Sagas menatap Tian tanpa ekspresi. Kedua kakak nya berdiri tak jauh dari mereka. Sedari tadi Teo dan Elbarak hanya bisa mengamati karena di belakang dua pemuda itu, sepuluh senjata api mengacung siap melepaskan pelurunya ke arah mereka.
"Apa yang kamu lakukan?" Desis Tian.
"Hanya menyapa, papa." Jawab Sagas santai.
Tidak lama, dua mobil hitam datang dan keluarlah Adam bersama Sam. Mereka berjalan masuk dengan wajah Adam yang merah marah.
"Bajingan sialan!!"
Seruan itu terdengar keras mengalihkan perhatian semua orang. Adam berlari maju dan memukul rahang Tian keras sampai pria itu mundur ke belakang.
Amarah menguasai Adam sejak dia mengetahui fakta akan suatu hal di masa lalu.
Adam memukuli Tian tanpa henti, wajah Tian sudah lebam dan mengeluarkan darah namun Adam tidak kunjung menghentikan aksinya.
Sagas sendiri hanya diam di sudut ruangan. Telinga mendengar jelas ucapan-ucapan Adam yang penuh amarah. Juga teriakan dua kakaknya yang terus-menerus menyuruh Adam berhenti memukuli ayah mereka.
Sagas mengusap pipinya yang basah. Lantas dia terkekeh pelan. Dia tatap rumah besar yang menjadi saksi hidupnya selama belasan tahun. Rumah yang menjadi neraka baginya.
"Ini benar kan?" Gumam Sagas pelan.
Matanya bergulir, kemudian berhenti ketika dia melihat seorang pria dewasa berdiri mematung di ujung tangga.
Kenzo, tangan kanan ayahnya.
"Ini akan menarik..." Gumamnya meneliti Ken dari atas sampai bawah.
Mata Sagas bergulir kembali, menatap kedua kakaknya yang saat ini berlutut pasrah. Pandangan mereka sangat kosong.
Sagas yang melihatnya kembali tertawa pelan. Mau bagaimana lagi? Bagi Sagas semua ini adalah benar.
"Daddy sudah, dia bisa mati." Ucap Sagas.
Adam yang mendengar suara putranya pun berhenti kemudian berdiri menghampiri putranya. Dia bawa Sagas ke dalam pelukannya. Dia hidup aroma putranya yang selalu menenangkannya.
Sagas menepuk-nepuk punggung lebar Adam mencoba memberinya tenang. Matanya melirik Sam, mengkode pria itu agar segera membawa Tian pergi ke rumah sakit.
Dua kakaknya juga digiring bersama. Meninggalkan mereka berdua dan Kenzo yang saat ini terduduk di tangga dengan pandangan kosong.
"Dad..." Panggil Sagas seraya menunjuk ke arah Kenzo.
Adam menoleh, matanya menatap datar Kenzo yang terlihat linglung. Adam menatap putranya lagi dan pemuda itu mengangguk saja. Melepaskan dekapannya, Adam melangkah mendekati Kenzo kemudian berlutut di depannya.
"Kita bertemu lagi."
Kemudian pandangan keduanya bertemu. Hanya beberapa detik sebelum Kenzo jatuh tidak sadarkan diri dalam dekapan Adam. Di belakangnya, Sagas meniup suntikan yang baru saja dia tusukkan pada leher Kenzo. Pemuda itu tersenyum manis.
"Ayo pulang, Daddy!" Ujarnya riang.
Adam menggendong tubuh Kenzo kemudian keluar. Mereka meninggalkan kediaman Bramata. Dalam hitungan detik, sebuah api berkobar perlahan dan membesar, membakar habis rumah itu.
•|•
"Aku hanya memberinya obat ini dan ini. Ini membuatnya tidak mengingat apa-apa, yang ini akan membuatnya menuruti kalian dengan mudah. Sesuai yang kamu mau. Jadi bayar aku dengan mahal!!"
Mahen menatap garang pria tua di depannya yang asyik menyesap teh hangatnya.
Ilyas meletakkan cangkirnya kemudian mengambil tab milik Mahen dan menatap foto seorang pemuda.

KAMU SEDANG MEMBACA
De Facto (END)
Fiksi Remaja"Balas dendam terbaik adalah mengirim mu ke neraka!"