Hening menjadi sesuatu yang biasa bagi Adam, sejak kecil, dunianya sangatlah sepi, Adam besar tanpa orang tua, besar sendirian di lingkungan buruk. Kehidupannya selama 15 tahun terakhir dia habiskan sebagai buronan mafia. Adam laki-laki kaku, dia tidak tahu bagaimana caranya memulai topik. Maka jangan salahkan dia ketika sejak tadi pagi, ruangan ini terasa sangat sunyi. Ken juga tidak berniat memulai pembicaraan, meski laki-laki itu sudah gatal ini bertanya banyak hal.
Ken merasa putranya berubah. Putranya tidak sama lagi. Ken rindu Sagas yang dulu, anak itu begitu cerewet ketika bersamanya, namun kini, menatapnya saja Sagas terlihat enggan. Laki-laki itu menghela napas, menatap putranya yang sejak tadi memalingkan wajahnya darinya. Pada akhirnya, Ken mendekat.
Adam melirik melalui ekor matanya. Apa lagi yang akan dilakukan pria tua itu? Semalam setelah menangis dan memeluknya, pria tua itu dengan tidak tau dirinya meminta tidur seranjang dengannya. Ya memang ranjangnya besar, tapi Adam kan...ah sudahlah lupakan.
"Kamu benar-benar tidak mengingat apapun?" Adam mengerutkan keningnya. Ya namanya orang amnesia tentu tidak akan ingat apa-apa bodoh!
Adam hanya mengangguk mengiyakan saja, dia sangat malas mengeluarkan suara, apalagi untuk pertanyaan tidak berbobot. Ken menghela napas,
"Bagaimana ya papa membawa kamu pulang?" gumam Ken yang masih bisa didengar Adam.
Bukan bagaimana, hanya saja, Ken juga tinggal di kediaman Bramata. Bagaimana caranya dia menjelaskan kondisi Sagas pada Tian? Sedangkan Tian saja terlihat tidak mau mendengar apapun tentang Sagas. Bagaimana jika sikap berbeda Sagas ini membuat Tian terganggu? Ken takut Sagas terkena hukuman.
"Memangnya kenapa? Pulang ya tinggal pulang." Ketus Adam memalingkan wajahnya. Ken sekali lagi menghela napas.
"Ketika di rumah nanti, jadilah anak baik. Papa tidak mau kamu kenapa-napa." Adam hanya berdeham mengiyakan ucapan Ken.
Sebenarnya, Adam berencana membuat suatu di rumah setan itu. Entah kenapa dia merasa marah pada Tian dan tiga bersaudara. Ingin rasanya Adam melakukan sesuatu untuk membalas perbuatan buruk mereka pada Sagas. Sekarangan tubuh ini milik Adam, jangan menyalahkannya atas apa yang akan dia perbuat nanti.
<<<
Adam menatap datar rumah megah di depannya, rumah yang sudah membuat Sagas menderita. Sikap acuh keluarganya membuat Adam merasa marah. Ken menggenggam sebelah tangan Adam, berjalan beriringan memasuki rumah besar itu. Terdengar gelak tawa dari ruang tengah, Ken rasa teman-teman tiga bersaudara sedang berkunjung. Adam mengernyitkan keningnya ketika suara tawa semakin terdengar di indera pendengarannya.
Di ruang tengah, terlihat beberapa orang remaja laki-laki dan tiga orang perempuan tengah tergelak entah karena apa. Melihat kedatangan Ken dan Adam, tawa mereka terhenti. Masing-masing memasang wajah datar dan tatapan menjijikan yang dilayangkan pada Adam, sedangkan tiga gadis itu hanya menatap diam.
"Aku kira kau mati, kenapa masih hidup?"
Adam ingat wajah itu, itu wajah kakak ketiga Sagas. Wajahnya menyebalkan sekali. Adam menghela napas kasar, menatap datar mereka semua. Netranya meneliti wajah mereka satu persatu dan tatapannya berhenti pada mata seseorang. Stevan, kakak ketiga Sagas itu sedikit tersentak melihat tatapan tidak berminat yang dilayangkan Sagas.
