Adam duduk tenang di kursi meja makan. Pemuda itu menyantap makanannya dalam diam, mengabaikan semua orang yang terang-terangan menatapnya, kecuali Kenzo. Pria itu terlihat tenang dengan sajian di depannya.
Adam mengingat kejadian semalam, di mana pria yang berstatus tangan kanan Tian yang biasanya bersikap tak kalah iblis nya dari sang tuan menangis sambil memeluknya. Adam mengerti, pria itu sangat menyayangi Sagas yang sayangnya pemuda dengan ribuan luka di hatinya itu malah berakhir tragis karena ulah bibi nya sendiri.
Namun Kenzo semalam juga bilang, mau bagaimanapun Bianca, pria itu tetap mencintainya. Dia tidak akan bersama orang lain, dia hanya ingin bersama Bianca. Sayangnya, Adam mulai merasa tidak yakin dengan ucapan pria dewasa itu. Bukan apa, hanya saja sepertinya pria itu tidak akan lama melajang.
"Adam, hari ini berangkat sama papa, motor kamu bakal datang nanti sore." Suara Ken mengalihkan perhatian Adam dan semua orang di meja makan.
Sejak semalam, Kenzo memang memutuskan untuk memanggil nama aslinya dan Adam tidak keberatan. Toh, mulai sekarang dia akan benar-benar menjadi seorang Jovanka. Pria dewasa yang menjadi buronan dunia.
"Adam? Siapa Ken?" Tian bertanya dengan dahi berkerut. Pun orang-orang di sana juga sama menunjukkan wajah tidak mengerti.
Kenzo tidak menjawab, dia hanya diam tanpa sedikitpun menatap sang tuan. Ahh jika itu orang lain, pasti kepalanya sudah terpisah dari badan. Sayang sekali ini adalah Kenzo, tangan kanan kesayangan tuan Tian yang terhormat.
"Oke, papa. Ayo berangkat."
Adam berdiri disusul Kenzo. Keduanya melangkah bersama keluar rumah. Sesekali keduanya akan melempar candaan dan berakhir tertawa bersama. Tian menatap punggung mereka dengan tatapan yang sulit diartikan.
Elbarak menatap ayahnya dengan pandangan kesal, "Daddy bikin om Ken kesal? Lihat tadi! Dia bahkan tidak menatap ku!"
Tian melihat ke arah putra keduanya dengan pandangan datar, "Daddy ga ngapa-ngapain."
"Tapi Dad, om Ken bahkan ga natap Daddy tadi. Hayoo! Semalam diapain?!" Kali ini Stevan berseri dengan keras membuat Tian berdecak kesal.
"Ga ada! Orang dia ga tidur sama Dad__"
Tian tidak jadi melanjutkan ucapannya. Matanya menatap ketiga anaknya yang kini tengah memandanginya dengan tajam. Apalagi Teo, putra sulung Bramata yang memiliki mata turunan dari sang kakek. Tian tersenyum kikuk lantas melesat pergi dari sana.
"DADYY!!"
Sedang di sini Adam, pemuda itu tengah memperhatikan jalanan dari balik jendela mobil yang dikendarai oleh Kenzo dengan kecepatan sedang. Kenzo melirik ke arah Adam, anak itu berkali-kali terdengar menghela napas lelah.
"Ada apa?" Tanya Kenzo. Adam menoleh menatap pria yang tengah fokus mengemudi itu.
"Ga ada, gua cuma kangen kehidupan lama." Jawabnya sembari menghela napas, lagi.
Kenzo terkekeh, tangan kirinya menggusak pelan rambut Adam membuat tatanan itu berantakan. Pemuda itu mendengus kesal, melirik sebal ke arah pria dewasa di sampingnya yang malah tertawa geli.
"Balapan? Minum? Atau jadi buronan?"
Semalam Adam memang sudah menceritakan kehidupannya. Bagaimana dia dulu dan darimana dia berasal. Awalnya Kenzo terkejut karena ternyata mereka berada di tempat yang sama. Hanya saja, ketika Adam menceritakan tentang kecelakaan yang menimpanya. Kenzo anehnya justru tidak tahu apa-apa.
"Semuanya. Aku rindu semuanya."
Adam kembali menatap keluar jendela, tak ada lagi yang berbicara. Tak lama mobil yang dikendarai Kenzo memasuki halaman sekolah. Adam keluar begitu saja tanpa menoleh ke arah Kenzo. Pria itu menghela napas. Bohong jika dia tidak merindukan Sagasnya. Tapi mau bagaimana lagi? Semua sudah menjadi seperti ini. Ingin memperlakukan Adam sebagai Sagas pun Kenzo merasa bersalah, bagaimana perasaan pemuda itu nantinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
De Facto (END)
Fiksi Remaja"Balas dendam terbaik adalah mengirim mu ke neraka!"