Yuda & Nadia

4.5K 254 1
                                    

Cari posisi nyaman buat baca ya, ini lumayan panjang ceritanya.

Kalau merasa mirip cerita yang lain. Mungkin iya cerita ini agak terinspirasi dari beberapa hal.

Soal lokasi, alur, nama, itu hanya fiktif saja. Selamat menikmati.

-------------------------------------------------

"Halo, Assalamualaikum."
"Halo, Nad. Sibuk ya?"

Nadia menghela nafas pelan. Ini sudah panggilan ke lima dari orang yang menelponnya.

"Eh, nggak mbak Via. Ini udah pasien terakhir, bentar lagi jam istirahat."

"Maaf ya, mbak telpon-telpon terus dari tadi soalnya ini udah diperjalanan."

Nadia yang baru siap membereskan beberapa catatan akhirnya duduk tenang di kursinya. Ia sengaja memang tidak mengangkat telpon dari mantan bosnya ini.

"Nad, maaf mendadak juga. Mbak, Mama, sama mas Fian lagi menuju ke kampung kamu. Mama udah nagih-nagih terus janji mbak buat bawa ke rumah kamu."

"Hah? Jadi Mbak kesini? Jauh banget loh mbak."

"Iya, mbak sama mas Fian ada kerjaan di kota. Tapi Mama pengen ikut soalnya mau ke kampung kamu, katanya."

"..."

"Nad? Nggak apa-apa kan?"

Nadia di sisi lain terdiam karena kaget. Ia sangat jarang menggangkat telpon keluarga Hariz. Itu karena satu hal ini. Segan rasanya menerima tamu keluarga bos tempat ia pernah berkerja. Apalagi rumahnya jauh sekali dari kata mewah seperti rumah keluarga Hariz.

"..."

"Nad, kalau kamu lagi sibuk nggak apa-apa kok. Mbak bakalan bujuk Ibuk. Maaf ngerepotin ya, kami bakal putar balik."

"Eh eh.. Nggak mbak. Datang aja, nanti ada yang jemput di depan gerbang perbatasan desa ya, mbak."

Panggilan itu berhenti. Sebenarnya sudah beberapa kali Via menelpon dan bilang mau mampir menginap. Tapi Nadia selalu ada alasan agar itu tidak terjadi. Tapi sepertinya kali ini ia harus mengalah.

Nadia menenggelamkan kepalanya dilipatan tangan. Menenangkan perasaannya yang campur aduk. Yang penting nama itu tidak disebut dipembicaraan tadi. Seharusnya kedatangan tamu keluarga Hariz tidak mengusik lagi perasaan yang hanya dirinya dan Tuhan yang tau ini.

Nadia sehabis kerja di puskesmas kampungnya segera pulang dan menyiapkan hal-hal yang diperlukan. Meminta beberapa anak tetangga untuk menjemput tamunya nanti waktu sampai ke perbatasan desa.

Bagaimana pun keluarga Hariz patut disambut dengan sambutan terbaik. Walau sesekali Nadia pengutuki perbuatannya dulu waktu masih bekerja di rumah mereka. Ia menawari dan memperlihatkan foto-foto rumah dan kampungnya yang asri.

Rumah Nadia, peninggalan keluarganya ini hanya dari kayu yang sudah tua, namun ukurannya besar, kamarnya banyak dengan pemandangan yang luar biasa mahal. Dari depan pintu rumahnya saja bisa melihat langsung air terjun di bukit sebelah kiri. Sisi kanan terpampang hamparan sawah luas yang sedang menghijau. Tanpa asap kendaraan, atau suara bising kesibukan kota.

Waktu suara mobil terdengar di depan halaman rumah, jam sudah menjukkan pukul 5 Sore. Nadia segera menyuruh adiknya Sasa untuk menyambut tamu di depan.

"Ibuk.." suara Nadia menggema dan berlari kearah Ibu Kayla. Ia mendekati perempuan berparas ayu dan cantik tersebut dan menciumi tangannya. Walau sudah berusia tapi Ibu Kayla tetap terlihat menawan. Ia rindu sekali kalau boleh jujur.

(One Shot) You & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang