Manda turun kebawah untuk mengambil air dingin. Wajahnya terasa memanas setelah mematikan panggilannya dengan Arhan.
Manda membuka kulkas dan niatnya untuk meminum air kini musnah, berganti dengan tangannya yang sekarang melipir mengambil susu kotak yang berada di sana.
Manda langsung saja mencolokkan sedotan dan mulai menyeruput rasa susu favoritnya. Dia berbalik dan menemukan Mamanya yang saat ini tengah berdiri didepannya.
Manda telonjak kaget sampai memegangi dadanya karena terkejutnya. Bisa-bisanya Mamanya sudah ada disini, padahal Manda tidak mendengar suara langkah kaki sedari tadi.
"Mama ngagetin ih."
"Kamu ngagetin, tadi katanya mau istirahat. Ini dikira siapa tadi tiba-tiba ada di depan pintu. Mama kira maling."
"Ih mana ada maling yang beraksi pagi menjelang siang kayak gini." Manda membantah perkataan Mama yang dirasanya sangat mustahil.
"Ada. Itu, kamu." Mama menunjuk pada susu yang sedang diminum oleh Manda.
Manda kebingungan.
"Itu kan susu punya Mama, kenapa malah diminum kamu."
Manda langsung mengamati kemasan dari susu tersebut. Dia pun menatap Mama dan susu secara bergantian.
"Masa sih?" Manda terlihat tidak yakin dengan ucapan Mamanya.
"Mama salah kali. Disana masih banyak kok susu yang lain."
"Nggak, ini tuh emang punya Mama. Mama yang pilih sendiri kok." Mama langsung merebut susu yang isinya tinggal separuh itu dari tangan Manda. Lalu Mama menyeruputnya hingga habis sambil berjalan meninggalkan Manda.
"Mama mau kemana?"
"Mau kerumah Bu Siti, Mama mau main sama cucunya disana."
"Jangan sekarang Ma, ada yang mau Manda omongin soalnya."
"Mau ngomong apa sih? Cepetan keburu cucu Bu Siti pulang nanti."
"Mama mah pikirannya main Mulu deh, heran."
"Mama tuh pengen punya cucu tau. Tapi kamunya malah gak nikah-nikah." Ucap Mama sambil menjitak kepala Manda. Manda yang diperlakukan seperti itu cemberut seketika.
"Ya kan Manda masih kuliah Ma, masa mau nikah sih."
"Kenapa? Banyak tuh diluaran sana yang masih kuliah tapi udah nikah. Ada yang nikah sama dosennya malahan."
"Jadi Mama mau Manda nikah sama dosen gitu?"
"Gak gitu. Nikah sama Arhan aja, dia sabar tuh ngadepin kamu." Manda berdecak. Belum juga diminta restu tapi rupanya Mama ini sudah setuju saja.
"Makanya Mama jangan kemana-mana dulu, ini Manda mau ngomong serius. Duduk gih, Manda mau panggil Papa dulu."
"Ya udah cepetan." Mama pun melangkah mendekati sofa yang ada di ruang tengah lalu mendudukinya sembari menanti anak dan suaminya datang dan bergabung.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, Manda dan papanya kini telah datang dan duduk bersama Mama. Papa duduk disamping Mama dan Manda duduk di hadapan kedua orang tuanya.
Setelah berbicara dengan Arhan tadi, Manda semakin yakin untuk mengatakan perihal lamaran Arhan padanya secepat mungkin. Manda hanya takut saja jika akhirnya Arhan lelah dan malah memilih wanita lain untuk menjadi pasangannya.
Rasanya Manda tidak akan sanggup membayangkan Arhan jika bersanding dengan perempuan lain. Entah jenis pelet seperti apa yang laki-laki itu berikan pada Manda, hingga Manda malah menjadi jatuh dalam ucapannya sendiri kali ini.
Sebelum Manda mengeluarkan suaranya, terlebih dulu Manda mengamati ekspresi yang ditampilkan kedua orangtuanya. Papa dan Mama terlihat menatap Manda penuh penasaran.
"Mas Arhan lamar aku Ma, Pa." Ucap Manda tetap fokus pada keduanya.
Pertama Manda akan menjelaskan reaksi Mama dulu. Ok, sekarang Mama terlihat terkejut dengan bola mata yang melebar tapi juga senyuman tidak bisa disembunyikan dari bibirnya.
Dan Papa sendiri, terlihat biasa saja. Seolah-olah apa yang dikatakan Manda ini bukanlah kabar yang mengejutkan. Manda heran dengan Papa. Kemana perginya sifat Papa yang protektif ini. Kenapa malah disaat anaknya memberi kabar dilamar Papa malah terlihat biasa saja? Yang benar saja.
"Papa kok reaksi gitu?" Tanya Manda penasaran.
Papa berdeham lalu mulai membuka suaranya.
"Papa udah nyangka. Sebelumnya Arhan emang udah pernah ngomong juga sama Papa mengenai ini. Tapi Papa minta jangan buru-buru, waktu itu kamu masih agak sinis sama Arhan jadi Papa minta dia sabar dulu."
Manda menganga tidak percaya dengan penjelasan yang diberikan Papa.
"Serius, Pa?" Tanya Manda memastikan sekali lagi. Anggukan yang diberikan papa mempertegas semuanya.
Gila sih, ternyata benar apa yang pernah Arhan katakan bahwa laki-laki itu memang sudah tertarik dengan Manda sejak pertama kali mereka bertemu. Tapi Manda pikir itu hanyalah ketertarikan biasa saja.
Ternyata arti tertarik dari kamus Arhan itu memang berbeda arti dengan apa yang dipikirkan Manda.
"Terus sekarang gimana?"
"Gimana apanya? Ya terimalah, kamu ini gimana sih masa laki-laki kayak Arhan mau disia-siakan." Mama menjawab dengan cepat, dengan suara yang lumayan keras pula. Membuat Papa yang duduk disebelahnya kaget sampai mengelus dada.
Manda ingin tertawa kencang melihatnya, tapi situasi yang terjadi kini sedang serius dan tidak memungkinkan untuk dirinya tertawa.
"Papa?" Manda bertanya tentang pendapat Papa yang dirasanya lebih bijak dari pada Mama.
"Terserah kamu, kan yang dilamar kamu. Masa Papa yang jawab."
Iya sih, benar yang Papa katakan. Manda meremas tangannya, sekarang ini dia yang malah bimbang.
"Tapi Manda gak siap kalau nikah dalam waktu dekat, Pa."
"Niat baik jangan ditunda-tunda Manda. Nikah itu ibadah Manda, enak nikah dari pada terus jomblo gini. Kalo nikah kan..."
"Ma." Papa menegur dengan pelan sebelum Mama menyelesaikan kata-kata. Ditegur seperti itu Mama langsung kicep seketika.
"Kalau tunangan dulu mau?" Manda berpikir sejenak lalu mengangguk. Dari pada harus langsung nikah, kesannya malah sangat buru-buru, dan pasti akan banyak yang mengira Manda hamil duluan hingga mengharuskannya nikah tiba-tiba.
"Ya udah, tunangan dulu aja. Nanti sambil jalan Papa percaya Arhan bisa bimbing kamu sampai benar-benar siap akhirnya." Nah kan sudah pasti tebakan Manda tepat sasaran. Saran dari Papa memanglah yang terbaik baginya, berbeda dengan Mama yang malah terkesan terlalu menekan Manda.
Ya Manda sih maklum, karena Mama memang sudah kebelet pengen punya cucu. Jadi Manda tidak terlalu ambil pusing. Toh Mama juga tidak ada memaksakan kehendak pada Manda.
"Kabarin Arhan gih sana. Papa tunggu kedatangannya beserta orang tuanya."
Papa memberikan senyum pada putrinya itu. Manda berdiri dan memeluk Papa."Makasih, Pa."
Suara deheman ga sengaja dibuat keras itu terdengar, siapa lagi jika bukan dari Mama tentunya. Manda pun tertawa dan membawa Mama ikut serta dalam pelukan mereka.
"Jangan lupa kabarin Arhan, Mama udah gak sabar mau ketemu besan."
"Iya Mama sabar." Ucap Manda, dia pun melepaskan pelukannya dan mengambil handphone yang sedari tadi ada disakunya.
Manda mendial nomor telepon Arhan dan dengan cepat panggilan itu telah terhubung. Mendengar suara serak-serak Arhan dari sana, entah kenapa malah membuat Manda gugup seketika.
"Papa aja deh yang ngomong." Manda menyerahkan handphonenya pada Papa, Papa mengambil alih handphone Manda dan menyapa Arhan.
"Arhan, om tunggu pinangan kamu dirumah."
To be continued
Kira-kira gimana ya reaksi Mas Arhan tiba-tiba dapat kabar seperti ini?
Btw maaf ya updatenya telat, kemarin aku gak sempet buat update.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet a Mate
RomanceMenjadi anak mandiri diusia yang bisa dibilang cukup muda, rupanya belum cukup membuat Mamanya puas. Diusianya yang masih menginjak 21 tahun ini, Mama Manda malah ngebet menyuruh anaknya untuk segera mencari calon suami dari pada menyelesaikan kulia...