Bab 14 - Terasa Berbeda

61.1K 2.7K 52
                                    

Mamaku dan papaku terobsesi dengan nama awalan "a", karena itulah ketiga anaknya diberi nama dengan awalan "a" yaitu Alfi, Aurora, dan Adnan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mamaku dan papaku terobsesi dengan nama awalan "a", karena itulah ketiga anaknya diberi nama dengan awalan "a" yaitu Alfi, Aurora, dan Adnan.

Alasan orang tuaku terobsesi dengan nama awalan "a" disebabkan mereka memiliki nama awalan "z". Mamaku bernama Zahra dan papaku bernama Zidan. Mereka selalu mendapatkan absen akhir saat di kelas, karena itulah bertekad untuk punya anak dengan nama awalan "a" agar bisa mendapat absen awal di kelas.

Kata orang tuaku punya absen di akhir itu tidak enak, mereka tidak tahu saja kalau absennya di awal juga tidak enak.

Justru aku, abangku, dan adikku malah tidak ingin kalau nantinya punya anak dinamakan dengan awalan "a", karena kami selalu mendapatkan absen di awal dan itu sungguh mendebarkan jika dipanggil oleh guru. Kami bertekad akan memberi nama anak bukan dengan awalan "a" dan bukan juga dengan awalan "z".

Mengapa tiba-tiba aku malah memikirkan soal nama untuk anak? Sepertinya karena tadi malam di dalam rahimku kemasukan jutaan kecebong milik Brian. Ngomong-ngomong, apakah kecebongnya juga blasteran seperti Brian?

Selamat berebut agar bisa menyatu dengan sel telur wahai jutaan kecebong blasteran milik Brian.

Aku merasakan pergerakan pada tangan yang melilit di pinggangku. Aku menoleh, menatap Brian yang baru saja membuka matanya. Oh, si empunya kecebong blasteran bangun.

"Pagi ..."

Suara Brian yang seksi, serak, dan berat terdengar menggelitik telinga. Aku malah ingin menciumnya sekarang. Lihatlah bibir itu, sungguh pink menggoda. Bagaimana bisa bibir Brian malah lebih pink daripada bibirku?

"Pagi juga."

Aku menyahut singkat lalu mengalihkan pandangan ke arah lain. Rasanya ditatap oleh cowok tampan sungguh mendebarkan jiwa raga. Aku tidak kuat, lebih baik mengalihkan pandangan ke arah lain daripada nanti salting brutal.

Brian makin menempel padaku, dia memelukkku dengan erat.

"Thanks, Kak."

"Buat apa?"

"Yang tadi malem."

Pipiku terasa panas mengingat kejadian tadi malam. Rasanya menakjubkan, tetapi pagi ini berhasil membuat tubuhku terasa seperti remuk.

Aku mendongak, menatap Brian yang tersenyum padaku. Sepertinya dari tadi dia tidak melepaskan pandangannya dariku. Entah aku salah lihat atau tidak, Brian sepertinya sangat bahagia, wajahnya berseri-seri.

"Semalem aku ngeluarin di dalem, kalau Kak Au hamil gimana? Sorry, semalem aku nggak kepikiran sampai sana."

"Nggak masalah kalau jadinya hamil. Emang kamu belum siap punya anak?"

"Aku siap. Tapi semua terserah Kak Au, karena kalau hamil yang mengandung Kak Au bukan aku."

"Hm ... kalau aku sih santai aja, Bri. Kalau entar hamil ya nggak masalah, kalau enggak juga nggak masalah, just let it flow."

Marrying The Hot Berondong (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang