BAB 34

168 7 0
                                    

Halo.
Siapkan hati untuk baca bab ini.
Jangan nangis.
Klik bintang dulu biar nggak lupa.

Selamat baca^^

BAB 34: PENGHUNI KAMAR SEBELAH

Tuhan mengambil sedikit dari manusia, agar manusia itu tidak tinggi hati.

•••

30 menit berlalu, gadis itu habiskan untuk mengisi buku diary yang selalu ia bawa kemana-mana. Buku itu telah menampung banyak perasaannya. Segala tentang sedih dan senangnya, semua terkemas dengan aksara yang rapi dalam lembaran-lembaran kertas itu.

Bukunya ia letakkan sembarangan di kasurnya. Ia beranjak dari atas ranjang membawa selimut yang biasa ia pakai ketika tidur.

Mama tertidur pulas di sofa yang tersedia di ruangan itu. Maka dengan hati-hati Nala menyelimuti tubuh wanita paruh baya itu. Hati-hati seolah gerakan sekecil apapun akan membangunkannya dari tidur lelap itu.

Nala kemudian melangkah keluar. Sebelah tangannya mendorong stand infus. Ia mencari tempat duduk di luar kamarnya. Malam ini ia ingin duduk di luar, menikmati kesunyian rumah sakit di jam 10.07 malam. Ia bosan setiap waktu hanya berbaring di atas kasur.

Sejak ia menulis di buku diary tadi, sebuah aerphone sudah terpasang di telinganya. Memutar lagu yang sama selama 15 kali. Lagu yang berjudul Cancer dari Chemical Romance.

Tiba-tiba ia teringat kalimat ayahnya. Katanya, Nala harus semangat untuk bisa sembuh. Nala tau, dalam lubuk hati laki-laki itu, ayahnya ingin Nala lekas sembuh. Ia tak ingin Nala seperti ini. Ia tidak ingin putrinya terlalu lama mendekam di rumah sakit. Karena rumah sakit adalah satu-satunya rumah yang bukan tempat untuk pulang. Rumah sakit hanyalah rumah pengobatan. Bukan untuk tinggal, apalagi bernaung.

Andai sebelum lahir ke dunia, Nala boleh memilih. Ia akan memilih untuk hidup dengan garis takdir yang berbeda. Bukan seperti hidupnya saat ini. Hidup dengan penuh kegagalan dan penyakitan.

Nala menoleh ketika merasakan tempat duduknya bergoyang. Di sebelahnya, duduk laki-laki dengan pakaian rumah sakit membalut tubuhnya. Tidak ada keberadaan stand infus yang dibawa laki-laki itu. Mungkin memang tidak diinfus.

"Hai, Kak," laki-laki itu tersenyum menyapanya.

Nala melepaskan kedua aerphone yang terpasang di kedua telinganya. "Hai," balasnya kikuk.

"Sendirian aja, Kak?" tanya laki-laki itu. Dilihat dari wajahnya, mungkin laki-laki itu lebih muda darinya. Sepertinya dia juga pasien di rumah sakit ini. Melihat baju yang membalut tubuhnya saat ini adalah baju pasien.

"Haha, iya. Lagi pengen sendirian," jawab Nala.

"Oh, berarti aku ganggu ya?" Laki-laki itu hendak beranjak dari sana.

"Eh, engga. Nggak papa sini aja." Nala jadi merasa tidak enak dengan laki-laki itu. Namun laki-laki itu kemudian duduk kembali. Sejenak keadaan menjadi hening.

"Namaku Javier, panggil aja Javi." Laki-laki itu mengenalkan namanya. "Nama Kakak siapa?"

Nala menoleh, "Nala," jawabnya.

"Nama lengkapnya?"

"Naladhifa Kyla Batari."

"Nama yang cantik," ucap laki-laki itu seraya tersenyum. "Di sudut kota ini, ada toko kue paling manis tapi nggak bikin diabetes, namanya Kyla Bakery."

RAGAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang