Bab 6 - Pernikahan Kilat Express

54.3K 3.3K 106
                                    

Apa katanya?! Menikah?!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apa katanya?! Menikah?!

Bagaimana bisa Brian meminta izin untuk menikahiku dengan begitu entengnya seperti tengah meminta izin untuk mengajakku bermain? Astaga, bocah itu benar-benar membuatku terkejut.

Saat aku menatap Brian lamat-lamat, dia balas menatapku lalu tersenyum dengan wajah tanpa dosa. Dia tersenyum sambil mengerjap dengan muka polos membuatku yang ingin memarahinya langsung batal, justru sekarang aku malah ingin memasukkannya ke dalam karung.

Wajah Brian sungguh membantunya, tersenyum sedikit saja pasti membuat orang lain yang ingin memarahinya harus memikirkannya berkali-kali.

Beberapa saat setelahnya, suasana di ruang tamu berubah menegangkan, mendadak menjadi ruang sidang.

Aku dan Brian duduk bersebelahan, disidang nenek Rahma, orang tuaku, dan Adnan yang sebenarnya hanya menjadi penonton.

“Jelaskan secara rinci kejadiannya,” perintah mamaku.

Aku dan Brian saling pandang, kulihat Brian tampak biasa saja dan mulai menjelaskan dengan lacar, sedangkan aku begitu gugup dan hanya sesekali ikut bicara. Apakah hanya aku yang merasa takut di sini? Mengapa Brian begitu tenang?

“Kalau begitu, Mama mau kalian menikah.” Ucapan mama membuatku melotot. “Brian, Tante menyetujui kamu untuk menikahi Aurora.”

“Tapi, Ma ...”

Aku berusaha untuk membuat alasan agar boleh menolak pernikahan ini.

Lebih baik aku dihukum daripada menikah tiba-tiba, apalagi dengan Brian yang kuanggap seperti adik sendiri. Kalau alasan Brian menikahiku hanya karena merasa harus bertanggung jawab, maka aku tidak butuh itu, karena aku tidak ingin menikah dengan lelaki yang tidak mencintaiku.

“Kalian udah berbuat hal yang nggak seharusnya kalian perbuat, walaupun itu karena obat perangsang yang nggak sengaja Aurora minum. Tapi tetap aja, Nenek rasa kalian harus nikah,” kata nenek Rahma.

Aku menatap papa, kini harapanku hanya tersisa pada papa. Kuharap papa bisa menolak ini dan memihakku.

“Papa juga setuju.”

Ah, tidak, bagaimana ini? Tunggu, masih ada Adnan! Aku beralih menatap adikku yang kini tengah balas menatapku. Seharusnya dia marah ‘kan? Seharusnya dia tidak setuju kalau aku menikah dengan temannya sendiri ‘kan?

“Saya setuju banget Kak Au nikah sama Brian.”

Bahuku merosot jatuh, seketika merasa lemas. Jika aku memberi alasan untuk menolak sepertinya tidak akan bisa, karena semua orang di sini telah setuju agar aku menikah dengan Brian. Apakah kini aku hanya bisa menerima?

Aku kembali menatap Brian. Tunggu, apa aku salah lihat? Samar-samar kulihat Brian tersenyum singkat. Mengapa dia tersenyum? Bukankah seharusnya dia merasa sedih karena harus menikah muda denganku?

Marrying The Hot Berondong (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang