Adam membuka kedua matanya. Mata hitam itu mengerjap untuk menyesuaikan cahaya. Oh? Dia kembali? Matanya menelisik ruangan, yahh ini kamar Sagas. Dia benar-benar kembali.
Adam mendudukkan dirinya dengan punggung yang bersandar pada kepala ranjang. Menatap kedua tangannya yang kembali mengecil. Adam tersenyum tipis. Entahlah, tapi tak bisa dia pungkiri bahwa hidup di dalam raga Sagas memang lebih tenang daripada hidupnya dulu.
Dulu, Adam tak pernah bisa tidur tenang. Orang-orang yang memburunya ada di mana-mana. Bukan tak mungkin mereka akan menyerang ketika Adam terlelap. Dan ya, beberapa kali memang terjadi.
Sekarang bolehkah Adam berharap bahwa dia akan hidup tenang? Ahh meski sepertinya tidak mengingat kehidupan Sagas yang penuh masalah.
Bagaimana jika dia kabur saja? Bagi Adam bukan hal mustahil untuk pergi dari keluarga iblis ini.
"Jangan coba-coba, Adam. Kau lupa keinginan ku?"
Adam terbatuk ketika aroma manis tiba-tiba menguar terlalu kuat. Bianca berdiri di depannya dengan wajah marah. Meski setelahnya wanita itu langsung menubruknya dengan pelukan erat.
"Kau! Beraninya! Kenapa tidak bangun-bangun huh?! Aku takut kau mati!" Seru Bianca membuat Adam terkejut. Tangan yang semula menggantung di udara itu kini mengelus pelan punggung Bianca.
"Aku tidak tahu." Gumam Adam, dia benar-benar tidak tahu oke?
Bianca melepaskan dirinya dari Adam, wanita itu kini duduk di hadapannya. Tatapan tajamnya dia layangkan membuat Adam tersenyum canggung. Ada apa?
"Apa yang kamu lihat?"
Adam mengerutkan keningnya, maksdunya? Apakah dia harus berkata jika dia bertemu Sagas asli? Tapi sepertinya tadi Sagas tidak terlalu menyukai Bianca? Wahh, sebetulnya ada apa ini?
"Padang, ruangan putih. Aku sendirian kau tahu? Itu mengerikan, aku kira aku mati." Adam bungkam menatap Bianca yang menghela napas pelan. Mata wanita itu terpejam dengan kening mengkerut.
"Dengar, kau masih mau lanjut?"
Adam terdiam, apakah dia ingin lanjut? Apa jika dia berhenti, dia akan mati? Tapi apabila Adam lanjut, apakah dia harus merasakan rasa sakit seperti kemarin lagi?
"Aku akan mati?"
Giliran Bianca yang terdiam. Adam memberikan tatapan penuh tuntutan, namun wanita di depannya itu justru memalingkan wajahnya. Ahh Adam mengerti. Dia akan mati. Sejak awal Bianca lah yang membawanya.
Adam tertawa kecil, yang dialaminya ini tidak masuk akal sekali. Oke berapa banyak dia sudah menyebut kata tidak masuk akal? Tapi memang begitu kan kenyataannya.
"Kau membuat ku gila, Bianca."
Bianca hanya diam, angin berembus pelan, aroma manis dalam kamar itu memudar. Adam menatap ke tempat duduk Bianca tadi, ahh wanita itu pergi.
Adam tersenyum miris. Dia sadar, Bianca tak ingin melepaskannya. Adam dapat melihat dengan jelas kilatan ambisi dalam mata wanita itu. Ada sesuatu yang terjadi di masa lalu. Sesuatu tentang Bramata dan Bianca. Siapa Bianca?
<<<
"Jo, sudah dua belas tahun sejak dia pergi. Tapi entah kenapa aku merasakan keberadaannya."
Dalam remang sebuah ruangan, Ken duduk dengan kepala tertunduk. Di hadapannya, Jonathan menghela napas panjang.
"Lupakan masa lalu, dia sudah mati." ucap Jonathan.
Ken menggeleng pelan. Ya, tapi entah kenapa dia merasakannya, Ken merasa bahwa dia ada di sini. Perasaannya tak pernah berbohong.
"Lebih baik kau lindungi Sagas. Orang itu kembali."
Ken mengepalkan kedua tangannya. Matanya berkilat penuh amarah dan dendam. Dalam diam dia bersumpah tidak akan membiarkan bajingan itu menyentuh putranya. Ken tak mau kehilangan lagi. Cukup dulu!
"Mahen, kenapa kau sejak tadi diam?" Jonathan memutar kursinya menghadap ke pojok ruangan. Tempat di mana Mahen duduk dengan ekspresi rumit.
Pria itu tak bicara lagi setelah keluar dari kediaman Bramata. Dia memilih memojok dan duduk diam di sana. Mengabaikan Jonathan dan Ken, menganggap seolah-olah mereka tidak ada.
"Ken, aku rasa aku tau."
Mahen tiba-tiba berdiri dari duduknya membuat dua pria dewasa di depannya juga refleks ikut berdiri.
"Aku tau apa yang terjadi dengan putra mu!"
Mahen berlari keluar ruangan disusul Ken dan Jonathan. Mereka membawa mobil mereka dengan kecepatan penuh menuju kediaman Bramata.
'Ada sesuatu...'
Mahen menjilat bibir bawahnya. Sudah lama sekali dia tidak merasakan perasaan ini. Gairah yang membuncah ketika dia menemukan sesuatu yang nyaris mustahil terjadi. Mata biru Mahen berkilat. Dia tidak sabar melihat apa yang akan terjadi.
<<<
Stevan termangu di depan kamar Sagas. Terhitung sudah setengah jam pemuda itu hanya berdiri menatap ragu pintu di hadapannya. Beberapa kali tangan itu terayun untuk membuka, namun kembali urung.
Dari arah tangga, Bella datang. Senyum yang semula terpatri dalam wajah cantiknya seketika lenyap ketika melihat tunangannya yang masih berdiri di depan pintu kamar Sagas. Perasaan tadi Bella meninggalkan Stevan lumayan lama.
"Hey, masuklah! Kau menunggu apa? Pintu terbuka sendiri begitu? Cih!" Bella menyenggol pundak Stevan lumayan kencang membuat pemuda itu bergeser sedikit.
Oh, sejak kembali bersama Sagas waktu itu, Bella menjadi orang yang blak-blakan. Benar-benar melupakan sikap anggunnya.
Stevan mendengus kasar, "Kau saja yang buka."
Pemuda itu benar-benar menggeser seluruh tubuhnya menjauh dari pintu, memberi Bella ruang. Sedangkan gadis itu ternganga. Tunangannya ini benar-benar! Masuk ke dalam kamar adiknya saja ragu-ragu sekali. Padahal Sagas juga tidak bangun.
"Ayo masuk bod__Sagas!!"
Stevan tersentak ketika mendengar Bella berteriak. Sedang gadis itu sudah berlari masuk ke dalam. Stevan menyusulnya. Tubuhnya mendadak kaku melihat orang yang sudah tidak sadarkan diri selama satu minggu kini terbangun.
Stevan tersenyum tipis, diam-diam hatinya merasa lega.
"Kapan kau bangun? Astaga aku senang sekali!" Pekik Bella membuat Adam terkekeh kecil.
"Kau ini berkata seolah-olah aku tidur lama." Kekeh Adam.
Mendadak ruangan menjadi hening. Adam menghentikan tawa kecilnya. Matanya mengerjap bingung. Ada apa? Apakah dia salah bicara?
"Kenapa?" Tatapan polos Adam membuat Stevan tersentak. Astaga! Sagas nya terlihat lucu!
"Kau tidur satu meinggu kau tau?" Ujar Bella pelan.
Adam yang mendengarnya melebarkan matanya. Pantas Bianca tadi terlihat seperti sudah lama tidak melihat dirinya.
Adam mengalihkan pandangannya ke arah Stevan yang berdiri tak jauh dari nya. Hanya perasaan Adam saja atau mata pemuda di depannya itu terlihat hangat? Tak ada tatapan dingin yang selalu dia layangkan.
"Ekhem, lupakan. Aku mau tidur saja."
Bella hanya mengangguk dan membantu Adam berbarik. Gadis itu juga menarik selimut nya hingga menutupi dada Adam. Tak lama terdengar dengkuran halus. Bella tersenyum dan berbalik.
"Temui lagi nanti. Biarkan dia istirahat."
Bella hendak melanglah keluar, namun pergelangan tangannya di tahan oleh Stevan membuat gadis itu berbalik. Gadis itu mengangkat alisnya,
"Menurut mu, dia akan memaafkan aku?"
Bella terdiam sebentar sebelum tersenyum manis. Gadis itu mengangguk yakin, "Aku yakin, berusahalah!"
Bella melangkah keluar. Sedangkan Stevan menatap lama punggung adiknya. Pemuda itu tersenyum tipis.
'Ya!'
KAMU SEDANG MEMBACA
De Facto (END)
Novela Juvenil"Balas dendam terbaik adalah mengirim mu ke neraka!"