Adam duduk diam mengabaikan tatapan tajam orang-orang di sekitarnya. Pemuda itu menghela napas untuk kesekian melihat tak ada satupun dari mereka yang berniat membuka pembicaraan. Adam melirik Kaysan dan Keenan yang asyik berduaan di sudut ruangan membuat Adam berdecih. Dasar tidak tahu tempat!
"Jadi, nak. Kenapa kamu kabur dari rumah sakit?" Ken akhirnya membuka suara.
"Memastikan sesuatu." Jawab Adam tanpa sedikitpun melirik ke arah Kenzo. Matanya masih menatap keakraban Kaysan dan Keenan yang sepertinya dua pemuda itu tidak terlalu peduli dengan sekelilingnya.
Ken melirik Tian, namun pria empat anak itu hanya diam. Begitu juga anak-anaknya yang entah bagaimana bisa ada di ruang rawat ini. Beruntung kamar inap Adam lumayan luas untuk menampung mereka semua.
Mahen yang duduk di samping Ken menyenggol lengan laki-laki itu pelan membuat Ken menatapnya. Mahen mengkode agar Ken mendekat yang langsung dituruti laki-laki itu. Mahen membisikkan sesuatu pada Kenzo, kedekatan mereka membuat Tian melirik sinis.
Adam yang duduk di ranjang dan memperhatikan itu semua merotasikan bola matanya. Sepertinya dia berada di sekitar orang-orang yang mulai tidak waras. Netra hitamnya memandangi saudara-saudara Sagas dengan tatapan penuh tanya. Kenapa juga mereka ada di sini?
Stevan yang duduk di tengah-tengah Elbarak dan Teo justru sibuk memainkan ponselnya. Mungkin sedang meladeni Bella, hubungan keduanya perlahan membaik, namun hubungan Stevan dan Naka sedikit memiliki masalah. Yang membuat Adam kesal, Naka menyeret namanya dalam masalah mereka. Hey!
Aroma manis tiba-tiba menguar dalam kamar inap itu, Adam melirik ke seluruh penjuru ruangan, matanya menatap sosok Bianca yang berdiri dekat jendela yang terbuka. Rambut panjangnya berkibar pelan. Wanita itu hanya menatap Adam sekilas lantas memalingkan wajahnya.
Adam mengepalkan tangannya, dia masih merasa marah. Jika saja di sini tak ada siapapun, Adam pasti sudah menerjang wanita itu. Adam menghela napas kasar, untuk kali dia akan membiarkan Bianca dulu.
"Sagas, mau buah?" Jonathan yang juga berada di sana menawarkan buah-buahan yang sudah dia kupas sebagai bentuk penyaluran rasa bosannya karena orang-orang datar di ruangan ini yang betah sekali diam.
Adam mengangguk saja, Jonathan mendekatinya dan menaruh sepiring buah-buahan di pangkuan pemuda itu. Adam memakannya dengan ekspresi acuh tak acuh. Matanya masih menatap Bianca yang kali ini tengah memandangi Ken dengan tatapan penuh kerinduan. Sayang sekali Ken tidak bisa melihatnya.
Jonathan melirik Mahen yang sibuk memandangi jendela kamar inap Adam seolah di sana ada sesuatu. Ya memang ada...
"Sagas, kau keberatan tidak jika aku membunuh ayah mu?"
Adam menatap Bianca yang kini duduk di sebelahnya. Mata wanita itu terlihat menyala dan Adam bisa melihat dengan jelas, ada dendam yang begitu membara di sana. Adam tidak menjawab, Tian bukan ayahnya. Dia tidak akan menerima apa-apa dari pria itu, hidupnya juga bukan sesuatu yang penting.
Tapi jika Sagas, Adam sendiri tidak yakin apakah pemuda itu ingin ayahnya mati. Adam kan sudah bilang, pemuda itu sangat menyayangi keluarganya terlepas bagaimana perlakuan mereka padanya selama ini.
"Kau pasti sudah tau, Tian membuat hidup kakakku menderita. Dan seseorang yang aku percaya justru diam saja." Nada suara Bianca terdengar suram, wanita itu menatap kecewa seorang pria yang duduk di samping Tian.
Adam mengernyit, dia bingung. Ini sebetulnya salah siapa?
Tian melakukan hal bejat, Ken tidak bisa apa-apa, Bianca ingin membalas tapi sayangnya wanita itu malah mati dan dendamnya masih tersimpan, Kaysan dan Keenan, apa hubungan mereka berdua dengan kehidupan Sagas? Dan...bagaimana Sagas bisa mati?
Adam melirik Bianca, wanita itu...
"Dan usahakan jangan terpaku dengan keinginan Bianca."
Sagas, dia tahu sesuatu tapi dia tidak berniat memberitahu. Adam berdecak, sialan, ini tidak masuk akal. Adam ingin mati saja. Toh dia sebenarnya juga sudah mati.
Mahen yang sejak tadi diam tiba-tiba berdiri dan dengan cepat berjalan ke arah Adam. Tubuh besar itu menggeser kasar Jonathan yang berdiri di samping ranjang Adam membuat semua orang di sana terheran. Adam menatap Mahen yang kini tengah memperhatikannya lekat. Ada apa?
"Kau bicara dengannya?" Suara berat Mahen mengalun mengisi heningnya ruangan.
"Ada apa dengan mu, Mahen?" tanya Jonathan menatap temannya dengan raut bingung yang sangat.
Mahen mengabaikannya, bahkan kini semua orang sudah berdiri dari duduknya termasuk Kaysan dan Keenan. Aura dua pemuda itu sedikit mendominasi dari sebelumnya.
Adam mencium aroma manis yang sangat sebelum tiba-tiba lenyap begitu saja. Matanya melirik ke arah samping dan tidak mendapati Bianca di sana. Adam kembali menatap mata hitam Mahen yang menghunus padanya.
"Kau tahu? Apa kau juga tahu kalau ini bukan..." Kalimat Adam memelan.
Dua netra hitam legam itu saling bersitatap beberapa lama sebelum Mahen melangkah keluar dari kamar inap disusul Jonathan yang terburu-buru sembari memanggil-manggil namanya. Kaysan dan Keenan saling adu pandang, dua pemuda itu mengangguk lalu menyusul keluar. Ken menghela napas dan memijit pangkal hidungnya.
"Nak, katakan pada papa. Apa wanita itu..." Ken rasanya tidak sanggup, kedua tangannya terkepal erat. Dia bahkan tidak menatap Adam.
"Ya, apa anda juga tahu jika saya bukan dia?" Adam mengeluarkan auranya, mencoba mendominasi sekitar. Aura gelap miliknya tentu membuat Tian dan tiga bersaudara sedikit terkejut.
"Ada apa ini sebenarnya?" Tian memandang Adam dan Ken bergantian berharap salah satu dari mereka mau menjawab kebingungannya. Namun dua orang itu hanya diam.
Stevan yang sejak tadi tidak mengeluarkan suaranya diam-diam tersenyum tipis. Matanya memandangi Adam dengan lekat. Rangkaian memori ketika dia memperlakukan Sagas dengan buruk terus berputar dalam kepalanya. Stevan kira dia masih memiliki waktu untuk memperbaiki, namun ternyata tidak.
"Bagaimanapun juga, kau akan tetap menjadi adikku."
Stevan melangkah keluar setelah mengatakannya. Tian memandang putra ketiganya dengan bingung, apa maksudnya?
"Tuan, izinkan saya berbicara dengan tuan muda." Ken menatap tanpa ekspresi tuannya.
Tian ingin protes namun tangannya keburu ditarik Elbarak untuk keluar. Teo menyusul, menyisakan Ken dan Adam yang saling bersitatap.
Adam tanpa ragu menunjukkan dirinya, Ken memandangi wajah manis putra bungsu tuannya yang kini terlihat mengerikan. Senyuman itu manis memang, tapi Ken tidak yakin dengan isi kepala Adam sekarang.
"Apa dia bisa mati lagi?"
"Kau berniat membunuhnya? Aku sedikit tidak rela tangan bersih putra ku membunuh seseorang."
Adam terkekeh, "Begitu? Atau kau tidak terima karena aku berniat membunuh orang yang kau cintai?"
Ken menatap Adam dengan pandangan rumit, "Kau akan mati nanti."
"Tak masalah, aku memang sudah mati."
<<<
Jujurly, aku sedikit kehilangan alur dari kemarin. Kaya ada bagian yang aku lupain dan udah terlanjur kelewat 😭
Aku takut banget ini cerita mulai engga masuk akal, mulai aneh dibaca huhu...

KAMU SEDANG MEMBACA
De Facto (END)
Novela Juvenil"Balas dendam terbaik adalah mengirim mu ke neraka!"