Ayla menatap lurus pada pria yang tertidur pulas di atas kasur putih. Suasana hening, bau obat, dan tik tik infus pada selang menambah kesan sunyi.
Ia baru selesai bertemu dengan dokter untuk konsultasi masalah pada lelaki yang sedang berbaring tersebut. Masalah Magh. Kebiasaan pria berusia 45 tahun tersebut yang telat makan karena sibuk bekerja. Tapi baru kali ini Riandi tumbang dan masuk rumah sakit karena sudah tingkat paling parah.
Saat melihat pergerakan Riandi yang mulai siuman, Ayla sempat hampir berdiri. Sampai seketika tubuh pria tersebut menyamping dan memunggunginya setelah mata mereka bersitatap sekian detik. Seolah memang tak ingin melihat Ayla di sana.
"Pulanglah." ujar Riandi dengan nadanya yang datar. Seperti biasa. Seperti 20 tahun yang lalu.
Ayla pun tak berekspresi banyak, dia diam hanya untuk mencerna ucapan Riandi padanya. Wanita 42 tahun yang masih terlihat cantik itu tak banyak berkata karena setelah ucapan Riandi, Ayla pun keluar dari ruangan tanpa beban.
Pintu tertutup rapat. Ayla pun melihat seorang gadis yang duduk di dekat pintu ruangan dengan wajahnya yang lelah dan khawatir.
"Ibu."
"Kenapa tidak masuk, Ayri?"
Gadis bernama Ayri itu menggeleng dan memeluk Ibu nya dengan erat. "Kata dokter tidak apa-apa. Papa kamu akan segera pulang setelah pengobatan dan harus istirahat."
"Syukurlah, Ibu mau kemana?"
"Mau pulang."
"Ke kampung?"
Ayla mengangguk dan tersenyum sambil menatap Ayri. Ia mengusap rambut hitam gadis itu dengan sayang.
"Jangan tinggalin Ayri, Bu."
"Kenapa bilang begitu? Ibu nggak tinggalin, Ayri."
Gadis 18 tahun yang masih menggunakan seragam sekolah itu menggeleng dengan mata berliang. Ia memeluk Ayla erat sambil terisak.
Tak lama setelah itu, seorang pria sepantaran Ayri datang tergopoh-gopoh bersama dua orang pria lainnya.
"Ibu, bagamana Papa?" ucap anak tersebut.
"Setelah istirahat akan membaik. Ayyas kenapa kesini?" Ayla membalas ucapan sang anak, dan dihadiahi kelegaan yang terpancar diwajahnya sambil mengatakan bahwa ia khawatir terhadap Riandi.
"Ayri dan Ayyas ayok masuk liatin Papa, tadi sudah siuman."
Dua anak tersebut pun masuk berbarengan kedalam ruangan Riandi.
"Rian kenapa, La?" Pria lain yang datang bersama Ayyas bertanya.
"Magh akut. Oh ya, aku titip Ayri dan Rian ya, Thom. Aku akan nginap dulu semalam disini terus pulang."
Thomas menyentuh keningnya. Permasalahan sahabatnya Riandi yang tak akan pernah usai karena pria yang bahkan sebentar lagi setengah abad itu masih belum berani mengambil sikap.
"Kamu nggak mau maafin dia, La? Riandi menyesal sampai detik ini. Dia cuman bodoh saja dalam mengambil sikap."
Ayla tersenyum tipis. "Dia tidak menyesal, Thom. Dia hanya rindu Juwita."
"Perempuan itu sudah lama pergi mencampakkan Riandi. Kasihan juga sama Ayri, La. Dia butuh kamu." Thomas mencoba membujuk. Sebagai seorang sahabat sekaligus pengacara Riandi, dia tentu ingin permasalahan mereka selesai.
Ayla mengeleng tipis. "Kapan saja Ayri bisa datang kerumah ku. Pintu rumah ku terbuka untuk Ayri."
Setelah mengatakan itu, Ayla pamit dan memanggil Ayyas agar pergi dari rumah sakit menuju penginapan mereka malam ini. Agar besok pagi sudah bisa naik kereta ke kampung.
KAMU SEDANG MEMBACA
(One Shot) You & I
RomanceBerisi cerita random singkat tentang cinta Oneshot / cerpen Langsung baca aja