13

5.8K 417 4
                                    

Adam duduk diam di dalam mobil Stevan. Sudah sejak tadi dia menunggu Stevan, namun pemuda itu tak kunjung kembali. Adam menghela napas, menyesali keputusannya memaksa untuk ikut Stevan tadi. Seharusnya dia sekarang tengah rebahan di dalam kamarnya.

Tapi nyatanya dia malah di sini, duduk diam menunggu Stevan yang tengah menemui teman-temannya di dalam. Sebuah bangunan minimalis yang menjadi tempat perkumpulan mereka.

Adam memang menolak ikut masuk, dia pikir Stevan hanya akan sebentar. Namun sampai sekarang pemuda itu masih belum menunjukan batang hidungnya. Mau menyusul masuk pun Adam malas.

Aroma manis menguar di sekitarnya, Adam merotasikan matanya malas ketika melihat Bianca yang tiba-tiba muncul di sebelahnya. Sedang wanita itu hanya menatap lurus ke depan.

"Adam, pergi ke taman kota. Aku ingin kau melihat sesuatu hal yang sedikit menarik." Ujar Bianca.

"Bagaimana caranya? Taman kota itu jauh, kau ingin aku jalan kaki?"

Bianca menghela napas dan mengangkat tangannya menunjuk kemudi. Adam merotasikan matanya. Dia memang bisa menyetir, namun Sagas tidak. Bagaimana jika Stevan bertanya nanti? Akan menjadi masalah rumit untuknya.

"Kenapa kau memikirkan itu? Pergi saja kesana cepat! Aku tidak mau kau ketinggalan pertunjukan!" Sentak Bianca menarik-narik lengan Adam agar pindah.

"Oke fine!"

Adam keluar dari kursi belakang dan pindah ke kursi kemudi. Pemuda itu menyalakan mobil Stevan dan membawanya pergi dari sana. Adam tersenyum tipis, sudah lama dia tidak membawa mobil dan rasanya lumayan menyenangkan. Adam mulai memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Bianca yang duduk di sampingnya terlihat tersenyum tipis.

'Aku lebih suka jika kamu tetap menjadi diri mu, Adam. Karena Sagas terlihat lemah dan dia tak sanggup menuruti ku.'

Mobil mewah milih Stevan berhenti di parkiran taman. Adam keluar dan berjalan santai dengan Bianca yang memimpin di depan. Dilihat-lihat wanita itu terlihat bersemangat sekali. Memangnya apa yang sedikit menarik itu?

Adam memperhatikan sekitarnya, kebanyakan orang-orang yang datang kesini dengan membawa pasangan mereka. Oh Adam jadi ingin punya pacar. Tapi siapa? Memang ada yang mau dengannya? Adam yakin jika status nya yang merupakan tuan muda Bramata sudah bukan rahasia lagi. Bagaimana jika para perempuan itu hanya ingin mengincar hartanya saja? Meski Adam ragu jika harta keluarganya itu akan habis, tapi siapa yang tahu?

Bianca yang tahu pikiran Adam pun hanya tersenyum tipis. Wanita itu diam-diam meremat sebelah tangannya. Ahh dia bukan perempuan yang akan memanggil tanpa bayaran, dari awal bukankah dia sudah menawarkan? Dan Bianca akan mewujudkan, dengan atau tanpa persetujuan Adam.

"Adam, lihatlah."

Adam berhenti melangkah dan melihat ke arah yang ditunjuk Bianca. Manik hitam kelam itu membulat sempurna. Tubuhnya menegang sempurna. Adam hanya diam ketika Bianca mulai bicara. Pemuda itu total mengabaikan sekitarnya. Kedua tangan Adam sudah bergetar hebat, kedua matanya terasa memanas.

"Aela..."

Bianca tersenyum senang ketika mendengar gumaman Adam. Wanita itu hendak menarik tangan Adam, namun Adam justru berbalik dan melangkah pergi dari sana dengan cepat. Bianca mematung, apakah dia salah? Dia meminta Adam kemari untuk menunjukkan seseorang yang begitu Adam cinta. Aela, kekasih Adam. Apakah dia salah?

Sedangkan Adam sendiri tengah mengendarai mobil Stevan dengan kecepatan penuh. Pemuda itu mengusap kasar pipinya yang basah. Adam terisak kecil, perempuan tadi benar-benar kekasihnya. Kekasih yang sudah meninggal 15 tahun lalu. Adam sendiri yang membawa jasadnya. Dia juga menyaksikan peti yang berisi tubuh kekasihnya di kubur.

De Facto (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang