06

9.2K 711 6
                                    

Adam keluar dari kelas setelah semua penghuninya pergi. Pemuda itu berjalan santai menuju gerbang sekolah. Beberapa murid terlihat terang-terangan memperhatikan Adam dan dia tak peduli akan hal itu. Selagi mereka tak mengusiknya, maka biarlah.

Yahh, mereka hanya merasa asing dengan pemuda yang sejak kedatangannya tadi pagi menjadi sebuah topik hangat. Yang mereka kenal selama ini, Sagas itu adalah pemuda pendiam yang kerjaannya sendirian, tak ada teman. Bukan mereka tak mau berteman dengannya, hanya saja mereka malas berurusan dengan Stevan dan teman-temannya.

Terlebih Naka dan Helena. Mereka enggan berdekatan dengan dua orang itu, rasanya selalu merinding tiba-tiba, seperti akan terjadi sesuatu yang tak mengenakkan. Mereka akui Helena itu punya pesona sampai bisa menarik perhatian Naka, putra salah satu donatur di Briotte dan menjabat sebagai teman Stevanus Chisar, tuan muda ketiga Bramata.

Hanya saja, mereka juga tak terlalu menyukai Helena. Sifat gadis itu terlihat lemah, bahkan dia mudah menangis karena masalah sepele dan yang selalu terkena tuduhan adalah Sagas Immanuel, tuan muda yang tak pernah dianggap keluarganya karena menurut mereka Sagas itu lemah.

Dan seisi sekolah juga beranggapan begitu. Mereka tak pernah menyukai orang lemah. Tapi sepertinya mereka akan berubah pikiran. Sagas sekarang terlihat lain, bahkan tadi pagi anak itu membalas ucapan Naka yang menuduhnya, padahal biasanya dia selalu diam saja.

Langkah Adam terhenti ketika seorang gadis dengan paras yang begitu memukau dari segala sisi berhenti tepat di hadapannya. Gadis dengan pembawaan anggun layaknya seorang putri kerajaan itu tersenyum lembut pada nya. Adam menaikkan sebelah alisnya.

"Aku Bella, boleh ikut kamu ke kediaman Bramata?" wah bahkan suaranya lembut sekali.

Adam mengerutkan keningnya, dia tak mengenali gadis ini. Apa hubungannya dengan keluarga Bramata?

"Aku tunangan Stevan." Adam menipiskan bibirnya, sungguh dia tak menyangka bahwa perempuan secantik ini mau dengan iblis modelan Stevan.Kapan mereka bertunangan? Kenapa Bianca tak bilang padanya?

"Ya."

Adam berlalu begitu saja meninggalakan Bella yang tersenyum di belakangnya. Tak lama langkah gadis itu menyusul. Langkah dua orang itu tertuju ke arah Juna yang sudah menunggu di depan gerbang dengan mobilnya.

"Selamat siang tuan muda dan nona Bella." Juan membungkukan tubuhnya menyapa mereka. Bella tersenyum lembut, sedangkan Adam hanya menatap malas supir pribadinya.

Adam masuk ke dalam di susul Bella yang duduk di sampingnya. Mobil mewah itu melaju meninggalkan sekolah. Tak ada percakapan, masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri. Adam yang menatap keluar jendela dan Bella yang diam namun matanya terkadang melirik Adam.

Sebetulnya Bella sedikit enggan untuk berkunjung ke kediaman tunangannya. Hubungan mereka tak sebaik itu. Awalnya baik-baik saja meski Stevan adalah pribadi yang cuek. Namun sejak kedatangan Helena, semuanya berubah.

Hari ke-20 Sagas koma, ketika Bella berkunjung ke kediaman Bramata. Tian, ayah tunangannya membawa seorang gadis yang tentunya sangat Bella kenali. Helena Kelana. Siswi beasiswa di sekolahnya yang sering bersitegang dengan Sagas, adik tunangannya.

Bella tak tau dari mana Tian mengenal Helena, ketika ditanya, Tian hanya tersenyum kecil. Dari situ Bella jadi tau kalau Helena sudah mengenal lama keluarga Bramata. Tapi kenapa dia tak diberitahu?

Harusnya semua baik-baik saja, tapi sejak saat itu, Stevan terlihat semakin mengabaikannya. Bella sering melihatnya berkumpul dengan teman-temannya dan di sana ada Helena. Berkali-kali pula dia menangkap bahwa tunangannya pulang bersama Helena. Padahal dulu Stevan tak terlalu dekat dengan Helena.

Setiap Bella menyuarakan rasa keberatannya, Stevan bilang dia hanya menganggap Helena adiknya. Bella ingin tertawa rasanya, dengan adik kandungnya saja Stevan tak pernah begitu.

Apakah Stevan ingat dengan adiknya yang tengah terbaring koma? Pemuda itu malah sibuk dengan Helena. Bella tak bisa membayangkan perasaan Sagas.

Mobil mewah itu berhenti tepat di depan pintu besar kediaman Bramata. Adam turun terlebih dahulu, namun dia belum melangkah masuk. Adam baru melanjutkan langkahnya setelah Bella sampai di belakangnya. Diam-diam Bella tersenyum tipis.

Telinga mereka menangkap suara tawa dari ruang keluarga. Ketika pintu terbuka, mata mereka melihat keberadaan teman-teman Stevan dan tentunya Helena beserta dua temannya. Bella mengepalkan tangannya ketika melihat Stevan yang duduk di samping kiri Helena. Sedang di samping kanannya ada Naka.

"Eh Sagas pulang? Oh ada Bella juga? Sini masuk."

Adam menoleh ke arah Ken yang berdiri di anak tangga terakhir. Suara Ken yang keras membuat pemuda pemudi yang asyik bercanda it menoleh ke arah pintu. Adam berjalan menghampiri Ken disusul Bella. Diam-diam Stevan memperhatikan adik dan tunangannya.

"Siang, om." Bella menunduk kecil yang dibalas senyuman Ken.

"Mau bertemu Stevan?" diam-diam Stevan mendengarkan percakapan mereka dan abai pada celotehan Helena.

"Tidak. Aku ingin bersama Sagas."

Semua orang yang mendengarnya terkejut, terlebih lagi Adam sendiri. Ken tersenyum tipis, dia tau benar hubungan Bella dan Stevan tidaklah sebaik itu. Pria itu menangguk mempersilahkan. Bella memekik kecil dan menarik tangan Adam untuk segera pergi dari sana.

Ken menatap Stevan yang terdiam. Pria itu mengode Stevan untuk menyusul dua orang yang sudah pergi itu. Tatapan ramahnya berubah dingin ketika melihat perempuan yang duduk di samping Stevan memegang lengan pemuda itu. Ken langsung pergi dari sana dengan wajah dingin. Sejak awal, sejak Tian mengenal gadis itu, Ken tak menyukainya.

"Abang, Helen pengen__" ucapan Helena terpotong karena Stevan menepis tangannya.

Naka terlihat marah, sedang sisa nya hanya diam saja. Namun diam-diam Raja menyunggingkan senyum miringnya. Wahh, apakah Stevan akan kembali waras? Baguslah.

"Lo kenapa, Stev?" geram Naka sembari mengelus punggung tangan Helena. Gadis yang disukainya itu terlihat sedih.

"Pulang." Seru Stevan.

Raja, Sagara dan Bian langsung berdiri sembari menyuruh dua teman Helena untuk ikut. Mereka paham. Sedangkan Naka dan Helena masih diam menatap Stevan.

"Lo nyuruh kita pergi setelah bikin Helena sedih?" geram Maka menatap wajah dingin Stevan.

Stevan tak menjawab, pemuda itu memilih berlalu dari sana dengan wajah datar. Namun langkahnya terhenti karena ucapan Naka.

"Apa karena adik lo itu?" Naka tersenyum remeh menatap punggung lebar Stevan.

"Lo kayaknya g suka banget sama dia." Seru Raja.

"Dia selalu ganggu Helena. Anak sialan itu selalu bikin cewek gua terluka!" Seru Naka.

"Gua ga merasa dia nyari masalah dehh." gumam Sagara yang diangguki Bian.

"Maksudnya apa?! Jelas-jelas dia yang selalu ganggu Helena!" marah Naka.

"Kenapa kalian bela dia? Udah kemakan trik murahannya itu?!"

Stevan mengepalkan tangannya hingga memutih. Berdecih pelan lantas meninggalkan ruangan itu yang kini terasa suram.

Raja menggelengkan kepalanya dan pergi keluar di susul Sagara dan Bian yang menarik lengan dua teman Helena. Dua gadis baik ini tak seharusnya terlibat masalah. Naka menatap Helena yang menatapnya dengan sedih.

"Kenapa? Mereka kenapa pergi? Aku bikin salah ya?" Naka menggeleng mendengar penuturan Helena. Wajah gadis itu memerah dan tak lama terisak kecil.

"Kamu ga salah. Ini semua pasti gara-gara anak itu. Kita pulang aja ya?"

Naka menggandeng lengan Helena dan melangkah keluar dari kediaman Bramata. Diam-diam tanpa sepengetahuan Naka, Helena mengepalkan tangannya erat. Raut wajah polosnya berubah dingin sebelum kembali ke raut semula ketika Naka menunduk menatapnya.

'Sial! Ada apa ini?!'

'Kau akan berakhir Helena! Tunggu tanggal mainnya saja.'

De Facto (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang