Ayla menghela nafasnya. Usapan di bahu Riandi perlahan terlepas.
"Ayo kita bercerai saja."
Riandi memejamkan matanya menahan gejolak emosi yang menumpuk. Ia melepas pelukanya pelan, kemudian berbaring tanpa sepatah kata. Membelakangi tubuh Ayla yang masih berdiri di samping kasur tidurnya.
Sudah dia duga.
"Pulanglah." ucapnya kemudian seolah Bersiap untuk tidur.
"Sebenarnya kenapa kamu menahan ku? Hubungan kita sudah lama rusak. Status kita hanyalah hitam diatas putih."
Ayla tak habis pikir, mengapa pria ini selalu bertahan dengan hubungan mereka yang tidak jelas. Akan lebih baik jika mereka berpisah. Ayla berpikir bahwa Riandi bisa menemukan seseorang yang bisa hidup bersama hingga tua nanti.
Riandi masih diam saja, seolah tidak mendengar sedikitpun ucapan Ayla.
"Ah terserah kau saja!" Ayla berkata kesal. Ia berbalik untuk pergi dari ruang inap Riandi.
Saat pintu tertutup. Air mata Rianti kembali mengalir.
Hingga tak lama setelah Ayla pergi, pintu terbuka kembali, dan Ayra masuk sambil menangis.
"Papa!" teriaknya kesal.
"Apa begitu saja perjuangan Papa? Papa tidak terlihat menginginkan Ibu kembali!! Seharusnya Papa kejar!!"
Riandi bangun dan menyandarkan diri pada kasurnya. Tubuhnya lemas tampak tak berdaya, terlihat seperti demam panas.
"Sayang.. Papa hanya tidak mau mema-"
"Ayra benci sama Papa!! Setelah Ayra tahu apa yang Papa lakukan pada Ibu, Ayra sudah berjanji pada diri Ayra sendiri akan memaafkan Papa jika Ibu mau kembali ke rumah kita! Tapi nyatanya?! Papa tidak berjuang! Papa yang tidak ingin Ibu kembali! Ayra benci!!! Ayra nggak mau tinggal sama Papa lagi!!" setelah berteriak, anak gadis itu langsung berlari keluar sambil menangis.
Riandi terperangah, dengan kekuatan sisa yang ia punya. Riandi berniat penyusul Ayra yang keluar ruangan, walau kepalanya terasa mendadak sakit dan ingin pecah.
Saat tubuhnya hampir mendekati pintu ruangan yang terbuka. Mendadak semuanya menjadi gelap gulita, tubuh Riandi libung dan terjatuh di lantai. Tepat saat seorang suster yang datang karena mendengar suara ribut tadi.
"Pak? Bapak Riandi?? Segera panggilkan dokter Yudi."
***
Ayla bingung mengapa Thomas menelponnya dengan nada suara yang ketakutan dan khawatir. Menyuruhnya segera kembali kerumah sakit, padahal ia sedang menenangkan Ayra yang menangis tersedu-sedu dalam pelukannya.
Ayra saat bertemu dengan Ibunya di dalam mobil taksi online merengek ingin ikut pulang. Padahal Ayla sudah membujuk untuk menemani Papanya. Karena terdesak, Ayla berpikir membiarkan Ayra ikut ia dan Ayyas sampai ke stasiun kereta saja.
Sehingga telpon dadakan tersebut membuat ia memaksa supir taksi online untuk kembali ke rumah sakit.
"Ada apa, Thomas?" Ayla melangkah cepat menuju pria tersebut.
Thomas yang lega atas kehadiran Ayla hanya terdiam saja. Ia menghela nafas panjang dan menyentuh pundak perempuan tersebut, "maafkan aku, aku tidak berniat sedikitpun menyembunyikannya dari mu."
"Ada apa?"
"Ayo masuk dan temui dokter." Thomas tak banyak berkata setelah itu. Karena ketika Ayla telah masuk ruangan dokter, ia meminta Ayyas untuk menemani Ayra diluar.
"Kondisinya sudah darurat, Bapak Riandi harus segera dioperasi. Mohon untuk menandatangi surat. Kami harus segera bertindak."
Kebingungan Ayla bertambah hebat. Ia memandang Thomas dan dokter yang sudah siap berpakaian khas operasi tersebut mencercanya dengan nada yang tertekan. Namun dokter yang sekarang berbeda dengan yang biasa memeriksa kondisi Riandi kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
(One Shot) You & I
RomansaBerisi cerita random singkat tentang cinta Oneshot / cerpen Langsung baca aja