"Papa, bisa ke kamar langsung? Aku malas sekali melihat wajah-wajah bajingan itu." Adam mendongak menatap Ken yang memang lebih tinggi dari nya. Ken sendiri termangu, Sagasnya...?
Melihat perubahan raut wajah Stevan dan teman-temannya yang mengeras. Buru-buru Ken menarik pelan pergelangan tangan Adam. Dua laki-laki beda usia itu menaiki tangga dengan cepat. Adam melirik Stevan yang ternyata juga menatapnya. Adam menyunggingkan senyum miringnya dan mengacungkan jari tengahnya.
"Stev, dia beneran adik lo?" Raja, cowok paling sengklek di pertemanan itu membuka suara.
"Dia bukan adik gua!" Sentak Stevan mengepalkan tangannya.
Berani sekali Sagas melakukan itu padanya.
Ahh Stevan, tidak tau saja kau, Adam yang menempati tubuh Sagas bisa melakukan apapun pada mu. Semisal membunuhmu, itu hal kecil.
<<<
Adam termenung di dalam kamar baru nya. Kamar ini tidak terlalu buruk, meski rasanya harus menambah beberapa barang agar tidak terkesan kosong. Adam berjalan menuju balkon, letaknya juga lumayan, berhadapan langsung dengan halaman yang berisi tanaman-tanaman terawat milik mendiang ibunya Sagas.
Pemuda itu berdecak, dia masih merasa tidak terima dengan peristiwa yang dialaminya. Adam sangat bingung, kenapa? Bagaimana? Kok bisa?
"Tentu bisa, karena aku mau."
Adam terlonjak kaget mendengar suara seorang wanita, pemuda itu menoleh ke belakang, matanya menatap tajam wanita yang sama seperti yang dia liat di depan toko buku lama. Wanita yang membuatnya mengalami hal aneh ini.
"Sialan! Kau setan?!" teriak Adam menatap nyalang wanita yang duduk di ranjangnya.
"Bukan, nama ku Bianca dan aku terlalu cantik untuk jadi setan." Wanita itu mengibaskan rambut panjangnya dengan sensual. Adam berdecih,
Adam mengabaikan keberadaan wanita itu, dia kembali fokus menatap halaman. Mungkin kapan-kapan Adam perlu ke sana, sepertinya akan menjadi hal menenangkan jika menatap tanaman-tanaman hijau itu. Dan Adam berdoa semoga dia tidak bertemu salah satu penghuni rumah setan ini.
"Itu tidak mungkin, kau pasti bertemu, lagipula, Tian selalu mengawasi mu."
Adam melirik ke belakang, wanita ini seakan-akan tau apa yang dia pikirkan.
"Memang tahu."
Adam menatap datar Bianca yang asik dengan rokoknya. Tunggu, di mana wanita sialan itu mendapatkannya?
"Aku minta satu."
Adam mendekati Bianca untuk meminta satu batang rokok yang langsung wanita itu beri lengkap dengan korek api nya. Adam menyulut rokok di tangannya, menyesapnya, memejamkan matanya menikmati sensasi manis tembakau, lalu menghembuskan asapnya. Ahh Adam rindu, sudah lama dia tidak menyentuh benda nikotin ini.
"Hey Bianca, kenapa kamu melakukan ini pada ku?" gumam Adam pelan.
Bianca melirik Adam sesaat sebelum menghembuskan napasnya pelan. Wanita itu terlihat tidak ingin menjawab pertanyaan Adam dan Adam sendiri juga tidak terlalu peduli. Meskipun otaknya saat ini penuh dengan segala macam pertanyaan yang mungkin saja jika dia tanyakan justru Adam sendiri yang tidak akan paham. Karena sungguh, baginya hal ini sama sekali tidak masuk akal. Ini dunia nyata atau bukan?
"Aku ingin kamu..."

KAMU SEDANG MEMBACA
De Facto (END)
Jugendliteratur"Balas dendam terbaik adalah mengirim mu ke neraka!"