Adam menatap sengit wanita yang duduk di depannya dengan pakaian ketat yang menjiplak semua lekuk badannya. Ughhh menjijikkan. Wanita itu juga tak kalah menatapnya tajam. Aura permusuhan kentara sekali di antara mereka membuat Bian menghela napas.
Ini hari kedua Adam berada di rumah asing ini dan lagi-lagi dia bertemu dengan wanita ulat ini. Entah kenapa melihat wajah wanita itu, Adam jadi teringat dengan Helena. Masih ingat kan dia siapa? Cewek ulat yang selalu menempeli Stevan dan teman-temannya. Apalagi sifat keduanya tidak jauh beda.
Lihatlah bagaimana wanita itu memeluk lengan Bian dengan erat. Bahkan dia sengaja menempelkan dada nya yang tak seberapa itu. Bian mengernyit risih dan melepaskan paksa rengkuhannya lantas berpindah ke samping Adam.
"Om, aku mau pulang." Adam mendongak menatap Bian. Dia tidak suka di sini. Adam ingin bertemu Stevan dan yang lain. Bukan rindu atau apa ya! Adam hanya suka saja melihat wajah mereka yang tersiksa. Di sini dia tidak mendapatkannya. Yang ada dia malah melihat wajah badut menyebalkan dan tembok berjalan!
"Ini kan juga rumah kamu, boy." Balas Bian mengusap lembut kepala Adam membuat pemuda itu berdecak malas.
"Sayang, kita jalan aja yuk. Aku udah lama lho ga jalan sama kamu."
Adam semakin kesal ketika melihat wanita ulat itu bertingkah. Lihat! Lihat! Matanya melotot besar ke arahnya! Apa?! Mau dicongkel? Adam sih mau-mau aja melakukannya.
"Kamu keluar dari rumah saya!" Sentak Bian menatap marah ke arah wanita itu.
"Kok aku sih?! Kenapa g dia aja?! Dia kan orang asing!" Balas wanita itu tak kalah keras. Wajahnya memerah marah, kedua tangannya bersedekap di depan dada dengan pandangan yang kian menajam.
"Sabrina! Keluar!"
Wanita itu berdecak kesal ketika Bian memanggil namanya. Jika sudah begini, suka tidak suka dia harus menurut atau semuanya akan runyam. Bisa gawat kalau Bian mengadu pada ayahnya. Sabrina tidak mau dimarahi karena sudah membuat pria itu marah.
Akhirnya Sabrina melangkah keluar dengan terpaksa. Sebelum dia menyempatkan diri untuk menatap Adam yang terlihat tidak peduli. Ck! Dasar bocah itu!
'Awas saja nanti, akan aku balas!'
Bian menunduk menatap Adam yang diam. Pria itu semakin menunduk untuk mengecup pipi tembam Adam yang membuat pemuda itu menggeplak bibirnya dengan tangan kecilnya. Bian mengaduh merasa panas pada bibirnya.
"Om gay!! Ihhh!!" Adam bangkit dan berlari ke arah kamarnya. Bukan miliknya si, hanya saja dia sejak kemarin tidur di sana jadi Adam menganggap itu adalah kamar miliknya. Meski suram sekali.
Bian tertawa pelan melihat Adam yang sudah hilang di balik tembok. Sebelum wajah itu kembali datar. Bian menyunggingkan senyum miring.
"Putra mu lucu sekali, Tian. Aku jadi ingin dia menjadi milikku selamanya."
Di sisi Adam, pemuda itu berjalan dengan sumpah serapah yang terus keluar dari bibirnya. Tangannya sibuk mengelus pipi yang tadi dikecup Bian dengan kasar. Ughh sialan! Pipinya jadi terasa aneh. Wajah pemuda itu bersungut-sungut karena kesal. Ketika sampai di depan pintu kamarnya, Adam membukanya dengan kasar. Masa bodo jika pintu itu rusak! Toh bukan miliknya.
Adam membaringkan tubuhnya dengan telentang. Menatap langit-langit kamar yang sialnya juga berwarna hitam. Pokoknya di dalam sini serba hitam dehh! Sampai heran Adam! Apa Bian itu pecinta hitam atau bagaimana sih?! Perasaan orang jika suka sesuatu tidak akan seberlebihan ini, yahh kecuali terobsesi.
"Kangen Stevan..."
Sungguh! Ketika mengatakannya Adam tidak sadar oke? Dia hanya berujar sesuai apa yang otak dan hatinya katakan saja. Dia ingin melihat kakak pemilik tubuh ini lagi. Wajah datar Stevan itu menarik bagi Adam. Dia juga rindu Bella. Sudah lama dia tidak melihat tunangan kakaknya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
De Facto (END)
Fiksi Remaja"Balas dendam terbaik adalah mengirim mu ke neraka!"