BAB 38

230 9 0
                                    

Haii
Masih nungguin kisah Raga dan Nala?
Klik bintang dulu sebelum baca.
Follow akun wattpad Reniipst_ juga ya biar nggak ketinggalan update.

Selamat baca^^

BAB 38. KEPULANGAN DI KAMAR ALAMANDA

Dalam kisah ini, biar aku yang jadi paling egois. Kamu cukup jadi pemeran paling baiknya saja.

•••

Entahlah sudah berapa hari berlalu. Entah sudah hari ke berapa rumah sakit itu jadi tempat beristirahat bagi gadis itu. Entah sudah berapa banyak kantung infus yang sudah dihabiskan gadis itu. Yang jelas, sudah cukup sering.

Sudah cukup sering pula laki-laki itu datang ke sini. Alih-alih menjenguk, ia sering kali hanya berdiri sedikit jauh dari kamar Aglonema. Beberapa kali ia berpapasan dengan suster yang rutin mengecek keadaan pasien di ruang Aglonema.

Pagi ini, Raga datang ke rumah sakit untuk menjenguk Nala. Tidak tau sudah ke berapa kali ia datang ke sini. Saking seringnya ia datang ke sini, hingga ia hafal tentang jadwal gadis itu. Kapan gadis itu makan, kapan gadis itu istirahat. Seolah sudah jadi kebiasaan Raga untuk mengingat perihal gadis itu.

Tangannya mendorong pelan gagang pintu ruang Aglonema. Menampilkan seorang gadis yang penampilannya benar-benar membuat Raga terkejut melihatnya. Gadis itu, duduk di tepian ranjang. Menangis terisak sendirian. Dan yang lebih mengejutkannya, rambut gadis itu telah habis.

Merasa ada seseorang yang masuk ke ruangannya, gadis itu mengangkat wajahnya. Hidung dan matanya memerah akibat menangis semalaman. Menyisakan sembab yang begitu tampak di kedua kelopak matanya.

Raga terkejut melihat keadaan gadis itu. Ia tidak tau sebab dari tangis yang menghiasi wajahnya pagi ini. Ingin sekali ia memeluknya. Mendekapnya dengan kehangatan. Menghapus sisa-sisa air mata yang membasahi wajahnya hingga memerah itu.

Nala ingin tersenyum melihat kehadiran Raga di sana. Namun niatnya ia urungkan bahwa ternyata Raga tidak sendirian masuk ke ruangannya. Laki-laki itu berjalan mendekatinya. Namun, kehadiran gadis di sebelah Raga, membuat Nala termenung dan muak melihatnya.

"Hai, Na." Alin menyapa dengan begitu ramah. Ia memberikan seulas senyum kepada Nala. "Gimana keadaan lo?"

"Nggak lebih baik dari kemarin," jawabnya tidak ramah.

Paham dengan kondisi Nala saat ini, Raga menatap Alin sejenak. Memberinya isyarat untuk keluar sebentar. Gadis itu tanpa pikir panjang menuruti perintah Raga. Ia berjalan keluar, memberikan ruang untuk Raga dan Nala bicara.

Ia sadar, bahwa tidak semua hal bisa ia ikut campuri. Kadang ada hal tidak bisa ia lewati batasnya. Ia cukup berdiri di tepian, tanpa harus melakukan apapun untuk bisa ikut serta di dalamnya.

Raga menatap gadis di depannya yang sibuk menghapus sisa-sisa air matanya. Raga menatapnya lekat-lekat. Kenapa di saat seperti ini, tangannya begitu berat untuk terangkat menghapus tangis gadis itu. Ia ingin selalu jadi pelangi tiap kali gadis itu melewati badainya. Sialnya, dirinya terlalu pengecut.

"Na, rambut kamu," ucapan Raga tercekat. Sudah sejak masuk kamar ini keterkejutannya melihat rambut gadis itu yang telah habis.

"Kenapa? Kaget?" Nada bicara gadis itu terdengar sengit.

Raga menarik kursi lantas mendudukkan tubuhnya di depan gadis itu. Menatap lekat-lekat tepat di kedua manik matanya.

RAGAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang