Adam menatap sekelilingnya dengan lemah. Kedua tangan dan kaki nya terikat kuat di sebuah kursi. Seluruh tubuhnya terasa sakit, beberapa luka goresan menghiasi tubuhnya. Wajahnya lebam. Benar-benar terlihat berantakan.
Adam tidak peduli dia di mana sekarang, dia sangat khawatir dengan keadaan Selena dan teman-teman Stevan. Malam itu, Adam yang ketiduran harus dibangunkan secara paksa oleh keributan di sekitarnya.
Matanya terbelalak ketika melihat Bian dan Sagara tengah bertarung melawan beberapa orang dengan badan besar. Sedang Kila dan Sana sudah tidak sadarkan diri dengan keadaan buruk. Adam tidak tahu di mana Stevan dan Raja, kedua pemuda itu menghilang. Adam yang melihat Bian dan Sagara kerepotan pun membantu. Sayang, mereka kalah.
Adam yang berada di bawah ambang kesadarannya menyadari bahwa dirinya dibawa pergi. Namun dia tidak lagi memiliki tenaga untuk memberontak. Manik hitam itu hanya memandang ranjang tempat Selena berbaring. Sebelum kegelapan merenggutnya.
Adam menggerakkan tangannya, berusaha melepaskan ikatan kuat itu. Namun, hingga tangannya lecet dan berdarah pun, dia tidak bisa membukanya.
Adam tersentak ketika dia mencium aroma manis yang begitu dia kenal. Bianca! Pemuda itu mengedarkan pandangannya mencari sang pemilik aroma. Hingga matanya bertubrukan dengan manik tenang milik wanita yang tengah duduk diam di sudut ruangan. Bianca. Wanita itu mengangkat kepalanya dan tersenyum padanya.
"Aku tanya sekali lagi, Adam. Apa kamu ingin pulang?"
Adam menoleh, manik hitamnya menatap Sagas yang berjalan pelan mendekatinya. Kening Adam mengernyit, apa yang mereka lakukan di sini? Mereka melanggar aturan?
"Jangan pedulikan aturan, jawab saja, Adam. Apa kamu ingin pulang?" Sagas mengangkat dagu Adam agar pemuda itu menatapnya.
Adam sedikit heran dengan senyum miring yang ditunjukkan Sagas padanya. Pemuda polos itu entah kenapa sekarang terlihat berbeda.
Adam melirik Bianca yang hanya menatapnya dalam diam. Namun bibir wanita itu masih menyunggingkan senyuman. Adam menatap manik gelap milik Sagas. Pandangan yang penuh dengan ambisi.
"Aku akan mengabulkan jika kamu ingin pulang, Adam. Jadi jawablah. Waktu mu sedikit."
Adam tidak tahu. Dia tidak tahu apa dia ingin kembali atau tidak. Dia memang tidak merasa nyaman berada di sini, tapi dia juga tidak mau meninggalkan semua ini!
Sagas tersenyum ketika melihat Adam hanya terdiam dengan pandangan menerawang. Ahh sepertinya jiwa malang ini tengah kebingungan atau dia merasa nyaman?
"Adam, maafkan aku."
Adam menatap penuh tanya Sagas yang tiba-tiba meminta maaf padanya. Baru hendak berbicara namun sesuatu yang seakan menembus tubuhnya membuatnya terhenyak. Setelah itu, rasa sakit yang teramat menyerbunya perlahan.
Adam menunduk menatap katana yang telah menembus tubuhnya. Adam mendongak menatap Sagas yang kini tersenyum sedih. Namun ada kepuasan dalam sorot mata nya. Sedangkan Bianca, wanita itu tampak berdiri dengan wajah terkejut...?
"Sagas?! Apa yang kamu lakukan?!"
Bianca berlari mendekat, tangan lentik wanita itu memegang tangan Sagas. Menghalau agar sang keponakan tidak menusuk katana nya lebih dalam. Adam meringis kesakitan, demi apapun, rasanya sangatlah sakit.
"Ini yang terbaik untuk kita. Dia akan kembali! Sagas Immanuel Bramata sudah mati!!"
Bianca menatap sorot Adam yang terlihat tidak berdaya. Wanita itu mendorong tubuh besar Sagas dengan kencang membuat pegangannya pada katana terlepas. Bianca menunduk memegang wajah Adam yang pucat pasi dengan tangan gemetar. Wanita itu terlihat ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
De Facto (END)
Roman pour Adolescents"Balas dendam terbaik adalah mengirim mu ke neraka!"