chan menurunkan volume suaranya, "ya, tidak perlu. maksudku, skinship saja bisa. terserah. bagaimanapun senyaman felix."
chan melanjutkan, "kalau kita ketemuan, atau datang ke rumahku, kamu gak wajib melakukan sesuatu. tapi uh, sekedar pegangan tangan atau pelukan juga gak masalah, yah. aku pikir begitu"
astaga, chan belum memertimbangkan tentang skinship di luar aturan 'tanpa seks' sampai sekarang.
namun pertama kali bertemu felix. ia jabat tangannya, dalam hati chan sudah berpikir jika felix membolehkan, ia mau berpelukan untuk satu atau dua kali.
atau tiga atau empat kali atau berapapun yang—begitulah.
felix nampaknya tidak keberatan. ia hanya terus menebar senyum, sebagian senyum lega sebagian senyum geli.
"sebenarnya aku lumayan clingy" kata felix santai.
"aku gak masalah. tadi yang tentang ketemuan, apa maksudnya ketemuan buat kencan? atau kegiatan normal seperti kerja atau semacamnya?"
"ehm, dua duanya" kata chan menelan ludah, "kencan mungkin supaya aku punya alasan untuk ingat makan. kerja juga aku lebih suka ditemani seseorang. biasanya ada jisung tapi dia juga sibuk"
"ah, mengerti" felix menganggukkan kepala. mata berbinar, "itu terdengar bagus bagiku"
chan nampak senang, "sungguh?"
"ya" ujar felix, "aku menyukaimu. lebih normal dari yang aku bayangkan. kurasa kita bisa menjalani seperti ini"
"wow" chan termangu sebentar. tak lama kemudian teringat dokumen yang ia bawa.
dia mengeluarkan sebuah map dari tas laptop. dia serahkan pada felix yang menerima dengan ekspresi penasaran.
"kontrak perjanjian" jelas chan.
"kamu bisa baca dulu. kalau ada yang ingin dirubah atau didiskusikan lagi silakan. aku akan sesuaikan dengan felix. kalau sudah tanda tangan uhh.. kita akan resmi"
"ohh begitu" kata felix teliti membaca dokumen.
chan tersenyum kecil, "ya, maunya aku minta kamu tandan tangan dulu. tapi rasanya beresiko buat kamu kalau tanda tangan kontrak tanpa informasi apa apa."
mata felix melembut, "terima kasih, kamu sangat pengertian. uhm, ada pulpen?"
chan menemukan satu di tas nya dan memberikan pada felix.
felix membaca lembaran tersebut sekali lagi. teliti memerhatikan tanda tangan chan yang sudah ditulis duluan.
"scan dokumennya" perintah chan, "sebagai bukti"
"ah, tentu saja" kata felix dan mengeluarkan ponsel untuk memotret dokumen itu.
chan sekilas memerhatikan ponsel felix. layar ponsel itu retak kecil di ujung dengan casing yang tergores disana sini.
felix nampak tidak peduli dan hanya memasukkan kembali ke dalam saku.
felix membolak balik lembaran kontrak. terdiam di satu baris lalu menatap chan.
"di bagian tunjangan bulanannya... kosong?" tanya felix hati hati.
"oh itu" chan meringis, "aku tidak tahu kamu butuh berapa, tulis saja yang kamu mau. aku akan transfer akhir bulan. atau minggu? itu lebih baik. ya, mingguan saja kalau kamu butuh uang lebih cepat. aku juga bisa kirim uang muka, tinggal minta. aku tidak keberatan. terserah kamu."
"bang chan-ssi.." ujar felix seperti tertekan.
chan berkedip, kaget dengan perubahan emosi felix.
aduh sial, belum apa apa chan sudah mengacaukan segalanya..
"aku sungguh, aku beneran bisa nulis berapapun?"
chan mengangkat bahu, "eh, tentu saja? aku yang minta perhatian dan waktumu untuk jangka waktu lama. waktu itu berharga, aku tahu. aku tidak bisa menentukan sendiri. aku tidak tahu kehidupanmu, kesibukanmu, apa yang kamu butuhkan dan inginkan.. jadi tulis saja sendiri, ya?"
"bagaimana kalau aku entahlah, meminta satu miliar won atau semacamnya?"
chan terkekeh. namun segera sadar itu bukan pertanyaan retoris, melihat kerutan di kening felix.
"apa kamu sungguhan akan menulis satu miliar won?" tanya chan lembut.
"tidak, tapi maksudku—"
"dengarkan aku," chan memotongnya, "aku percaya kamu tidak akan memanfaatkan uangku oke?"
"dan bahkan kalau iya, aku yakin akan baik baik saja. aku tidak sombong, tapi aku punya terlalu banyak tabungan. aku butuh tempat untuk disalurkan"
chan tersenyum suportif, "tuliskan saja yang kamu mau ya? aku janji kita bisa diskusikan lagi. aku punya gambaran singkat kebutuhan bulanan mahasiswa. aku pernah kuliah, jadi aku paham"
"aku—" felix nampak tetap keberatan.
"aku janji aku punya uang cukup untuk kebutuhanku sendiri. fakta bahwa kamu tetap memikirkanku, aku yakin tidak perlu cemas." chan berkata sungguh.
"mengerti? jadi masukkan saja sejujur mungkin. dan jangan sengaja dikecilkan, aku tidak ragu bertanya ke seungmin kalau kamu lakukan itu."
felix menggelengkan kepala dan menutup map, "baiklah" kata felix, "hm, aku pikir kamu terlalu mudah percaya orang asing—"
chan menahan dengusan, "—tapi baiklah. kapan aku harus mengembalikan dokumen ini?"
mereka sepakat dalam waktu seminggu. tentu saja setelah berdebat beberapa kali.
chan memberikan waktu sebanyak yang felix inginkan. felix butuh tenggat waku secepat mungkin. ia ingin segera bisa menentukan uang saku bulanannya.
chan melambaikan tangan pada pelayan sebelum keluar kafe.
felix menunjukkan gestur mengeluarkan uang dari dompet. chan menyenggol kakinya dengan alis mengerut.
chan menyerahkan kartu pada sang pelayan secepat mungkin. felix membuka mulut hendak protes, "felix. aku seharusnya bayar semuanya untuk kamu."
"tapi kan belum resmi" gumam felix pada chan yang tak peduli.
"anggap saja aku yang traktir" kata chan santai.
felix pun tidak bisa menahan senyumnya. tak mau repot berdebat lagi. mereka keluar kafe bersama. felix pergi duluan untuk bertemu teman.
chan berbalik ke arah lain, berangkat kerja. mereka sempat bertukar nomor telepon. saling mengucapkan selamat tinggal. felix melambaikan tangan pergi.
chan menatap punggung felix yang semakin menjauh. kebahagiaan membuncah dalam hatinya.
ide gila minho mungkin saja adalah anugerah.
siapa sangka?
TBC
a/n day four writing chanlix
dan elif sudah pengen bikin book skz x lix aboverse :')
mari berharap semoga book ini aman sampe end ^^;
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is an Open Door ; chanlix ✓
Fanfictionmencintai orang lain dimulai dari mencintai diri sendiri. ini tentang sugar daddy yang berusaha memerbaiki hidupnya dan sugar baby yang berusaha berdamai dengan masa lalunya. ✓ lowercase intended ✓ sugar daddy AU ✓ mature content start : 23 - 01 - 2...