Dewa & Nurin [2] end

3.6K 227 3
                                    

Nulis kali ini aku nggak riset apa-apa secara medis. Jd anggap aja masuk akal lah ya kwkwkw.

***

6 bulan berlalu.

Dewa memejamkan matanya karena pusing melanda. Sudah setengah tahun ia dicerca rasa sakit dikepala yang tanpa sebab. Sakit itu kambuh jika dimalam hari di dalam kamarnya. Padahal jika ia menginap di tempat lain. Rasa sakit itu hilang.

Ditambah Dina mendesak mereka untuk segera menikah. Namun yang menjadi kebingungan terbesar Dewa adalah kedua orang tuanya tidak memberikan restu. Padahal seingatnya dulu, mama dan papanya sangat suka kepada Dina.

Dina meminta agar mereka mendaftarkan nikah di KUA dulu dan akad saja sambil merayu orang tua Dewa. Namun yang aneh adalah Dewa tak diizinkan untuk ikut membantu mengurusi surat-surat. Dengan berbagai alasan oleh Dina supaya Dewa duduk manis saja dan biarkan Dina sendirian yang mengurusnya.

Hal itupun yang menimbulkan rasa penasaran dan curiga.

Dewa semakin merasa ada sesuatu yang disembunyikan dari dirinya. Apalagi semakin lama, semakin Dewa merasa ada sesuatu yang hilang, rasanya seperti terlepas tanpa sengaja, yang tidak akan kembali jika tidak dicari, rasa hampa karena sesuatu itu tidak di dekatnya. Namun ia tidak tahu apa itu.

"Pak.."

Asisten Dewa bernama Vino muncul dari balik pintu, menatap heran pada bosnya yang termenung dan tak sadar bahwa sejak tadi ia sudah mengetuk pintu berkali-kali.

"Apakah kita jadi ke apartment buk Dina?"

Dewa menghela nafas dan mengangguk.

"Baik, saya hanya ingin menanyakan ulang karena Bapak sepertinya sedang tidak sehat. Kita masih ada waktu satu jam lagi sebelum ke apartment buk Dina."

"Kita pergi sekarang."

Dewa segera memakai jasnya dan melangkah menuju mobil mereka. Hari ini ia akan mampir sebentar karena akan membahas tentang lokasi akad mereka nanti.

Dewa sejak pagi merasa perasaannya gelisah. Maka dari itu ia sedang tidak ingin menyetir karena fokusnya kacau. Entah kenapa rasa kehilangan itu menimbulkan rasa rindu. Tapi itulah yang membuatnya semakin tak menentu. Karena ketidaktahuannya akan 'sesuatu' tersebut.

Sampai di apartment, Dewa mengernyit karena pintunya terbuka sedikit. Saat ia dan Vino mendekat dan masuk. Suara pria di sisi kamar Dina membuat Dewa terdiam.

"Bagus.. Kalau gini gue bisa minta Nurin tanda tangan surat cerainya sama Dewa."

Dina tersenyum ketika berhasil mendapatkan nomor ponsel teman Nurin yang sempat dulu Nurin tulis diselembar surat pada mertuanya untuk jaga-jaga. Dina sudah curiga kalau Ibu Lia masih berhubungan dengan Nurin. Makadari itu ia meminta orang bayaran untuk mendapatkan nomor supaya bisa menghubungi wanita itu dengan mengatas namakan mertuanya nanti.

Dewa mengernyit, semakin mendekati kamar Dina demi mengetahui pembicaraan Dina dan pria asing itu. Walau kepalanya mulai berdengung dan sakit karena mendengar nama Nurin.

"Selamat ya sebentar lagi rencana lo berhasil. Gila sih, niatnya buat nyelakain Nurin malah kenak ke Dewa."

"Gue harus pinter memanfaatkan situasi. Sial banget tu cewek licin kayak belut. Udah berkali-kali gue mau bunuh nggak berhasil mulu. Tapi, walau Dewa jadi amnesia bukan rencana awalnya, eh malah berhasil itu artinya sekarang emang kesuksesan gue."

"Pinter sih, tapi apa lo nggak sayang sama Kevin? Lebih kaya woy daripada Dewa." pria asing itu tersenyum miring.

"Dulu waktu gue selingkuh sama Kevin, emang niatnya nyari yang lebih kaya. Tapi ternyata gue nggak bahagia kalau nggak sama orang yang gue cinta." Dina merapikan makeupnya, ikut tersenyum miring.

(One Shot) You & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang