Ken menatap Sagas yang terbaring lemah di ranjangnya dengan selang infus yang menancap di tangan kirinya, juga oksigen yang terpasang apik pada hidungnya. Sudah sebulan sejak insiden kecelakaan atas unsur ketidaksengajaan menimpa Sagas, membuat anak itu terbaring koma. Sagas terjatuh dari lantai tiga sekolah karena tanpa sengaja terdorong beberapa anak yang berlarian turun ke bawah untuk menyaksikan pertandingan dadakan antara si berandal sekolah dan ketua OSIS.
Ken marah besar, kepala sekolah hanya bisa diam karena dia tau bahwa laki-laki di depannya itu adalah tangan kanan Tian, pemilik sekolah ini. Melawan Ken, sama saja melempar bom ke Tian, meledak dan ledakannya akan terjadi di sini, di sekolah ini. Maka Alex__kepala sekolah itu hanya mampu menutup mata ketika Ken menghukum sendiri murid-murid yang membuat putranya terluka, sengaja atau tidak.
Ken menggenggam pelan tangan Sagas. Laki-laki itu tersenyum miris ketika mengingat bahwa Tian sama sekali tidak peduli pada Sagas. Laki-laki itu bersikap seolah-olah Sagas bukanlah putranya, menurut Tian, yang penting dia sudah memberikan anak itu uang setiap bulan, dengan nominal yang sama dengan ketiga putranya. Bukankah itu sudah cukup? Memangnya apa lagi yang harus Tian beri?
"Nak, bangun ya? Papa kangen. Bangun ya, nanti Agas mau apa aja papa kasih."
Di ciumnya kening itu lama, sebelum Ken bangkit dan berjalan keluar ruangan. Lagi-lagi dia terpaksa meninggalkan Sagas sendirian, ada tanggung jawab yang harus dia kerjakan, sebagai tangan kanan Tian.
>>>
Adam mengerutkan keningnya ketika sebuah cahaya terang yang sedari tadi membungkus tubuhnya perlahan menghilang. Digantikan dengan pemandangan ruangan klasik yang terlihat sangat kuno namun mewah. Adam melihat dua orang yang sama persis dengan orang yang duduk di depan toko buku lama tengah memandangnya dengan senyuman. Kakek tua itu duduk sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada, sedangkan wanita muda itu menyuruhnya duduk dengan gestur tangan. Adam menurut.
"Kamu lihat remaja itu?" wanita muda itu bertanya.
Adam mengerutkan keningnya ketika mendadak ruangan klasik itu berubah menjadi ruang rawat inap seseorang. Seorang pemuda tengah berbaring lemah di atas ranjang. Adam menatap wajah damai itu, lucu, wajahnya menggemaskan. Sedangkan wajah Adam begitu mengerikan, di mana-mana laki-laki itu hanya menampilkan wajah tanpa ekspresi. Adam tau dia tampan dan semakin tampan ketika memang wajah datar itu, hanya saja wajahnya kan sudah hancur karena kecelakaan.
Tunggu!
Kecelakaan?!
Laki-laki itu meraba badannya, seharusnya ada banyak luka di sini, apalagi wajahnya. Tapi ini terlihat baik-baik saja, bahkan Adam sama sekali tidak merasakan sakit. Seharusnya dia sudah mati dan ada di persidangan neraka dan surga. Kenapa malah di sni? Apa Adam tersesat? Wanita muda itu hanya tersenyum melihat tingkah Adam.
"Kamu sudah mati, tapi aku memanggil jiwamu untuk kesini."
"Aku memberimu kesempatan kedua untuk hidup, sebagai remaja itu, aku bukan Tuhan, tapi aku bisa membuatmu hidup sekali lagi, asal kau menuruti syarat yang aku beri." Terang wanita muda itu. Adam masih tidak mengerti. Kenapa harus dirinya? Padahal jika memang Tuhan sudah menakdirkan dirinya mati, Adam tidak masalah. Justru dia senang, dengan begitu, hidupnya yang sejak dulu selalu menjadi buronan tidak akan membuatya merasa resah lagi.
"Hey nak! Lebih baik kau setujui saja ucapan wanita ini. Dia sudah memilihmu, dia tidak akan melepaskanmu." Kakek tua itu akhirnya bersuara.
"Apa hak mu menuntutku? Aku tidak tau kau siapa. Jika kau utusan Tuhan, maka katakan pada Tuhanmu bahwa aku lebih baik mati!" Ujar Adam menatap nyalang dua orang di hadapannya. Wanita muda itu tersenyum hangat, kakek tua itu hanya diam.
"Hey Adam, aku punya penawaran bagus. Kau terima maka aku akan menghidupkan kekasihmu kembali."
Jantung Adam yang seharunya sudah tidak berdetak lagi kini terasa berdetak dengan sangat cepat. Adam membisu, wanita muda itu terenyum manis. Dia tau, Adam tidak akan pernah menolaknya. Dengan atau tanpa penawaran itu, sebenarnya.
Kekasihnya sudah lama mati, sudah lima belas tahun berlalu. Sejak kejadian memilukan itu, hati Adam membeku. Apa yang harus dia lakukan? Terima dan dia akan merengkuh kekasihnya kembali atau tolak dan dia akan dikembalikan ke persidangan neraka dan surga?
"Aku..."
>>>
Netra hitam yang sudah sebulan ini terpejam akhirnya terbuka. Pening menghantam kepala remaja 17 tahun itu. Netranya mengerjab beberapa kali menyesuaikan cahaya. Ruangan serba putih ini kosong, tidak ada siapapun di sini. Diam-diam dia tersenyum miris. Menatap kedua telapak tangannya yang ukurannya jauh lebih kecil dari ukuran tubuhnya dulu. Yahh, perbadingan tubuh remaja usia 17 tahun dengan pria 35 tahun tentu sangat kentara.
Adam, pada akhirnya dia dihidupkan kembali.
Adam tidak memilih.
Dia punya pilihan, namun baginya semua ini salah. Hidup dan mati sudah ada di tangan Tuhan. Tapi wanita itu, siapa dia? Mengapa dia berkata seolah-olah dia adalah Tuhan? Apa dia adalah seorang penyihir? Tapi ini sudah zaman modern, jikalau ada penyihir, itu mungkin hanya sekedar seorang pesulap yang sudah memiliki aliansi pro, bukan orang yang bisa menghidupkan kembali orang mati.
Adam menatap pantulan tubuh barunya.
Kurus.
Pucat.
Mengenaskan.
Wanita muda itu menceritakan semuanya. Bagaimana mengenaskannya kehidupan seorang Sagas Immanuel Bramata. Sosok remaja yang dibuang keluarganya. Meski anak itu masih sangat beruntung karena ada banyak orang yang selalu berada di sisinya, walaupun keluarganya tidak pernah menganggapnya ada.
Adam sendiri, dia sejak kecil hidup tanpa siapa-siapa. Kedua orang tuanya meninggal ketika masih bayi. Dia tumbuh di panti asuhan, bersama anak-anak malang lainnya. Adam hidup keras di luar sana. Berpindah tempat ratuan kali, baik ketika masih kecil maupun dewasa.
Adam menghela napas, perilakunya dan Sagas jelas sangat jauh berbeda. Bagaimana reaksi Ken nanti? Bagaimana reaksi keluarga Sagas juga nanti? Bisa-bisa status anak pendiam dalam diri Sagas lenyap dalam beberapa detik.
Ceklek
Adam menoleh menatap seseorang yang membuka pintu rawat inapnya. Di sana berdiri seorang laki-laki seumurannya dulu ketika hidup sebagai Adam. Wajah laki-laki itu terlihat terkejut, sebelum lelehan bening meluncur mulus dari kedua matanya. Adam terkejut ketika laki-laki itu secepat kilat mendekatinya dan memeluknya erat. Posisi Adam yang tengah duduk membuat pria itu dengan mudah merengkuh tubuh kurusnya.
"Nak, putra papa, akhirnya kamu bangun." Pria itu mengelus lembut rambut Adam. Sejenak Adam memejam. Hangat.
Kening Adam lantas berkerut. Dia tidak mengenal pria ini. Memang wanita itu menceritakan semuanya, tapi dia sama sekali tidak menunjukkan wujud orang-orang yang berada di sekeliling Sagas.
"Siapa?" Tanya Adam sembari melepas pelukan pria itu pelan.
Netranya menyorot tajam. Merutuki kebodohannya, bisa-bisanya dia berkata bahwa pelukan pria itu terasa hangat. Bagaimana jika dia adala orang jahat? Bagaimana jika dia ingin membunuh Adam? Bisa saja dia salah satu suruhan mafia yang mengejarnya.
Oh, sepertinya anak ini lupa sekarang dia hidup di mana dan sebagai apa. Lupakan,
Ken menatap mata Sagas yang menyorot berbeda. Biasanya netra anak itu akan selembut kapas namun terlihat tegas. Tapi sekarang, mata hitam itu terlihat dingin, seperti bukan putranya.
"Nak, ini papa Ken. Kamu melupakan papa?" Tanya pria itu lemah.
Oh, Adam ingat. Laki-laki di depannya ini adalah tangan kanan Tianjing,
Adam hanya diam. Sejujurnya dia hanya tidak tahu harus beraksi seperti apa. Seingat Adam, sesuai yang wanita muda itu ceritakan, Sagas termasuk anak yang cukup ramah jika dengan Ken. Hanya saja, ini Adam.
...
Lanjut? Nunggu saya selesai ujian dulu ya.
🙂🙏

KAMU SEDANG MEMBACA
De Facto (END)
Dla nastolatków"Balas dendam terbaik adalah mengirim mu ke neraka!"