Bel istirahat sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Manusia-manusia kelaparan itu sudah memenuhi kantin, membuat tempat pengisi perut itu sesak. Adam duduk di salah satu meja dengan semangkuk bakso di depannya. Perutnya sudah meronta-ronta minta di isi. Wajah pemuda itu terlihat cerah sembari memberi bumbu pada baksonya.
Adam menyantap makanannya dalam diam. Matanya awas menatap sekitar. Tersenyum tipis ketika menyadari bahwa hanya dia yang duduk sendiri.
Yahh, semasa hidup Sagas, anak itu tak pernah terlihat memiliki teman. Begitu juga dengan Adam, tak ada satupun manusia yang bisa dia percaya.
Adam yang tengah menikmati baksonya sambil melihat lalu lalang orang-orang mendadak di kagetkan dengan kemunculan Bianca yang tiba-tiba. Wanita itu duduk tepat di depannya dengan kedua tangan yang menopang dagu sembari menatapnya datar.
"Uhuk! Uhuk!"
Adam terbatuk keras membuat seluruh atensi orang-orang di kantin menatap ke arahnya. Suasana kantin yang ramai mendadak hening, hanya di isi suara batuk Adam yang terdengar menyakitkan. Oh ayolah! Dia tersedak kuah panas nan pedas!
Wajah Adam memerah. Pemuda itu menegak habis es jeruknya. Matanya memicing tajam menatap Bianca yang terkekeh pelan, wanita itu terlihat bahagia sekali melihatnya tersiksa.
Sedangkan para murid justru menatap Adam sambil menahan gemas. Wajah manis yang memerah itu terlihat menggemaskan sekali. Mereka jadi ingin mencubit habis pipi tembam Adam!
"Jangan menatap ku begitu." Bianca mengusap pelan pipi merah Adam yang langsung ditepis pemuda itu.
Adam berdecih lantas bangkit meninggalkan Bianca yang tertawa kencang, yang tentunya hanya bisa didengar Adam. Pemuda itu melangkah dengan wajah kesalnya yang mengundang pekikan gemas dari orang-orang.
Sedangkan di sisi Stevan dan teman-temannya minus Naka karena pemuda itu sibuk ngebucin dengan Helena. Mereka yang mulanya menikmati waktu makan dengan tenang ditemani canda tawa harus berhenti karena suara batuk Adam tadi. Stevan memicingkan matanya melihat wajah Adam yang memerah.
'Sial! Kenapa dia terlihat menggemaskan?!'
"Adik lo kenapa tuh?" seru Raja menunjuk ke arah Adam dengan garpu di tangannya.
"Dilihat-lihat dia lucu juga." Sagara berujar pelan namun telinga Stevan masih bisa mendengarnya.
"Kok gua baru sadar pipinya kek moci? Jadi pengen gigit!" Pekik Bian sambil meremas kedua tangannya seolah menyalurkan rasa gemasnya.
"Heh, terpesona huh? Bukannya selama ini kalian ga suka sama dia ya?" sinis Raja. Sagara dan Bian hanya mengedikkan bahunya acuh.
Yahh mereka hanya tak suka karena Sagas itu terlihat lemah. Mana ada kan laki-laki yang selalu menundukkan kepalanya? Juga mana ada laki-laki yang diam saja ketika disalahkan. Seengaknya bacot dikit kek.
Oke mereka memang aneh.
Stevan yang masih menatap Adam, mengerutkan keningnya ketika anak itu terlihat menahan kesal. Mata nya juga menatap tajam ke depan seolah-olah ada seseorang di sana. Tangan Adam juga bergerak seakan-akan menepis sesuatu yang menyentuh pipi bulatnya itu.
Padahal jelas-jelas dia duduk sendiri. Tak lama Adam meninggalkan kantin dengan wajah kesalnya yang justru terlihat lucu sekali.
"Kamar mandi."
Stevan langsung bangkit tanpa mendengarkan balasan teman-temannya. Langkah pemuda jangkung itu membawanya ke arah kamar mandi yang terletak tak terlalu jauh dari kantin. Matanya menatap sosok Adam yang berdiri di depan wastafel sembari memegangi lehernya.
"Sial! Panas sekali. Aku mana tau kalau keselek kuah sambal bisa semenyakitkan ini. Ughh..." gerutu Adam mengelus pelan lehernya yang terasa panas. Bahkan segelas besar es jeruk tak mampu membuat tenggorokannya merasa dingin.
Adam menoleh ketika mendengar suara pintu terbuka. Wajah nelangsanya mendadak dingin ketika melihat keberadaan Stevan di sana. Adam kembali menatap pantulan dirinya, total mengabaikan eksistensi kakak pemilik raga ini. Stevan yang merasa diabaikan menghela napasnya.
Pemuda itu membawa langkahnya mendekati Adam. Menarik kedua pundak adiknya agar menghadap ke arahnya. Adam melotot kecil ketika badannya tiba-tiba bergeser.
Tubuhnya mendadak tegang ketika tangan dingin Stevan menyentuh lehernya. Oh, dia akan dicekik? Wah kasus pembunuhan yang terjadi di toilet siswa sepertinya akan menarik. Tetapi Adam belum mau mati lagi.
"Apa sih!" Adam menepis kasar tangan Stevan. Melangkah mundur menjauhi Stevan.
"Ga jelas!" gerutu Adam ketika Stevan keluar dengan terburu-buru. Tangannya kembali mengusap-usap lehernya, demi apapun ini sangat panas!
<<<
Stevan terus melangkah pergi hingga sampai di rooftop sekolah. Menatap tangannya yang tadi menyentuh leher Adam. Pemuda itu merasa bingung dengan dirinya sendiri.
Stevan merasa asing dengan tatapan adiknya. Sagas tak pernah berani mengangkat pandangannya. Dia juga tak berani berbicaranya padanya atau pun pada keluarganya yang lain. Sagas selalu diam, bahkan ketika Stevan menghinanya, mencaci maki dirinya, Sagas tetap diam.
Juga ketika anak itu bersitegang dengan Naka, dia selalu diam. Stevan tak suka, Sagas terlihat lemah. Kenapa dia diam saja? Kenapa dia tak membela dirinya atau setidaknya membalas pukulan yang kadang dilayangkan Naka? Padahal kan anak itu tak salah.
Stevan terdiam kaku. Ya, Sagas tak pernah terlihat mencari masalah dengan Naka ataupun Helena. Tapi Naka selalu menduga bahwa Sagas adalah biangnya. Bukankah hanya kebetulan saja Sagas ada di sana. Stevan selalu mengawasi Sagas dengan baik, tapi kenapa?
Wahh taun Stevan, lalu kenapa kau tak membela adik mu itu heh? Kenapa malah diam saja ketika Sagas disalahkan? Padahal kau tau segalanya.
"Stev, mau mencoba memperbaiki?"
Stevan menatap sosok laki-laki di hadapannya dengan pandangan rumit. Sedangkan sosok itu hanya tersenyum tipis melihat Stevan yang terdiam. Angin berhembus kencang membuat Stevan munutup matanya. Ketika mata itu kembali terbuka, sosok tadi menghilang. Meninggalkan Stevan sendirian dengan segala pikiran tak masuk akalnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/337941623-288-k880047.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
De Facto (END)
Ficção Adolescente"Balas dendam terbaik adalah mengirim mu ke neraka!"