39

1.8K 123 4
                                    

Adam menatap tidak percaya dua sosok pemuda yang duduk di depannya. Satu pemuda tersenyum lebar ke arahnya, sedangkan satunya hanya memasang wajah datar tanpa minat. Wajah keduanya lumayan mirip, tetapi mereka bukan anak kembar!

"Kalian?!"

"Hay om,"

Adam memijit pelipisnya ketika rasa pening menghantamnya. Jadi, hal yang selama ini dia yakini hanyalah sebuah mimpi, nyatanya adalah sebuah kenyataan?!

"Kay, sapalah, kau tidak merindukannya? Setelah mengirim dia pulang, kau lumayan sedih waktu itu."

"Omong kosong!"

Adam menatap dua orang di depannya sekali lagi. Benar-benar bukan mimpi? Mereka nyata? Semua itu nyata?

"Kalian nyata?" Tanya Adam dengan wajah bingungnya yang sangat kentara.

"Tentu, kami manusia."

Adam memejamkan matanya, kepalanya sungguh terasa ingin pecah sekarang. Mereka, dua orang pemuda di depannya, Kaysan dan Keenan. Orang-orang yang Adam yakini hanyalah sebuah mimpi belaka, sekarang tengah duduk anteng di depannya.

Ahh, harusnya sejak dia tahu bahwa Sagas nyata, dia juga harus menyiapkan diri untuk bertemu yang lainnya bukan? Kenapa Adam bisa melupakannya? Bramata nyata, mereka hidup di negara ini.

Kalau begitu...

"Yang lain?"

"Tentu saja, kita akan bertemu di suatu tempat besok malam. Semua nya akan datang, tanpa terkecuali. Begitu juga mereka, orang-orang yang akan membantu kami." Ujar Keenan tegas.

"Mereka? Membantu kalian? Dalam hal?"

Keenan hanya tersenyum tipis, sedangkan Kaysan segera membuang pandangannya ketika Adam menatapnya.

Ada apa?

Apa ada sesuatu yang Adam lewatkan?

"Kau akan tahu nanti. Kami permisi."

Dua pemuda itu berjalan keluar ruangan Adam. Menyisakan pria itu yang masih bergelut dengan pikirannya.

Tunggu!

Bagaimana dengan Gregor? Bagaimana dengan pak tua itu yang katanya ingin membantu? Kenapa sampai detik ini pesan yang Adam kirimkan belum mendapat tanggapan? Apakah Tara berbohong padanya? Tapi pria itu tak pernah membohongi nya. Begitu juga Gregor.

Adam mengalihkan pandangannya ke arah figura kecil, foto Sagas yang tersenyum lebar terpampang di sana. Adam mengambilnya, di pandangannya foto itu.

"Daddy akan membebaskan kamu, nak. Setelah ini, Daddy pastikan hidup mu akan damai. Tidak akan ada yang mengganggu mu lagi."

Adam meraih ponselnya juga jas nya. Pria itu berjalan keluar dengan cepat.

"Dua hari lagi, kita bereskan mereka, semuanya, jangan sisakan apapun!"

Adam menutup ponselnya setelah mendengar jawaban dari seberang.

Kali ini, Adam tidak akan peduli jika nanti Sagas membencinya. Adam tetap akan melakukannya. Apapun yang terjadi.

>>>

Sagas duduk termenung di balkon kamarnya. Lampu kamarnya sengaja dia matikan agar tak ada siapapun yang masuk ke dalam. Pemuda itu menghela napasnya lelah.

Sekarang apa lagi?

Sejak pulang sekolah tadi, Sagas merasa sekitarnya terasa berbeda. Seperti ada sesuatu, tapi Sagas tidak tahu apa itu.

Sagas merasa diawasi.

"Hay nak!"

Sagas tersentak ketika mendengar suara seseorang. Dia bawa pandangannya ke arah kanan dan matanya membola ketika dia menemukan seorang pria paruh baya tengah berdiri bersandar pada pembatas balkon kamarnya.

De Facto (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang