03

10.6K 773 13
                                    

Adam menatap langit malam dari balik jendela balkon kamarnya. Pemuda itu terlalu sibuk memikirkan ucapan Bianca hingga tidak menyadari bahwa Ken memasuki kamarnya. Laki-laki itu menatap Adam dengan pandangan sendu, dalam matanya, Adam terlihat terlihat menyedihkan.

"Sagas."

Adam membalikkan tubuhnya. Menatap sosok Ken tanpa ekspresi berarti, kemudian kembali menatap keluar jendela. Ken tersenyum miris melihatnya. Rasa-rasanya dia tengah berhadapan dengan orang asing daripada putranya sendiri.

"Ayo turun, kita makan malam." Ken mengusap pelan surai Adam membuat pemuda itu mendongak.

"Bisakah aku makan di sini saja? Aku malas."

Adam menghembuskan napasnya kasar, demi apapun dia tidak akan mau berada satu ruangan dengan Tianjing juga anak-anak iblisnya itu. Ken tersenyum tipis melihat Adam lalu mengangguk.

Setelah Ken keluar, Adam kembali menatap keluar jendela. Sepertinya kegiatan ini akan menjadi favoritnya, letak balkon kamar nya ini juga sangat pas. Baiklah, saatnya berpikir bagaimana caranya mengabulkan ucapan Bianca.

Bukan hal sulit sebenarnya untuk Adam, ya jika dia masih menjadi Adam, hal yang diinginkan Bianca hanyalah sebuah permintaan kecil, dengan satu jentikan jari pun Adam mampu melakukannya. Masalahnya, sekarang Adam menempati raga Sagas, putra bungsu yang bernasib malang. Akan sulit baginya bergerak bebas.

Adam menghela napas, memikirkannya membuat dia lapar. Tapi turun ke bawah membuatnya malas, menunggu makanan juga lama. Adam berjalan menuju ranjangnya, mungkin tidur sebentar tidak akan menjadi masalah.

Baru hendak merebahkan dirinya, matanya menatap sebuah botol kecil yang terlihat menyembul dari dalam laci meja belajar. Adam mengambilnya, tentu dia tau benda yang ada di tangannya ini, bukan hal asing lagi. Tapi untuk apa benda ini ada di sini?

"Bianca." Seru Adam memanggil Bianca.

Wanita itu tak lama muncul di belakangnya. Adam merinding merasakan hembusan napas wanita itu yang mengenai lehernya. Pemuda itu berbalik lantas menunjukkan botol di tangannya pada Bianca. Alisnya terangkat meminta penjelasan.

"Untuk apa obat ini ada di sini? Aku tidak ingat kau pernah menjelaskan Sagas memiliki penyakit."

Pain Killer, tau sendiri kan itu obat apa? Adam hanya penasaran, sedikit.

"Aku tidak tau, dia memang sering merasa sakit, nanti kau juga akan merasakannya."

Adam melirik sinis wanita yang duduk di ranjangnya itu. Sedang Bianca acuh tak acuh, wanita itu sibuk melihat kukunya yang sepertinya baru saja di poles.

"Hey Bianca, aku masih penasaran. Kau ini apa?"

<<<

Sinar mentari pagi menerobos masuk melalui celah korden yang terbuka. Adam menggeliat, netra hitam itu perlahan terbuka. Hanya sebentar sebelum kembali tertutup. Demi apapun Adam malas bangun. Bolehkan dia menghabiskan hari dengan malas-malasan? Bukankah akan enak sekali jika seharian dia hanya rebahan di kasur empuk ini? Ahh Adam ingin merasakannya. Selama hidupnya menjadi Adam, dia belum pernah bisa menikmati tidur dengan baik. Yahh, hari-harinya hanya lari dan lari, kalau tidak ya sembunyi.

"Tuan muda."

Panggilan dari luar kamarnya membuat Adam kembali menggeliat. Tangan pucat itu menarik selimut hingga menutup seluruh badannya. Bertepatan dengan pintu kamarnya yang terbuka lebar. Pria dengan stelan jas rapi itu melangkah masuk. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis melihat tuan mudanya.

"Tuan muda, bangunlah, hari ini anda sekolah."

Dia, Joan menepuk pelan gundukan selimut di depannya. Adam menyibak selimutnya dan menatap polos ke arah Joan.

"Huh? Sekolah?" gumam pemuda itu,

Sedangan Joan menggigit bibir dalamnya menahan gemas, sungguh, tuan mudanya terlihat menggemaskan sekarang!

"Iya tuan muda, mari bangun. Mandi dan turun ke bawah untuk sarapan."

Adam merinding. Sarapan? Maksudya duduk bersama dengan Tianjing dan tiga iblis itu? Ughh tiba-tiba Adam merasa malas.

Sebuah kilasan muncul di dalam kepalanya, memperlihatkan sosok Sagas yang duduk diam di meja makan bersama keluarganya, pemuda itu beberapa kali mendapat cacian dari kakak-kakaknya, sedangkan sang ayah hanya diam memperhatikan. Membayangkan Adam akan mengalami hal serupa, membuat wajah anak itu mendadak dingin.

"Tuan muda?"

Adam mengibaskan tangannya, mengode Joan untuk keluar yang langsung di turuti pria itu. Adam berjalan ke arah kamar mandi. Mungkin dia akan memulai permainannya hari ini. Toh, Bianca tidak akan marah kan?

Adam berjalan menuruni tangga dengan wajah datar. Matanya sejak tadi menelisik rumah besar ini mencari Ken. Bianca bilang pria itu sering membangunkan Sagas,tapi pagi ini Adam tidak melihat Ken di manapun. Di belakang Adam, Joan senantiasa mengikuti tuan mudanya, wajahnya juga tak menunjukkan ekspresi apapun meski sebetulnya pria itu tengah menahan gemas.

Oh ayolah! Penampilan Adam yang seperti preman itu berlawanan sekali dengan wajah manisnya. Apakah Adam tidak sadar jika wajahnya itu lumayan menggemaskan? Ya walau sekarang auranya terkesan gelap sejak Adam menempati tubuh Sagas.

"Maaf tuan muda, ruang makan sebelah kanan!" Seru Joan ketika melihat Adam yang justru berjalan ke arah kiri.

"Aku tau."

Pemuda itu melanjutkan jalannya ke arah kiri, Joan tetap mengikuti dengan perasaan cemas. Bagaimana jika Tian sudah menunggu? Joan takut tuan mudanya ini akan diamuk. Mengingat mereka sangat tidak menyukai tuan mudanya, ahh bahkan mereka membencinya.

Adam berhenti melangkah, netra hitam itu memperhatikan seorang pria paruh baya yang membungkukkan badannya ketika melihat kedatangan Adam. Kalau tidak salah dia Gian, kepala pelayan di rumah Tianjing.

Adam hanya meliriknya sebentar sebelum melanjutkan langkahnya. Langkah anak itu membawanya keluar rumah. Di hadapannya sudah terparkir sebuah mobil yang biasanya membawa Sagas pergi. Di sebelah mobil itu juga ada Juna, supir pribadi Sagas. Adam tersenyum cerah, melupakan Joan yang di belakangnya tengah menahan rasa khawatirnya. Apakah tuan mudanya akan pergi? Melewatkan sarapan? Bagaimana ini?

"Tuan mu__"

"Aku berangkat Joan, bye bye."

Adam masuk ke dalam mobil dengan wajah cerah. Pagi yang indah bukan karena dia tidak perlu melihat wajah-wajah iblis itu? Mobil mewah itu melaju keluar halaman. Meninggalkan Joan yang saat ini tengah menggigiti kukunya.

Sedangkan di ruang makan, aura suram sangatlah kentara di sana. Beberapa penjaga dan maid yang berdiri di sana mati-matian menahan diri untuk tidak pergi, sungguh aura Tian dan anak-anaknya seperti seekor induk beruang yang melahirkan.

"Oh ada apa ini? Dan di mana Sagas?"

Ken memasuki ruang makan dengan kerutan di dahinya karena tidak melihat putranya. Laki-laki itu duduk di sebelah Tian yang terlihat suram. Pun dengan tiga anaknya yang sepertinya tengah dalam mood buruk.

"Anak sialan itu tidak muncul." Tian berujar tenang meski tangannya terkepal kuat. Dia benci menunggu kau tau? Apalagi menunggu anak tidak berguna itu!

Ken sendiri terheran-heran, tidak biasanya Sagas datang terlambat ke meja makan. Anak itu selalu menjadi yang pertama. Apakah dia belum bangun? Ken baru hendak bangkit untuk menemui Sagas, namun kedatangan Joan membuatnya urung.

"Maaf tuan, tuan muda Sagas baru saja pergi." Joan membungkuk, tidak berani menatap wajah Tian yang terlihat semakin muram. Bahkan laki-laki itu bersiap ingin melempar gelasnya namun ditahan Ken.

"Tenanglah, aku sudah menjelaskan kondisi Sagas pada mu, mungkin dia merasa asing. Nanti aku akan bicara dengannya, lebih baik kita makan dan kau Joan, silahkan kembali bekerja."

Wah Ken, sungguh...

De Facto (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang