BAB 39

219 11 0
                                    

Halo
Kaga usah opening deh
Pokoknya selamat baca^^

BAB 39: KISAH KITA BERAKHIR DI BULAN APRIL

Jadi, cukup sampai di sini hubungan yang tidak sehat ini. Kita usai dan selesai.

•••

Kepulangan adalah satu-satunya pulang yang disambut dengan tangis pilu. Di mana semua orang terkasih harus punya ikhlas yang banyak. Padahal merelakan bukan hal yang bisa dibilang gampang. Namun bagaimana? Kehendak semesta akan semakin menyakitkan jika tidak diterima dengan hati yang lapang.

Namun begitu, tangis pilu itu masih menemani pasien di kamar Aglonema. Penampilannya sudah sangat memprihatinkan. Meski rambutnya sudah tak ada lagi, wajah gadis itu yang tampak berantakan. Semalaman wajahnya basah akibat air mata. Matanya sudah sembab seperti bengkak yang tak berkesudahan.

Nala masih tidak ikhlas akan kepergian Javi semalam. Meski jasadnya sudah di bawa pulang, Nala masih berduka. Setelah ini tidak ada lagi yang mengajaknya makan carrot cake meski ia tidak suka. Tidak ada lagi yang memotretnya menggunakan kamera analog di malam-malam yang hening. Tidak ada lagi yang mengajaknya mengobrol kala ia diam-diam keluar kamar.

Semalam, saat kabar duka itu terdengar hingga kamarnya, Mama berkunjung ke kamar sebelah. Bukan untuk apa. Melainkan untuk menenangkan Bunda  Javi meski Bunda Javi tetap menangis terisak atas kepergian putranya.

"Kak, udahan nangisnya ya? Biar Javi tenang," ucap Sagala yang duduk di sebelahnya. Sepasang adik kakak itu duduk bersebelahan di tepi ranjang milik Nala.

Saat mendengar kabar duka dari kamar Alamanda, Sagala ikut sedih. Karena jika laki-laki seusianya itu pergi, maka kakaknya kehilangan 1 pengisi hari-harinya di rumah sakit. Nala sempat menerima secarik kertas yang dititipkan pada Sagala. Yang saat ini, kertas itu berada dalam genggaman tangannya dengan keadaan sudah kusut masai.

"Kalau Kakak tau... Javi pergi secepat ini... Lebih baik tidak usah bertemu," ucap Nala terbata-bata di sela isak tangisnya.

"Kak, kan nggak semua orang bisa sama kita selamanya," ucap Sagala mencoba menenangkan. "Kata Mama, ada seseorang yang bisa menemani kita sampai di akhir halaman. Tapi, ada juga yang cuma bisa mengisi beberapa halaman."

"Tapi, hilangnya jangan dengan kabar duka," sanggah Nala kembali terisak.

Terdengar seseorang muncul dari pintu. Sagala menoleh, tapi tidak dengan Nala. Gadis itu seakan tidak peduli dengan siapa yang datang.

Bersama dengan kedatangan seseorang itu di kamarnya, Sagala lantas keluar. Memberikan ruang pada seseorang itu untuk menenangkan Nala.

Ia hanya berdiri di depan Nala. Menatapnya dengan diam. Seakan tidak ada kalimat yang bisa ia ucapkan sepatah pun.

"Nala."

Nala mengangkat pandangannya. Ia tertegun menatap laki-laki di depannya. Tangisnya sempat terhenti sejenak. Ia teringat dengan ucapannya kemarin. Kalimat-kalimat menyakitkan yang ia ucapkan pada laki-laki itu kemarin. Namun tangisnya kembali membanjir kala ia merasakan kerinduan. Ia ingin memeluk laki-laki itu untuk sekedar menumpahkan tangisnya. Ia ingin bercerita pada laki-laki itu jika ia merasa sangat kehilangan.

Maka tanpa diminta, Raga segera menarik gadis itu ke dalam dekapannya. Memperat dekapan itu seiring tangisan gadis itu yang semakin tak terbendung.

"Gue di sini, Na. Gue nggak peduli dengan apa yang terjadi kemarin. Gue ada di sini, untuk menghibur kesedihan lo," ucap laki-laki itu sembari mengusap lembut punggung gadis di dalam dekapannya.

RAGAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang