Dua Tiga

2.2K 193 10
                                        

Pagi ini Jeon disibukkan oleh dirinya sendiri yang mondar-mandir dengan penuh kekhawatiran terhadap Jungkook yang belum juga sadar.

Suara decitan sendal karetnya menggema di seluruh ruangan yang hanya berisikan mereka berdua. Hingga tanpa dia sadari seseorang yang sedari tadi tidur di brankar sudah terbangun dan duduk bersandar disana.

"Lo bisa berhenti ngga, Jeon ?. Sendalmu yang berisik itu benar-benar membuatku pusing."

Suara lirih itu tertangkap jelas di telinga Jeon dan segera mendekatinya. "Akhirnya melek juga lo. Sekitar enam jam lo merem terus ngga capek tu mata  ?. Bisa-bisanya gue liat sunrise hari ini setelah sekian purnama, gila !. Bentar gue panggilin dokter dulu." Omelannya terhenti setelah memencet tombol nurse call.

Jungkook hanya bisa terdiam, dia tau Jeon sedang khawatir sekarang, tapi responnya tak seperti yang Jungkook bayangkan. Bukannya menanyakan keadaan yang sakit, dia malah ngomel-ngomel ngga jelas tentang perjalanan hidupnya hari ini.

Setelah beberapa menit akhirnya dokter pun datang untuk memeriksa Jungkook. Ada beberapa lebam di tubuhnya, suhu tubuh yang masih tinggi, tekanan darah yang masih rendah, dan kepala yang masih pusing, membuatnya harus menginap di rumah sakit beberapa hari kedepan.

"Jadi bisa lo ceritakan apa yang terjadi malam itu ?" tanya Jeon membuka percakapan setelah dokter meninggalkan mereka.

"Gue dihajar abis-abisan, abis tu dimandiin."

Sedikit terkekeh mendengar penjelasan singkat itu, Jungkook memang tak pernah serius untuk menceritakan masalahnya. "Sama abang lo yang semalam itu ?. Bukannya dia udah tau kalo hasil tes urin lo negatif, bahkan polisi pun ngga bisa mutusin kalo obat itu lo yang punya."

"Bokap, gue hampir dimampusin ama bapak gue sendiri."

"Lo jangan ngomongin masalah nyawa ya Jung." ada sedikit penekanan di kalimat yang Jeon ucapkan.

"Sorry."

Suasana seketika menjadi hening. Jungkook mengalihkan pandangannya agar tak bersitatap dengan Jeon yang melihatnya intens saat ini. Kata-kata yang menyangkut tentang hidup dan mati memang sangat sensitif diantara mereka berdua.

"Gue yang ditangkap polisi dan ada barang haram itu memang menjadi penyulut amarah bokap, meskipun itu bukan punya gue. Ditambah berita di medsos yang terlihat jelas ada gue di antara orang-orang yang tertangkap dan artikel yang seolah-olah dia tau kejadiannya. Gue tau bokap gue nggak akan semarah ini kalo berita itu ngga ada. Lo tau kan ?, orang berduit akan menutupi aibnya asalkan belum tersebar di dunia maya." jelas Jungkook serius.

"Emang ada berita kayak gitu ?, di gue ngga ada tuh. Lo liat dimana ?."

"Bokap gue yang ngasih liat pas gue dihajar di kamar mandi. Tapi abang gue bilang di sosmed mereka juga ngga ada berita itu."

Jeon menghela nafasnya kasar. Percakapan mereka terhenti sejenak saat petugas rumah sakit masuk membawa sarapan pasien hari ini.

"Oke, lo makan dulu. Masalah ini ngga usah terlalu dipikirin, toh kalo berita itu benar adanya, temen lo pasti bakal rame pada nanyain."

Mata Jungkook seketika membulat setelah mengingat sesuatu. "HP gue mana ?" Menyodorkan tangan menagih benda pipih yang sejak semalam dia yakini ada di tangan Jeon.

"Ha ?" Jeon yang tak paham dengan gesture bocah itu. "HP apaan ?, gue ngga bawa HP lo."

"Lah !. Gue kira tas gue berisi HP dan obat ada di elo, makanya gue chat pake nomor abang gue soalnya gue lagi butuh obat dari rumah sakit kemarin."

"Tas itu dari kemarin lo tenteng ya, Tuan. Bahkan lo pulang dari kantor polisi juga tas itu tetep ada di elo. Udah lo makan aja dulu, biar bisa mikir tu otak."

Shine on MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang