part 55

1K 130 4
                                    

Kabar buruk, sungguh buruk. Baru saja pelayan menyajikan sushi dimeja mereka dan saat Arhan hendak menyuapi Manda, Manda tiba-tiba saja menjadi mual.

"Kenapa?" Arhan bertanya-tanya dengan bingung, dia meletakkan kembali sushinya, dan mengusap-usap punggung Manda lembut.

"Aku gak suka yang mentah Mas." Ucap Manda mencicit. Menyesal dia tidak memberitahukan informasi ini sejak awal, karena pasti selera makan Arhan sudah berkurang dengan hanya melihatnya mual tadi.

"Maaf, saya tidak tau. Mau makan ditempat lain aja? Biar nanti ini dibungkus." Manda menggeleng disertai dengan senyuman menenangkan bagi Arhan.

"Jangan, aku makan yang ini aja." Manda mengambil jenis sushi yang tidak menggunakan daging mentah. Dia melahapnya di depan Arhan, dan mengunyahnya dengan semangat yang dibuat-buat.

"Jangan dipaksa, kita makan di tempat lain aja." Saat Arhan akan berdiri untuk memanggil pelayan, Manda segera mencegahnya. Dia memberikan tatapan memohon agar Arhan tidak melakukan itu.

"Aku gak apa kok Mas. Please, makan aja ya, aku masih capek kalau harus jalan lagi." Dengan menghela nafas berat, akhirnya Arhan setuju dengan usulan Manda.

"Ini, aaa." Manda memberikan interupsi agar Arhan membuka mulutnya. Manda menyuapkan sushi ke dalam mulut Arhan, dia memberikan senyum manis untuk laki-laki itu.

"Mas kan kepengen sushi, makannya harus yang lahap dong."

"Tapi kamu makannya terpaksa gitu, gimana saya bisa lahap?"

"Ya udah dari pada Mas kepikiran, nanti beliin aku ayam aja biar nanti aku makan di mobil."

Solusi itu yang Manda berikan sebagai jalan terkahir. Arhan tentu mengangguk setuju, dia pun memakan sushi dengan sedikit terburu-buru untuk menghabiskannya.

"Jangan buru-buru Mas, santai aja." Arhan tidak menghiraukan ucapan Manda.

Dan baru saja Manda selesai memperingati, sekarang Arhan jadi tersedak. Makanya suruh siapa buru-buru. Manda juga tidak akan kabur kemana-mana kok.

Manda memberikan minuman dan langsung di minum setengahnya oleh Arhan.

"Jangan buru-buru Mas, biar aku suapin aja lah." Manda mengambil alih sumpit ditangan Arhan dan menyuapinya dengan telaten.

"Udah, saya kenyang." Setalah beberapa suapan, akhirnya Arhan menolak. Manda berdecak, masih tinggal separuh tapi Arhan sudah kenyang saja.

"Masih banyak ini Mas, sayang kalau gak dimakan."

"Bungkus aja."

Saat asik-asiknya memakan ayam goreng di dalam mobil, Manda yang tengah mengunyah itu seketika berhenti.

Dia mengambil tisu dan memuntahkan ayam yang ada di mulutnya. Dia menepuk tangan Arhan untuk memberhentikan mobil di tepian jalan.

"Kenapa?" Arhan bertanya dan menatap Manda dengan khawatir.

"Sakit perut." Manda mencicit sembari memegangi perutnya yang terasa melilit. Arhan menjadi khawatir saat melihat hal itu, dia memegang perut Manda dan mengusapnya dengan pelan.

"Kepala aku pusing juga Mas, sakit banget." Arhan kelimpungan dibuatnya. Tanpa ingin membuang waktu lagi, Arhan langsung saja menjalankan mobil ke arah rumah sakit ataupun klinik yang berada paling dekat dengan lokasi mereka saat ini.

"Tahan sebentar." Arhan ingin menenangkan Manda saat gadis di sebelahnya ini tidak berhenti meringis dan mengaduh pelan.

"Sabar ya. Kita hampir sampai." Tangan Arhan mengelus pelan kepala Manda.

Tidak membutuhkan waktu lama, sekarang mobil Arhan sudah berhenti di pelataran rumah sakit. Arhan langsung saja membopong tubuh Manda menuju ruang UGD.

Sampai disana, mereka disambut oleh yang berjaga, dan Manda ditidurkan di salah satu brankar. Selama proses pemeriksaan, Arhan mendampingi Manda karena tangannya digenggam dengan erat seolah Manda tidak ingin ditinggalkan sendirian.

Setelah pemeriksaan selesai, ternyata oh ternyata sakit perut yang dirasakan oleh Manda disebabkan kerena gadis itu memakan makanan super pedas yang dibelinya.

Setalah diselidiki lebih lanjut, Manda mengaku bahwa kemarin malam saat Arhan mengajak Manda keluar untuk membeli cemilan, ternyata dia kecolongan. Saat itu juga lah tanpa sepengetahuan Arhan, Manda menyelundupkan makanan pedas itu di antara belanjanya.

Arhan berdecak saat mendengarnya, dia marah tapi tidak bisa jika memarahi tunangannya yang bandel ini. Apa yang harus dia jelaskan pada orang tua Manda nanti.

Tidak mungkin dia menyembunyikan kejadian ini, orang tua Manda telah memberikan kepercayaan padanya, Arhan tidak tega jika harus menyembunyikan.

Karena itu juga lah, hari ini Arhan tidak bisa mengantar Manda tepat waktu. Dia sudah menghubungi orang tua Manda, dan memberitahukan tentang keterlambatan ini.

Tapi Arhan sama sekali belum mengatakan alasan yang sebenarnya karena pastinya jika diberitahu orang tua Manda akan datang secepatnya ke tempat ini. Arhan meremas rambutnya sendiri, menyalurkan emosi akibat kelalaiannya dalam menjaga Manda.

"Maaf Mas, makanannya kelihatan menggiurkan makanya aku beli." Entah sudah berapa kali permintaan maaf yang diucapkan Manda.

Arhan tidak menjawab, melainkan dia berdecak pelan. Dia pun berinisiatif untuk pergi ke apotik untuk membeli obat yang disarankan kepadanya tadi.

Manda sedih melihat itu. Ya siapa juga yang tidak akan sedih jika diabaikan oleh laki-laki tercintanya. Meskipun ini murni kesalahan Manda sendiri, tapi tetap saja Arhan juga merasa salah disini.

Jika tau akan berkahir seperti ini, Manda jadi menyesal kenapa dia malah memakan itu di tengah malam.

Perutnya masih terasa agak sakit, Manda memeganginya dan sesekali meremasnya. Untung saja dia tidak diharuskan untuk rawat inap. Jadi Manda bisa pergi saat kondisinya sudah membaik.

Kurang lebih mungkin tiga jam waktu yang digunakan Manda untuk tidur di UGD, setelah dia bangun, dia tidak melihat keberadaan Arhan disana.

Manda pun berinisiatif untuk menyamakan pada nakes yang berjaga. Nakes tersebut mengerti, dan memberitahukan bahwa Arhan sedang menunggu diluar.
Setelah meminta tolong untuk memanggilkan, Arhan pun datang tidak lama kemudian.

"Pulang sekarang aja Mas, aku udah baikan kok."

Arhan hanya mengangguk singkat, dia pun meminta pada nakes tadi untuk memeriksa ulang Manda. Setelah yakin semua akan baik-baik saja, dengan dituntun oleh Arhan, sekarang Manda telah duduk dengan tenang di kursi penumpang samping Arhan.

Arhan tidak mengatakan Apapun, bahkan tidak berusaha untuk mengajak bicara Manda sedikitpun. Laki-laki itu hanya menaruh roti dan air mineral didepan Manda, juga memberikan bantal yang biasa dipakai oleh Manda untuk tidur di dalam mobil, lalu sudah.

Manda menatap nanar ke arah Arhan. Tidak tahan, didiamkan seperti ini Manda pun melempar bantal ke kursi belakang, dia menyandarkan kepalanya di pundak Arhan. Tangannya dia lilitkan di lengan laki-laki tersebut. Bodo amat jika Arhan masih marah padanya.

"Jangan marah ya? Janji aku gak bakal ulangi lagi." Masih tidak ada respon juga dari Arhan. Untuk sekedar melirik pun tidak. Harus dengan apa lagi Manda membujuk laki-laki disampingnya ini?

Oh iya, masih ada satu cara lagi. Cara yang cukup ekstrim tapi Manda yakin bahwa cara ini akan berhasil.

Tanpa aba-aba, Manda sedikit menyorongkan badannya pada Arhan, dan satu kecupan berhasil mendarat di pipi laki-laki tersebut.

Meskipun agak malu sebenarnya memulai lebih dulu, tapi tidak apa asal Arhan merespon Manda tidak masalah.

"Nakal." Yes berhasil, meksipun hanya satu kata yang dikeluarkan tapi Manda senang bukan main.

"Makan terus minum obatnya." Titah Arhan tidak ingin dibantah. Manda pun mengangguk patuh dari dia meraih roti yang Arhan berikan tadi lalu memakannya sesuai instruksi.

To be continued

Meet a MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang