BAB 23

181 14 4
                                    

Haiii
Mari melanjutkan perjalanan yang belum selesai
Klik bintang dulu biar nggak lupa

Selamat baca^^

BAB 23: TITIK TEMU DI DERMAGA

Kalau nggak ketemu, berarti waktunya tinggal di bumi nggak bisa lama.

•••

"Rindu itu berat, biar aku saja," kata Dilan. Raga juga rindu, tapi dia tidak mau rindunya sendirian. Raga ingin rindunya cepat berbalas. Raga ingin Nala juga rindu. Raga mau rindunya menjumpai titik temu. Dia tidak ingin seterusnya berlarut-larut pada perasaan yang membuatnya seperti tersesat di tengah lautan, terombang-ambing. Raga ingin menepi, menemui dermaganya kembali. Tapi, ini bukan soal dermaga.

Terhitung sudah 1 minggu sejak Raga tidak bertemu lagi dengan Nala. Gadis itu hilang tiba-tiba. Tidak meninggalkan kabar, pesan, atau petunjuk apapun yang bisa membuat Raga untuk mencari tahu jelasnya.

Selama 1 minggu pesannya tidak dibalas. Selama itu pula, setiap panggilan yang Raga lakukan ke nomor gadis itu, tak pernah ada jawaban.

Motor besar berwarna merah itu melaju pada kecepatan rata-rata. Tidak, sebenarnya lebih pelan daripada rata-rata. Membawa pemiliknya menyusuri jalanan, entah akan kemana arah tujuannya. Yang penting, segala pikiran kalut dan gelisah itu tertinggal. Walaupun sejujurnya, hatinya tetap tidak bisa diam menggaungkan nama gadis itu.

Raga rindu. 1 minggunya hanya diisi dengan banyak melamun. Apapun kegiatan yang ia lakukan, pikirannya tak pernah ada di sana. Hati dan pikirannya dijajah oleh nama gadis itu. Seolah, mau bagaimanapun caranya, mau bagaimanapun Raga menyibukkan diri agar tak terpikirkan, nama itu seperti permanen di otaknya. Tidak bisa hilang.

Perihal hati, urusannya kadang bisa serunyam ini. Membuat pemiliknya tidak bisa tidur, tidak nafsu makan, pikirannya melalang buana apapun keadaannya. Seperti manusia hidup tapi tidak hidup.

Bahkan, ayahnya pun sampai geleng-geleng kepala melihat putranya yang sarapan di meja makan dengan tatapan kosong dan lesu. Tak ada yang bisa ayahnya lakukan jika sudah berurusan dengan hati. Hanya kalimat-kalimat motivasi yang dapat ayahnya ucapkan. Ya, walaupun tak sedikitpun menyemangati.

"Sudahlah, Raga, jangan terlalu dipikirkan gadis kue manismu itu," ucap Papa Raga tadi pagi saat menyendok nasi untuk ia letakkan di atas piringnya.

"Gadis kue manis? Siapa?" Raga mengerutkan dahinya.

"Siapa lagi? Nala-lah. Dia tidak kemana-mana, Raga, dia pasti kembali. Jangan dipikirkan, seolah kamu menghadapi masalah paling rumit sepanjang usia," tuturnya.

Sebenarnya, masalah ini memang tidak serumit itu. Hanya saja, perasaan Raga membuatnya menjadi lebih rumit.

Motor besar itu membawanya melewati lapangan basket. Minggu pagi seperti ini, lapangan itu selalu ramai oleh anak laki-laki. Laju motornya terhenti kala melihat anak laki-laki yang sedang menaikkan standar sepedanya. Dengan mengenakan jersey kebanggaannya bernomor punggung 13. Raga mencegahnya sebelum anak laki-laki itu berlalu dengan sepedanya.

"Sagala!" panggil Raga. Ia membuka helmnya untuk memudahkan bocah laki-laki itu mengenali wajahnya.

"Eh, Kak Raga?" Bocah laki-laki itu lantas menghampiri Raga yang berhenti di tepi jalan.

RAGAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang