16

4.6K 278 7
                                    

Ada sebuah kisah, di masa lalu, akar dari semua masalah. Alasan tak masuk akal yang membuat anak malang bernama Sagas Immanuel Bramata mendapat perlakuan yang tak seharusnya. Sebuah insiden menyedihkan, mungkin. Atau menjijikkan? Entah.

Puluhan tahun yang lalu...

Bianca, wanita muda itu duduk dengan gelisah di sebuah ruangan yang remang-remang. Ruangan itu hanya bermodalkan cahaya bulan yang menerobos masuk melalui celah tirai. Bianca tak bisa tenang, setelah dia mendengar kabar yang baginya itu terdengar sebagai penghinaan untuk keluarganya.

Bianca baru kembali dari rumah sakit, menjenguk adiknya yang dirawat di sana karena pendarahan dari luka di bahu nya yang lumayan dalam. Bianca memaksanya bercerita dan jawabannya membuat Bianca murka.

"Berani sekali kau Tian!!" Seru Bianca penuh amarah. Tangannya mulai melempar barang-barang yang berada di dalam ruangan itu. Menimbulkan kegaduhan yang terdengar hingga luar.

BRAK

"Bianca!"

Bianca menghentikan aksinya, menatap nyalang pria paruh baya yang masuk ke dalam ruangannya. Wanita itu menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Pria paruh baya itu__Herjuno, mengusap pelan punggung putrinya yang bergetar kecil.

"Tenanglah, amarah hanya akan membuat mu merasa kesakitan." Ujar Herjuno pelan,

"Ayah, mereka menghina dan melukai kak Mei, ayah. Aku tidak bisa terima." Adu Bianca untuk kesekian kalinya pada sang ayah.

"Kita tak bisa apa-apa, jika kita bertindak, keluarga kita akan hancur."

Bianca menggeleng pelan, dia tak ingin itu terjadi, namun perlakuan yang diterima kakaknya tidaklah adil. Bahkan sejak awal dia sudah mendapat perlakuan yang sangat sangat tidak adil. Semua ini kesalahan Tian, tapi kenapa Meira__kakaknya lah yang harus menerima semua penderitaan ini? Bajingan Tian itu tak mau bertanggung jawab.

Menghamili Meira sampai perempuan tak bersalah itu memiliki seorang putra, ketika Meira menuntut tanggung jawabnya, Tian marah, dia hendak menyiksa namun mungkin saat itu rasa kemanusiaannya masih berjalan. Meira melewati masa kehamilannya sendirian, hanya ada keluarganya. Orang-orang berbicara yang bukan-bukan tentangnya, tapi Meira diam.

Lalu, ketika melahirkan, membesarkan anak itu sendirian hingga menginjak usia tujuh tahun. Tian kembali, datang begitu saja dan membawa pergi putra Meira. Sagas Immanuel, seorang putra yang lahir karena kesalahan.

"Aku akan membawa Sagas kembali ke rumah ini." Bianca mengepalkan tangannya kuat. Herjuno menggenggam kepalan tangan putrinya. Pria paruh baya itu tersenyum lembut.

"Jangan melakukan apapun jika tidak ingin Mei dalam masalah."

Bianca menjatuhkan dirinya dalam pelukan sang ayah, menangis untuk kesekian kalinya. Bianca tidak rela jika Sagas harus berakhir di kediaman neraka itu. Bianca tahu benar jika Tian tidak berperilaku baik pada ponakannya. Meski di dalam rumah megah itu ada Kenzo, namun Bianca tidak bisa mempercayai laki-laki itu sepenuhnya. Dia bawahan Tian yang begitu setia, bukan tidak mungkin jika suatu hari nanti Ken berubah dari pembela menjadi penyerang.

"Jika kamu mencintainya, harunya kamu percaya padanya, Bianca."

Kenzo, laki-laki yang berhasil memiliki hatinya sepenuhnya. Bianca begitu mencintai laki-laki itu, begitu juga sebaliknya. Sayangnya, semua berubah rumit ketika Tian melakukan hal tidak pantas pada kakaknya dan kenyataan bahwa Ken adalah bawahan setia Tian membuat Bianca merasa hancur. Meski dia tahu benar bahwa Ken berbeda jauh dari Tian, tapi...

"Ken bukan orang yang buruk, meski dia membunuh, dia tidak akan melukai Sagas." Herjuno berusaha menghibur putri kecilnya.

Dia juga merasa sakit dengan hal buruk yang menimpa putri dan cucunya. Tapi dia bisa apa? Tian bukan orang sembarangan, laki-laki itu bisa menggulingkan keluarga Herjuno dengan mudah. Dan Herjuno takut apabila Tian meminta kepada Kenzo untuk melakukannya. Herjuno tahu benar, Ken adalah orang yang begitu disiplin, taat dan tak pernah sekalipun Herjuno mendengar Kenzo menolak perintah.

Herjuno mengusap pelan punggung Bianca, wanita itu sudah tertidur pulas.

"Maafkan ayah yang tidak berguna ini, nak." Satu titik air mata jatuh disusul titik lainnya.

Hening mengisi suasana yang terlihat suram itu. Adam mendengarkan dengan baik penjelasan dari Keenan. Adam sudah sadar sejak beberapa jam lalu dan dia menemukan dirinya sendirian dalam ruang rawat ini. Lalu tak lama Kaysan dan Keenan muncul. Awalnya Adam terkejut, mereka sama seperti Bianca, bedanya mereka berdua masih hidup.

"Aku masih tidak mengerti, bagaimana Bianca dan Herjuno meninggal. Kemana Meira? Siapa orang yang aku lihat di koridor itu dan siapa kalian? Dan jangan bilang masih ada orang yang bisa menghilang selain kalian?" Keenan terkekeh pelan mendengar pertanyaan beruntun dari Adam. Pemuda itu terlihat menggemaskan. Kaysan sendiri hanya menatap malas dan sedikit cemburu ke arah Adam dan Keenan. Kenapa Keenan bisa bereskpresi? Dengannya saja dia tak berminat. Ckck!

"Aku kan belum selesai cerita, Sagas. Kita tunda dulu, lanjutkan besok. Kau harus istirahat, jadi sekarang tidurlah!" Adam berdecak, tapi pemuda itu tetap menuruti perintah Keenan.

Adam menarik selimutnya hingga sebatas dada dan berusaha memejam. Mengabaikan dua aroma kuat yang saling bertabrakan di udara. Adam membuka matanya, menatap ruang rawat nya yang hanya berisi dirinya.

"Sungguh susah di mengerti."

<<<

Ken melangkahkan kakinya cepat menyusuri lorong-lorong rumah sakit. Laki-laki itu membuka kasar pintu ruangan di depannya. Matanya menatap penuh tuntutan ke arah Jonathan dan Mahen yang juga tengah menatapnya heran.

"Aku melihat wanita itu!" Seruan Ken membuat Jonathan yang tengah menegak minumannya tersedak.

"Di mana? Bagaimana dia bisa ada di sini? Oh Tuhan!" Jonathan meremas rambutnya dengan ekspresi frustasi. Sedang Mahen hanya acuh tak acuh.

"Aku harap dia tidak tahu kita ada di sini dan jangan sampai dia melihat Sagas." Ujar Mahen tenang, namun sorot matanya terlihat rumit.

Ken menghela napas lelah. Kapan semua ini akan berakhir? Berawal dari peristiwa menyedihkan membawa mereka ke dalam masalah ini. Ken memijit pangkal hidungnya, begitu banyak masalah yang menimpa mereka.

"Hey! Jangan lupakan dia juga kembali. Bahkan dia menyuruh seoang jalang untuk bergerak di sekeliling kita. Sialan sekali, mana majikan mu terlihat menyukainya!" Geram Jonathan meremas gelas kemasan di tangannya hingga tak berbentuk.

Ken lagi-lagi menghela napasnya lelah, mau dia bicara apapun di depan Tian, tuannya itu tidak akan mendengarkannya. Sekali dia tertarik, dia akan mengabaikan hal lainnya. Sifat yang lumayan buruk.

"Bagaimana kondisi Sagas? Kau belum menemuinya juga." Mahen menatap mata Ken yang terlihat lelah. Mungkin laki-laki tua itu kekurangan waktu istirahatnya.

"Baik, Stevan mengabariku tadi. Aku tidak mungkin menemuinya dalam keadaan ini sekalipun dia belum sadar." Ken menunjuk dirinya sendiri yang memang terlihat cukup berantakan.

Masalah-masalah yang datang nyaris bersamaan membuatnya harus eksra kerja. Belum lagi tugasnya sebagai tangan kanan Tian yang memang tidaklah mudah. Dia harus mengurusi banyak hal. Maka dari itu jangan bertanya-tanya kenapa dia belum mendapat pasangan. Ken tidak memiliki waktu untuk hal tak berbobot itu. Lagipula Ken berencana melajang seumur hidup. Dia hanya mencintai satu wanita dan itu...

"Baiklah lupakan. Temui Kaysan dan beritahu dia rencana kita supaya dia bisa menyesuikan." Ujar Mahen sambil menunjuk Jonathan dengan telunjuknya.

"Aku lagi? Aku ingin tidur." Rengek Jonathan, laki-laki itu mendapat tatapan menjijikkan dari dua pria dewasa di depannya.

Ken berdecih dan melangkah menuju ranjang khusus pasien yang ada di sana dan berbaring memejamkan matanya, harusnya dia yang bilang bahwa dia butuh tidur. Jonathan sendiri terlihat begitu segar. Mahen melangkah keluar setelah memberi salam kecil. Meninggalkan Jonathan yang mulai sibuk dengan pekerjaannya kembali. Ken? Sepertinya pria itu sudah terlelap.

<<<

Membingungkan ya? :)

De Facto (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang