru. semuanya menyakitkan. sangat sakit dan felix tidak bisa menahan semuanya sendirian. dia sudah berusaha, sungguh. felix tidak paham. sama sekali tidak paham.
"kenapa hyung kirimkan uangnya? kenapa hyung lakukan itu? kenapa hyung bikin aku ngerasa kaya aku ngejual d—"
"tidak!" chan berseru meraih felix. tapi felix berdiri hingga kursinya hampir jatuh. sebisa mungkin menjauhi tangan chan.
chan menggeleng kuat, "tidak. bukan begitu. jangan bilang seperti itu. kamu bukan—ugh. sial, maaf. maaf oke? aku tahu seharusnya bicarakan ini dulu. aku tahu kamu bakal kecewa tapi—"
"tapi tetap hyung lakukan? padahal tahu aku bakal kecewa? apa maksudnya, hah?!"
"aku pikir kamu tetap butuh uangnya!" felix membisu. emosinya, rasa sakitnya, kebingungan semua hilang begitu saja. felix merasa kosong.
chan menghela napas berat, "kamu butuh uangnya."
"kamu sudah mengurangi jam kerja. kalau aku berhenti kirimkan uangnya, kamu harus cari kerja lagi seperti dulu. kamu akan kerepotan dengan kuliahmu. aku hanya—aku hanya gak mau jadi alasan kamu berhenti kuliah. aku pikir—aku pikir kenapa aku harus berhenti bantu kamu? padahal aku masih bisa. ya, aku tahu kamu bakal menolak. aku tahu kita harus bicarakan ini dulu. tapi aku—aku gak berani kita bertengkar seperti ini. lebih lebih karena uang."
"jadi hyung memutuskan semuanya buat aku" chan mengangkat wajah, kali ini terlihat marah.
"hei, aku tahu aku salah, oke? tapi seburuk itukah kalau aku hanya ingin peduli sama orang yang aku sayangi?" chan menelan ludah, "itu fungsinya kekasih 'kan...?"
felix ingin muntah, "kekasih menjalin komunikasi. mereka mendiskusikan apa yang mereka inginkan. membebaskan pasangannya untuk memilih. menghormati pilihan mereka, bahkan walaupun mereka tidak setuju"
"felix—"
"hidupku pilihanku" bantah felix.
kenapa chan tidak mengerti. kenapa chan tidak bisa menyadari hal sesederhana itu.
"hyung membuat keputusan tentang hidup yang aku miliki. dan hyung bahkan nggak omongkan hal ini ke aku. sekarang hyung pengen aku nerima? segampang itu?"
"kenapa tidak?" chan bertanya nampak kebingungan dan benar benar sakit hati. seolah disini chan berhak untuk merasa sakit hati.
"kenapa kamu gak bisa sadar kalau aku hanya ingin—aku hanya sangat sayang kamu, felix. dan aku gak ingin kehilangan kamu. aku gak ingin kamu jadi makin kesulitan karena kita ngejalin hubungan! a-aku pikir itu gak adil! itu gak adil buat kamu. kamu berhak untuk dapat yang terbaik, jadi itu yang ingin aku lakukan. kita bisa lupakan kontraknya. aku akan bakar semua dokumennya kalau itu yang kamu mau. aku hanya ingin bantu hidup kamu tanpa bikin kamu kelelahan. aku hanya ingin bantu felix, kalau kamu membolehkan aku."
"sepemahaman aku," felix berkata kosong, "kamu merasa gak ada salahnya membayar aku untuk jadi kekasihmu"
alis chan berkerut, "bukan begitu maksudnya!" chan menggeram, "kamu tahu aku gak akan pernah berniat seperti itu!"
"tapi tetap saja rasanya seperti itu" balas felix.
mereka diam untuk beberapa saat. chan menghela napas, "...kamu tahu itu perasaan yang bodoh dan gak masuk akal. iya 'kan felix?"
felix tahu. dia tahu tidak akan bisa menahan diri untuk memukul chan jika terus berada di tempat ini. jadi felix segera mengambil dompetnya dan melarikan diri ke pintu keluar.
"felix—mau kemana?" tanya chan sangat cemas. felix merasa sedikit lega namun segera ditutup dengan perasaan marah dan kecewa.
"pulang." felix mengenakan sepatu. ia tidak peduli dengan jaket yang masih di lemari. ia tidak mau semakin lama lagi berurusan dengan chan.
"aku antar pulang..."
"tidak."
"felix, ayolah.. kamu gak—"
"jangan." felix menggeram dan berbalik. bersyukur chan akhirnya mundur selangkah, "jangan pernah sekalipun hyung bilang lagi apa yang bisa dan tidak bisa aku lakukan."
felix membuka pintu, "aku bukan properti milik hyung. aku bakal pulang sekarang. dan hyung gak bisa nahan aku lagi."
"aku pamit."
pintu ditutup dengan kasar. kemudian hanya keheningan mencekam yang tersisa menemani chan.
TBC
a/n hehe
santai bestie
it can get worse :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is an Open Door ; chanlix ✓
Hayran Kurgumencintai orang lain dimulai dari mencintai diri sendiri. ini tentang sugar daddy yang berusaha memerbaiki hidupnya dan sugar baby yang berusaha berdamai dengan masa lalunya. ✓ lowercase intended ✓ sugar daddy AU ✓ mature content start : 23 - 01 - 2...