09

8.3K 586 0
                                    

Bianca memandangi wajah damai Sagas yang terbaring di atas ranjang milik pemuda itu. Tangan dingin wanita itu menyentuh pipi Sagas yang mulai terlihat tirus. Bibir pemuda itu nampak pucat seperti mayat. Bianca tersenyum tipis.

"Maafkan aku, tapi kenapa Sagas? Kenapa kamu menolaknya? Adam perlu melihatnya, kau tahu?" Bianca tersenyum sedih memandangi wajah Sagas.

"Aku harus bagaimana hm? Aku ingin balasan setimpal, tolong jangan halangi aku."

Tangan itu turun ke leher jenjang Sagas. Mengelusnya pelan. Merasakan nadi yang berdetak lemah. Bianca menghela napasnya kasar. Angin berhembus lembut membawa aroma mint yang segar. Bianca menoleh, memandangi pria paruh baya yang berdiri bersandar pada pintu balkon.

"Hentikan saja, Bianca. Sepertinya Sagas tidak ingin kamu melakukannya." Suara berat itu mengalun penuh tekanan. Bianca mendengus, matanya berkilat marah.

"Tidak! Mereka harus merasakan apa yang aku rasakan!" Bianca tanda sadar menggoreskan kukunya pada leher jenjang Sagas membuat leher itu terluka dan mengeluarkan sedikit darah.

"Kau menyakiti mereka, Sagas dan Adam. Ohh malang sekali nasib jiwa mati itu."

Bianca tak mendengarkan, dia tak mau peduli. Bianca sudah berjalan sejauh ini, tidak mungkin kan apa yang sudah dia rancang bertahun-tahun sirna begitu saja? Tidak! Bianca tidak akan tenang sebelum Bramata menerima hukuman mereka!

Sedang di sebuah tempat minim pencahayaan, seorang pria duduk di kursi kebesarannya. Mata tajam nya memandang lurus gadis yang bersimpuh di depannya. Bibir itu menyunggingkan seringai tipis. Aura di sekitar sana terasa menyesakkan membuat gadis itu kesulitan bernapas.

"Kau melakukan tugas mu dengan baik. Tapi aku lihat akhir-akhir ini dia mengabaikan mu ya?" Suara dingin itu mengalun membuat tubuh sang gadis tanpa sadar menegang.

"Ahh tuan, sejak awal dia memang begitu. Tapi aku yakin, tidak ada yang berubah." Balas sang gadis dengan nada bergetar. Mati-matian dia menahan tubuhnya yang mulai gemetar.

"Hmm? Begitukah? Aku harap begitu. Kau tahu akibatnya jika gagal kan?"

Gadis itu menganggukkan kepalanya cepat. Pria itu tertawa kencang sembari mengusap wajahnya kasar. Mengabaikan sang gadis yang saat ini benar-benar dilanda ketakutan yang sangat.

"Kau akan hancur, Tian. Sama seperti wanita itu!"

<<<

Adam menatap kosong hamparan rumput hijau di hadapannya. Sudah berapa lama dia ada di sini? Adam menatap kedua tangannya. Ini benar-benar tangan miliknya, bukan milik Sagas. Ahh dia kembali ke tubuhnya.

Tapi di mana ini? Lalu di mana Bianca? Wanita itu selalu muncul ketika dia panggil, tapi sejak Adam terbangun di sini, tak sekalipun Bianca datang pada nya. Apa yang terjadi?

Ingatannya membawanya pada saat ketika Bianca memperlihatkan sesuatu. Sebuah kejadian yang tidak Adam mengerti. Sebenarnya ada apa? Apa yang sebenarnya Bianca inginkan darinya? Wanita itu hanya menyuruhnya mengikuti apapun yang dia mau. Dan sejauh ini, Bianca hanya mengungkapkan satu keinginannya.

"Aku ingin kamu melenyapkan mereka."

Adam tidak mengerti. Oke dia tahu benar kalau mereka mengabaikan Sagas. Tidak menganggap keberadaan pemuda itu. Hanya saja, Adam rasa bukan itu yang sejatinya Bianca inginkan. Ada hal lain dan Adam tak mengerti. Dia tak bisa mengerti apapun.

Sejak kecelakaan yang harusnya membuatnya saat ini berada di neraka, tapi malah membawanya ke dalam raga Sagas. Adam tidak bisa mengerti apa yang terjadi. Bagaimana bisa??!

Adam tidak mau seperti ini. Bukankah dia tidak memilih apapun yang Bianca tawarkan dulu? Tapi kenapa wanita itu tetap membawanya kemari. Adam sudah mati!

"Adam."

Adam mengedarkan pandangannya ke segala ara, namun yang dia tangkap hanya padang rumput yang luas. Hanya ada dirinya di padang luas ini. Suara itu dari mana? Apakah Adam mulai gila?

"Adam."

Kali ini Adam menutup telinganya dengan kedua tangannya. Kedua matanya terpejam erat. Oke Adam mulai berhalusinasi. Tak ada siapapun di sini selain dirinya.

"Adam bangunlah."

Adam membuka matanya, bertepatan dengan sebuah cahaya putih melincur cepat ke arahnya. Adam tak bisa berteriak ketika tubuhnya dilalap habis cahaya itu. Tenggorokannya sama sekali tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun.

Adam hanya diam ketika sekelilingnya berubah menjadi putih. Benar-benar putih. Adam berdecak sebal. Entah kenapa lama kelamaan dia merasa kesal. Apa-apaan ini?! Di mana dia?! Apakah ini salah satu perbuatan tangan ajaib Bianca?

"Akhirnya aku bisa bertemu dengan mu, Adam."

Adam menolehkan kepalanya. Matanya membelalak ketika melihat sosok Sagas berdiri di hadapannya dengan senyuman manisnya.

"Kau?!"

Sagas terkekeh pelan menanggapi keterkejutan Adam. Pemuda itu mengangkat tangannya dan dalam sekejap mata ruangan serba putih tanpa apa-apa itu berubah. Adam mengamati ruangan tempat berdirinya sekarang. Sebuah kamar yang...tunggu! Ini kan kamar Sagas?!

"Kau menjaga tubuh ku dengan baik."

Adam menoleh ke arah ranjang. Di atas sana terbaring tubuh kurus Sagas yang menyerupai mayat. Sebenarnya ada apa ini? Demi apapun kepala Adam ingin meledak sekarang juga!

"Adam, mungkin ini sangat-sangatlah membuat mu kebingungan. Untuk itu aku ingin meminta maaf. Maaf karena menyeret mu ke dalam masalah kami."

Sagas menatapnya, Adam sendiri hanya diam.

"Sebenarnya apa ini?" Tanya Adam. Dia tak bisa menanyakan hal ini pada Bianca. Tidak akan bisa, wanita itu tak ingin mendengar.

"Kau akan mengerti nanti."

Adam mendengus kasar. Sagas hanya tersenyum manis, saking manisnya Adam sampai ingin muntah. Laki-laki itu mendudukkan dirinya pada sofa. Matanya mengamati Sagas yang asyik menyentuh tubuhnya sendiri. Yahh apa yang dia alami ini tak masuk akal sekali.

"Adam, sudah waktunya. Semoga beruntung. Dan usahakan jangan terpaku dengan keinginan Bianca."

"Ap__"

Lagi-lagi sebuah cahaya putih menelannya. Adam kembali ke ruangan serba putih tadi. Laki-laki itu berdecak kesal. Pokoknya setelah dia kembali, dia bersumpah akan mencekik leher Bianca hingga putus.

Atau jika dia bertemu Sagas lagi. Dia akan menendang pemuda sok imut itu ke luar angkasa. Adam benar-benar kesal sekarang. Pada akhirnya, Adam mendudukkan dirinya. Terus berdiri cukup membuatnya pegal.

"Tidak masuk akal, haha..."

Yahh berdoa saja semoga Adam tidak gila.

De Facto (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang