Manda dan Laras keluar dari toko kain langganan mereka, tempat biasanya mereka membeli kain. Tapi beda dari biasanya, jika biasanya Manda akan membeli beberapa kain yang akan cocok dengan produknya tapi kali ini tidak. Kain yang dicari oleh Manda maupun Laras sama sekali sedang tidak ada stok di toko itu. Dan akan restok satu bulan lagi katanya. Dan Manda tidak bisa menunggu selama itu.
"Gimana nih Ras?" Manda bertanya dengan bingung.
"Sebenarnya beberapa hari lalu gue ada urusan di Jakarta dan mampirlah tuh gue ke toko kain gitu. Disana lengkap banget sih, sempat liat kain yang kita cari juga." Laras menceritakan pengalamannya yang sempat pergi ke Jakarta beberapa hari lalu.
"Jadi harus ke Jakarta nih?" Laras menggedikkan kedua bahunya. Dia hanya bisa memberikan saran, keputusan tetap akan berada di Manda.
"Terserah Lo, kalau emang lagi gak bisa pergi ya udah nunggu satu bulan lagi aja."
"Terus kita launching kapan dong? Kainnya aja satu bulan baru datang terus belum lagi nanti buat sampel lanjut produksi."
"Ya mau gimana lagi, kainnya gak ada yang cocok."
Manda menghela nafas berat. Bisa-bisa strategi yang telah mereka susun dengan matang kini berkahir sia-sia. Dan Manda tidak ingin hal itu terjadi.
"Lo bisa gak temenin gue ke Jakarta?"
"Minggu ini gue lumayan sibuk sih. Tapi nanti coba gua liat jadwal lagi kalau emang lagi kosong gue usahain temenin Lo ke Jakarta nantinya.
"Gue bisanya pas weekend aja ke Jakartanya. Kayaknya sekalian dua hari aja deh disana biar bisa liat di toko lainnya juga. Gimana Lo bisa gak?"
"Bentar gue liat dulu jadwal gue." Laras membuka handphonenya dan melihat jadwal kuliahnya siapa tau ada kelas yang harus dihadirinya pada hari itu.
"Kayaknya bisa sih. Tapi gak tau deh kalau tiba-tiba berubah. Lo kan tau dosen gue kadang suka berubah-ubah."
Manda mengangguk, sebagai sesama mahasiswi dia tentu saja tau beberapa sifat dosen yang kerap kali membuat mahasiswi nya geram.
"Belum pasti ya berarti. Bantu gue ngomong sama Papa ya."
"Iya tenang, gue bantu ngomong sama om Wira nanti." Manda tersenyum, dia pun menggandeng tangan Laras menuju mobil yang sedari tadi sudah menunggu keduanya.
Kalian tau kan sebagai anak tunggal, perempuan pula pastinya Papa Manda ini sangat protektif pada putrinya. Dan sepertinya hal seperti itu wajar terjadi.
"Gimana dapat gak kainnya?" Papa Manda bertanya saat Laras dan Manda telah masuk ke dalam mobil.
Manda menggeleng pelan dengan wajah lesunya.
"Belum, satu bulan lagi katanya baru restok Pa"
"Waduh lama ya." Manda mengangguk pelan.
"Berhenti di depan dulu ya Pa, Manda pengen ice cream soalnya."
Papa menuruti perkataan Manda. Mobil berbelok, berhenti di depan sebuah ruko penjual ice cream yang saat ini sedang digemari oleh anak-anak muda.
"Papa tunggu di mobil aja."
"Nggak Papa ikut, Manda sama Laras mau ngomong sesuatu sama Papa."
Papa mengerutkan keningnya bingung. Tapi tak ayal dia juga menuruti perkataan putrinya. Akhirnya Papa berakhir dengan kedua perempuan didepannya dalam satu meja.
Ice cream mereka pun telah tersisa setengah tapi Manda belum juga mengatakan niatnya mengajak Papa ketempat ini.
"Jadi mau ngomong tentang apa ini?" Papa angkat suara karena dua anak muda didepannya ini belum mengeluarkan suaranya.
"Bisnis Pa, nih Laras yang mau ngomong katanya."
Laras melotot, dia dijadikan umpan oleh Manda. Laras pikir Manda akan bicara dengan ayahnya sendiri lalu Laras yang akan menyakinkan Papa Manda agar memberi izin pada anaknya ini.
Dasar Manda sama sekali tidak memberikan breafing, jika begini kan Laras sendiri yang bingung akan mulai dari mana. Salah kata sedikit Laras takut Papa Manda tidak akan memberikan izin langsung.
"Sebentar Om." Laras membutuhkan waktu untuk merangkai kata yang pas agar mendapatkan izin. Laras menyuapkan satu sendok ice cream lalu ditelannya. Setalah itu Laras berdeham pelan dan bersiap untuk berbicara dengan Papa Manda.
"Jadi om kain yang kita mau itu adanya di Jakarta. Otomatis kalau mau cepet kita harus kesana dong Om. Bukan kita sih lebih tepatnya Manda, kalau aku gak sibuk nanti ikut juga kok Om."
Papa mencerna kalimat Laras. Papa tidak langsung mengeluarkan suaranya, Papa tentu harus berpikir lebih dulu. Dia tidak bisa seenaknya melepaskan putrinya pergi ke kota besar, sendirian pula. Mengingat selama ini, Manda belum pernah dibiarkan pergi sendiri.
Sebelumnya jika pergi, Manda selalu dengan temannya atau dengan keluarga. Papa rasanya berat untuk melepas Manda sendirian. Meskipun sudah tau kalau Manda sudah besar dan bisa mandiri, tetap saja kan ada rasa keberatan di hati Papa.
Tapi jika Papa tidak mengijinkan kasihan juga anaknya yang akan kesusahan nantinya. Apa harus diizinkan? Jika dipikir boleh saja, hitung-hitungan untuk menambah pengalaman Manda.
"Apa boleh buat kan, demi bisnis kalian tetap berjalan Papa tidak masalah. Usahain nanti kamu temani Manda ya Laras."
"Iya Om, saya janji kalau tidak sibuk saya temani kok."
Akhirnya Papa mengangguk meksipun dengan sedikit berat. Terlihat kedua anak muda didepannya langsung melebarkan senyum mereka tanda kemenangan.
"Nanti kesananya naik apa?"
"Kayaknya naik kereta aja gak sih, Man?"
"Iya Pa kita naik kereta aja enakan."
"Kapan berangkatnya?"
"Rencananya sih hari Sabtu Pa, nanti Manda pulangnya hari Minggu."
"Loh nginap?" Papa terlihat terkejut.
Manda dan Laras saling berpandangan. Mereka lupa untuk memberitahukan bahwa Manda akan menginap nantinya.
Manda mengangguk pelan, menatap Papanya dengan takut-takut.
"Papa udah ngasih ijin loh, masa ditarik lagi." Manda bergumam pelan. Wajahnya dia buat semelas mungkin guna menarik simpati dari Papa.
"Nginap dimana?"
"Di hotel pa."
"Papa aja yang antar nanti, Papa juga yang bakal nyariin hotel disana."
"Papa gak sibuk emangnya?"
"Sabtu Papa gak sibuk jadi bisa kalau cuma anterin kamu."
"Terimakasih Papa." Manda berdiri dan mendekat ke kursi papa. Manda merentangkan tangan dan memeluk Papanya.
Papa mengulurkan tangan, mengusap rambut Manda pelan. Manda melepaskan pelukannya dan kembali duduk di kursinya.
"Papa emang tau hotel di Jakarta?"
"Nanti papa bisa tanya sama Arhan."
Hah? Manda tadi salah dengar kan ini?
"Papa emang punya nomornya Arhan?" Manda bertanya dengan tidak yakin, berharap juga agar Papa menggelengkan kepala.
"Punya, malah tadi malam Papa sempat ngobrol sama Arhan. Oh iya, Arhan minta nomor kamu semalam ke Papa."
Lebih terkejut lagi Manda mendengar ini. Manda langsung melebarkan matanya. Tidak menyangkal bahwa Arhan akan secepat itu dekat dengan orang tuanya.
Wah bahaya ini. Tidak bisa Manda biarkan, atau dirinya yang akan terancam nantinya.
"Kok Papa kasih sih."
"Ya gimana? Mama yang nyuruh kasih aja." Oh lagi-lagi Mama, Mama ini kenapa ngebet sekali sih sama Arhan.
Pokonya Manda ngambek sama Mama, awas saja nanti jika ketemu Manda tidak mau ngomong sama Mama pokoknya.
To be continued
Manda sering ngambek deh perasaan tapi gak apa-apa lucu aja gitu ngebayanginnya.
Kira-kira gimana ya Manda kalau udah sama Arhan? Bakal lebih manja kah atau mah sebaliknya nih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet a Mate
RomanceMenjadi anak mandiri diusia yang bisa dibilang cukup muda, rupanya belum cukup membuat Mamanya puas. Diusianya yang masih menginjak 21 tahun ini, Mama Manda malah ngebet menyuruh anaknya untuk segera mencari calon suami dari pada menyelesaikan kulia...