Firdan & Yasmeen [3] end

5.1K 380 15
                                    

"Ngapain kamu kesini?" nada suara ketus dan lelah itu bagai membakar telinga Bagas.

Hari masih petang, senja dan jingga menjadi peraduan indah dibalik pohon.

"Kak, maafin keluarga aku. Please, kasi aku waktu buat ngomong sama Lili." Bagas menghiba. Ia dari tadi berdiri di depan rumah Yasmeen dan Lili.

Sedangkan Yasmeen menatap jendela kamar lantai dua tepat sebelah kamarnya. Lili memang di rumah seharian ini. Sedang sakit.

"Lili tidak bisa di ganggu, dia lagi sakit."

Demi mendengar Lili sakit. Jantung Bagas berdetak tak karuan. Ia mengalihkan tatapannya pada jendela kamar Lili.

"Kak, tolong. Aku butuh ketemu Lili."

"Buat apa sih? Kalian udah nggak ada hubungan. Saya nggak mau Lili hidup dikeluarga kalian." seusai mengucapkan kalimat pedas itu, Yasmeen berlalu menuju pintu rumah.

Bruk.

Bagas bersimpuh. Bahunya bergetar dan pikirannya kacau. Melihat apa yang terjadi di belakangnya. Yasmeen mengernyit. "Heh! Sedang apa kamu?!"

"Lili!! Sayang... Aku mau ngo-"

"HEH! Berisik! Udah cepat masuk, saya kasi waktu 10 menit buat bicara sama Lili. Putuskan hubungan kalian."

Yasmeen memutar bola matanya atas tingkah Bagas yang berlutut sambil teriak nggak jelas ke arah jendela kamar Lili. Menganggu tetangga.

"Kayak cinta bocil! Iiuuhh!" bisiknya berkomentar.

Yasmeen memilih memberikan dua anak manusia itu space untuk berbicara berdua saja di ruang tamu. Dia sibuk di dapur untuk masak makan malam.

Saat masih memotong-motong sayur. Lili datang menegurnya. Mengatakan bahwa malam ini akan ada acara makan malam menyambut bulan puasa di rumah Ibu Henny.

"Nggak.. Nggak.. Ngapain. Kamu juga lagi demam." Yasmeen memilih menolak ajakan keluarga mereka.

"Kak, ini sekaligus membicarakan hubungan kami." Bagas ikut membujuk. Lili sudah tuntas ia bujuk. Tak ingin ia melepas gadis itu. Hatinya mantap untuk Lili.

"Kamu masih mau sama dia, Li?"

Lili hanya menunduk. Cinta membutakan jiwa.

Melihat itu, Yasmeen mendekati adiknya. Mengenggam tangan Lili erat. Tak peduli tangannya bekas bawang putih.

"Nikah... Bukan sekedar kamu cinta Bagas, dan sebaliknya. Nikah itu berat. Menikah artinya kamu juga harus menggabungkan kepala kamu dengan Tante Uti, Om Frans, adik-adik Bagas, keluarga besar mereka, budaya mereka, prinsip mereka, kebiasaan mereka.

Tidak bisa hanya sekedar cinta, Li. Cinta bisa hilang kapan saja. Ketika cinta kalian habis dimakan waktu, mau kalian apakan pernikahan itu? Jika kamu hidup dipandang dengan tatapan kebencian oleh keluarga Bagas bagaimana? Ketika kamu sudah keriput dan mengendut apa masih Bagas memilih kamu? Dan apakah Bagas masih memilih kamu ketika sifat-sifat kamu akhirnya terlihat setelah menikah? Sifat kamu yang tak sesuai dengan ekspektasinya? Tidak seperti masa-masa kalian bersama sebelum menikah. Masih??"

Bagas terperangah mendengar ucapan calon kakak iparnya. Ia memandangi wajah Lili kemudian. Lalu tangannya menyentuh kaitan jemari adik kakak itu.

"Aku mencintai Lili karena itu adalah Lili. Restu orang tua ku juga penting. Tapi bukan berarti aku tidak bisa melindungi kekasih ku dari orang-orang yang tak menyukainya. Aku ingin memperjuangkannya, Kak. Karena aku tahu ini hanya kesalahpahaman saja. Aku berjanji dengan Kak Yasmeen, dengan segenap jiwa dan ragaku, istri ku kelak adalah prioritas utama untuk ku."

(One Shot) You & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang