Jeon mengambil sebungkus rokok dari sakunya. Diambilnya sebatang lalu dibakarnya, menyesap penuh khidmat dan menghembuskan kepulan asap beraroma menthol favoritnya.
Sesekali melirik Seokjin yang sedang fokus dengan video di depannya.
Seringai remeh terukir di sudut bibir Jeon. Detik berikutnya dia kembali menyesap rokok yang terselip di antara jarinya.
"Apa Jungkook sudah tau tentang rekaman cctv ini ?" tanya Seokjin.
"Belum."
"Lalu buat apa bertahun-tahun lo nyimpen video ini ?"
"Lo harusnya terimakasih ama gue atas hal ini." Jeon mematikan rokok yang masih sisa setengah itu, menghembuskan asap terakhirnya sebelum melanjutkan ucapannya.
"Karena dengan gue nggak ngomong ke Jungkook, dia bisa bertahan sampai hari ini. Maksud gue, untuk beberapa bulan yang lalu."
Seokjin mengernyit bingung dengan penuturan Jeon, dan Jeon hanya bisa mendengus kesal dengan hal itu.
"Gue mengalami hal yang sama dengan bocah itu. Kehilangan sosok nyokap dan adik perempuan oleh tangan bokap tiri. Gue melihatnya dengan jelas, rentetan kejadian itu terekam jelas di kepalaku. Gue masih kecil, gue nggak bisa ngapa-ngapain, hanya bisa berdiri kaku di balik pintu karena takut. Hari itu gue hanya berpikir untuk bisa selamat, ingin tetap hidup, dan akhirnya gue mutusin menganggap hal keji itu tak pernah terjadi. Koneksi bokap tiri gue sangat kuat hingga semua hal keji itu tertutup rapat, dan sialnya dia sangat sayang ke gue. Hingga di satu titik balas dendam menjadi jalan yang gue pilih, gue manfaatin semuanya, mengambil apa yang dia punya lalu menguak semua kebusukannya. Lo tau ?, dia terima semuanya, menerima vonis dari pengadilan dengan suka hati tanpa pembelaan. Yang tersisa buat gue apa ?, nggak ada. Kosong. Berjalan di jalur yang bernama dendam itu nggak akan berakhir baik. Semua akan berakhir saat kamu berhasil membalaskan dendam itu, hidup juga akan berakhir disitu, dan gue bertemu dengan bocah bernama Jungkook di tempat yang sama dengan tujuan yang sama juga. Mengakhiri hidup."
Suasana kembali hening dan Jeon tak suka situasi seperti ini. Diambilnya lagi sebatang rokok dan menyalakannya.
"Kita langsung ke intinya saja." Sedikit nada kesal di ucapan Jeon. "Gue tau lo nggak diam aja, gue tau dewasa ini lo juga ingin tau kenapa adik kecilmu berubah, gue tau lo juga sudah mencari tau masalahnya." Menjeda kalimatnya.
Jeon kembali menghembuskan asap rokok ke sembarang arah. "Lantas kenapa lo berhenti ?, udah nemu jawabannya ?, menyakitkan bukan ?. Itulah alasan gue buat nunda ini semua, karena ini satu-satunya alasan Jungkook bertahan dalam kehidupannya. Tapi sial gue terlambat, kita terlambat. Gue yakin Jungkook sudah tau semuanya. Bayangkan lo jadi dia, dihancurkan secara fisik dan mental. Bertahun-tahun mencari pembuktian, tapi kenyataannya orang yang dituju sudah tau betul permasalahannya. Bokap lo, seorang Kim Joohun sudah mengetahui semuanya, dan dengan bangsatnya dia memilih untuk diam merahasiakannya. Lo juga sama, Kim Seokjin"
"Lo tau apa tentang keluarga gue ?!" ketus Seokjin.
"Semuanya. Enggak deh, hanya beberapa yang berkaitan dengan Jungkook."
Seokjin menghela nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan kalutnya. "Lo nggak tau alasan kenapa bokap gue ngelakuin itu semua."
"Alasan yang mana ?. Pertama, menikah karena takut kesepian di masa tua ?, Jungkook kecil bahkan berjanji tak ingin menikah untuk merawat papanya. Kedua, mencari pengganti sosok ibu karena kalian pada masih bocil, lo nggak liat betapa mandirinya Jungkook setelah ditinggal bundanya ? bahkan dia selalu beres-beres rumah gue. Ketiga, setelah tau kebenarannya, bokap lo nggak bisa ceraiin si lampir karena perusahaan sedang dalam masa jayanya dan takut reputasinya turun, tapi dia lupa kalo anaknya hancur karena pilihannya."
"Lo benar-benar tau semuanya. Padahal lo orang lain bagi Jungkook. Tapi dia lebih percaya lo ketimbang kita, keluarganya." ucap Seokjin penuh penyesalan.
Dia menyesal tak membela adiknya sejak awal. Seokjin masih sangat muda saat itu, tak tau mana yang benar dan mana yang salah. Penuh rasa takut untuk mengambil langkah, hingga dia memilih untuk mennurut apa yang papanya katakan. Harapan sang ayah yang menginginkan dia menjadi sosok yang kuat untuk menjadi tempat berlabuh sang adik.
Tuntutan sang ayah dan juga pesan dari mendiang sang ibu seperti menjeratnya di jurang terdalam. Dia hilang arah, mungkin dia nampak baik-baik saja, namun mimpi buruk selalu menemaninya di setiap malam. Hingga mimpi itu menjadi kenyataan, ketika sang adik sudah munyerah dengan perjuangannya, hanya air mata penyesalan yang bisa Seokjin berikan.
"Lo nggak perlu menangis, nggak akan ada gunanya. Bukannya lo sudah pernah kehilangan Jungkook ?." sinis Jeon.
Seokjin menyeka air matanya. "Maksud lo ?"
Jeon tersenyum remeh. "Bukannya lo udah kehilangan jiwa Jungkook tepat saat Kim Hana meninggal ?, dan sekarang lo harusnya sudah terbiasa jika lo harus kehilangan raganya juga."
"Jungkook. Adik gue bakalan sembuh." sahut Seokjin.
"Itu akan menjadi sebuah keajaiban. Tapi buat apa Tuhan memberi keajaiban kepada manusia yang sudah enggan untuk bertahan ?. Gue selalu tanya ke Jungkook tentang apa yang dia inginkan kedepanya, dia selalu menjawab ingin mati-mati dan mati. Tapi saat dia menjawab tak tau atau entahlah, di situ gue berharap dia akan memiliki sisi ambisi yang gue miliki dulu namun penyakit itu datang seakan semesta ingin membuatnya tetap bungkam."
Sebatang rokok yang Jeon diamkan sedari tadi telah habis menjadi abu, dia ingin menyalakan sebatang lagi tapi diurungkan mengingat janjinya untuk berhenti merokok demi sang kekasih. Sebagai gantinya, dia mengambil cemilan yang Seokjin pesan sejak awal.
Sesekali Jeon menatap jengah ke arah Seokjin yang hanya bisa diam tertunduk dihadapannya. Jeon sangat kesal dengan keadaan ini, ingin sekali rasanya meninju siapapun yang ada di hadapannya. Dia tidak kesal dengan Seokjin, dia kesal dengan dirinya sendiri, kecewa karena tak bisa menyelamatkan Jungkook, sosok yang menariknya kembali dari belenggu keputus asaan. Andai dia bertemu Jungkook lebih awal.
"Dia butuh lo." ucap Jeon dan membuat Seokjin mendongak menatapnya.
"Lo kakaknya, gue cuma orang luar. Setidaknya buat apa yang seharusnya terjadi itu menjadi kenyataan." tambah Jeon.
Tangannya bergerak mencari beberapa file untuk diberikan kepada Seokjin. Beberapa bukti yang menunjukkan pelaku yang menabrak ibu beserta ketiga adiknya, Seokjin ingat betul wajah pelaku dan ternyata adalah teman Soomi. Bukti saat Jungkook ditangkap polisi karena membawa obat terlarang, pelaku dan penyebar berita juga berhubungan dengan Soomi.
Seokjin memanas seperti tertampar kenyataan. Apa yang selama ini dia lakukan hingga terlewatkan banyak hal ?. Petanyaan tak berujung terus berputar di kepalanya.
"Bawa semua ini. Lo paham kan apa yang harus lo lakuin ?. Bokap lo nggak akan bisa ngapa-ngapain, jadi tenang saja. Ajak semua adikmu kecuali dua orang. Jimin dan Taehyung, dia masih terlalu kecil untuk bisa paham. Ingat !, balas dendam tak selalu berakhir baik, jangan biarkan adik-adik lo kembali menyimpan dendam."
Jeon pun bangit dan melangkah pergi meninggalkan Seokjin sendirian.
"Lakukan sekarang, gue akan menjenguk Jungkook dan menjaganya. Suruh Jimin dan Taehyung menggantikan siapapun yang ada di rumah sakit saat ini." Menepuk pundak Seokjin yang terlihat tegar namun nyatanya sangat rapuh.
.
.
.
.
.
.
.
.
terimakasih sudah setia menunggu.
Cerita ini hanya hasil imajinasi, jadi jangan dianggap serius ya
mohon dukungannya... ('▽'ʃ♡ƪ) ( ̄y▽ ̄)╭ Ohohoho.....
jangan lupa voment ya. thanks
KAMU SEDANG MEMBACA
Shine on Me
FanficTentang kehidupan seorang Jungkook dan ke enam kakaknya. Hidupnya yang hanya seperti "haha hihi" ternyata menyimpan begitu banyak duka lara. Hingga tiba saat dimana keenam kakaknya sadar bahwa adik kesayangannya selama ini hidup dengan topeng yang s...