Biru & Ameera [2] end

7.4K 491 11
                                    

"Era.. Bikinkan kopi." Sang Ayah berujar sembari menyesap rokoknya. Suasana gelap gulita menjadi penghias malam ini.

"Begini lah suasana kampung, Nak Biru. Sepi, sunyi, gelap.. Apalagi sehabis terawih." ujar Ayah. Biru yang duduk di dekatnya mengangguk

"Saya suka suasana seperti ini, Pak. Lebih nyaman dan tenang di banding kota."

Ayah menghela nafas. Dipandanginya wajah Biru dan menyesap kopi hitam yang barusan Ameera berikan.

"Kenapa kok bos besar seperti kamu mau nganter anak saya pulang kampung jauh-jauh?" Ayah bertanya karena curiga. Ia memandangi lelaki itu bak polisi menanyai penjahat. Biru gelagapan.

"Ayah! Itu bos aku loh.. Entar anak mu dipecat karena ayah gimana?" Ameera datang lagi dengan sepiring gorengan. Sisa bukaan tadi.

"Tidak apa. Tolong perlakukan saya seperti orang biasa saja." Biru berucap sopan.

"Tuh.. Bos kamu bilang begitu. Lagi pula ini rumah ayah.. Tanah ayah.. Apa salahnya bertanya kepada pemuda yang mengantar anak gadisnya pulang kampung. Pasti ada sesuatu bukan?" Ayah tenang dalam berkata. Ameera tampak memerah. Ia langsung pergi karena malu. Biru hanya diam. Mengaruk tengkuknya yang tak gatal

"Apa alasan mu rela mengantar sendiri anak gadis Ayah pulang?"

Biru tak dapat berkata-kata. Lidahnya kelu dan ia merasa sangat malu. Melihat itu, Ayah mendehem dan mengangguk. Entah apa yang ia pahami dari gerak-gerik Biru.

"Pak.. Besok saya izin pulang." Biru memilih menganti topik.

"Iya.. Iya.. Harus. Kamu juga tentu lebaran bersama keluarga mu di kampung mu kan. Sebenarnya Ayah ingin mengajak mu ikut lebaran bersama kami. Tapi tidak mungkin." Ayah menyesap rokok nya terakhir.

"Eh? Apakah boleh saya lebaran di sini?"

"Boleh saja.. Tapi keluarga di kampung mu bagaimana?"

"Sejujurnya saya ini mualaf, Pak. Orang tua tinggal di Autralia. Saya anak tunggal, dan satu-satunya beragama muslim sejak 10 tahun yang lalu. Dan 10 tahun itu pula saya belum pernah merasakan lebaran bersama keluarga."

"Masyaallah.. Baiklah, kau tinggal di rumah ini untuk lebaran. Besok kita melapor lagi ke Pak RT."

***

Disinilah mereka. Ameera, Biru dan beberapa sepupu bocil gadis itu berada di dalam mobil Biru. Mereka jalan-jalan seusai terawih. Di kampung Ameera ada tradisi lampu colok. Luar biasa, beberapa lampu colok sangat epik. Membuat Biru terperangah dan tak henti berujar dengan nada kaget dan kagum. Ameera hanya tertawa. Mengatai pak bos nya beruntung karena bisa melihat malam tujuh likur di kampung dia.

Hari berganti hari. Jam berganti jam. Lebaran pun sudah tiba tanpa di sadari. Semua keluarga Ameera kaget mendengar gadis itu datang membawa pria. Awalnya mengira mereka memiliki hubungan apa-apa.

Tapi Ayah dan Mamak selalu menepis. Mengatakan Biru anak angkat mereka. Sekaligus Bosnya Ameera di kota. Biru pun mengiyakan. Ameera apalagi di goda sepupunya yang masih gadis-gadis habis-habisan.

Karena pernikahan tepat di hari ketiga lebaran dan itu merupakan pernikahan cucu tertua keluarga kakek nenek Ameera. Suasana riuh pun tercipta. Kesibukan terpampang di hadapan Biru. Dari sanalah Biru tahu dan hafal dengan adik beradik Mamaknyaa Ameera. Ada 12 bersaudara. Makanya sepupu Amera super sekali. Bahkan membuat Biru kaget. Karena Neneknya Ameera yang melahirnya bayi sebanyak 12 orang tersebut.

"Ah.. Bapak mah cemen. Gitu aja capek."

"Kak Era jangan gitu dong sama Abang Biru." Ameera menjitak sepupu kecilnya tersebut dan di sambut tertawaan oleh Biru. Ada yang membelanya.

(One Shot) You & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang