Menjelang sore hari, Manda dibuat bingung dengan pengunjung yang datang ke lapaknya bukan lagi kaum hawa melainkan segerombol kaum Adam itu tengah berjalan dengan pandangan yang lekat menatap ke arahnya.
Meskipun heran, Manda tidak membandingkan pelayanan yang diberikan. Baginya mau jenis kelamin apapun mereka tetaplah calon customer. Mungkin saja kan mereka ingin membelikan baju untuk pacar atau istrinya.
Dengan senyum ramah untuk menyambut calon customer, Manda mempersilahkan mereka untuk masuk dan melihat-lihat koleksinya. Tapi segerombolan laki-laki yang berjumlah empat orang itu, bukannya masuk malah berhenti di depan Manda.
Kening Manda mengernyit, dia tidak enak jika protes pada calon customer ini, pasalnya berdiri mereka yang berjajar membuat akses orang lain untuk masuk dan keluar dari lapak menjadi sedikit terhambat.
"Ada yang bisa saya bantu?" Dengan sikap ramahnya, Manda masih berbicara dengan sopan dengan para laki-laki didepannya.
Laki-laki itu terlihat saling berpandangan sejenak, sebelum salah satunya berceletuk dan menunjuk ke arah Manda.
"Iya ini orangnya."
Tunjuknya membuat Manda kaget. Dia sama sekali tidak mengenal laki-laki yang berjejer didepannya. Lalu kenapa seolah Manda ditunjuk seperti orang yang telah mereka cari-cari selama ini.
"Maaf kalian siapa?" Tanya Manda kebingungan. Jujur saja dia merasa sedikit takut, takut mereka adalah orang-orang jahat yang akan mencelakainya. Meskipun rasanya itu hal yang mustahil mengingat mereka saat ini tengah berada di keramaian.
Tapi namanya kejahatan, bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja kan. Apalagi di jaman sekarang banyak orang nekat. Manda merinding membayangkan itu jika terjadi padanya.
Melihat gelagat aneh dari empat laki-laki didepannya, Manda hendak berbalik dan meninggalkan mereka tapi salah satu dari mereka berceletuk dan membatalkan niat Manda.
"Kamu pacarnya Arhan?" Mendengar nama yang sangat familiar itu, Manda mandangi satu per satu dari mereka.
Pacarnya Arhan? Tidak Manda dan Arhan sama sekali tidak berpacaran. Manda menghela nafas pelan, dia teringat kembali dengan ajakan serius yang Arhan berikan padanya.
"Bukan, saya bukan pacar Arhan atau siapapun. Maaf saya lagi sibuk." Manda sudah berbalik, tapi lengannya di cekal oleh orang yang berada di tengah.
"Ngaku aja lah dek. Orang aku liat sendiri tadi Arhan kasih makanan ke kamu kan. Tenang aja kita teman-temannya Arhan kok." Fahri bersuara.
Meskipun begitu, Manda tidak semena-mena percaya begitu saja dengan perkataan para lelaki didepannya ini. Bisa saja kan mereka ini musuh-musuh Arhan yang tengah mengincar dirinya untuk mencari kelemahan Arhan. Eh tapi agaknya itu sedikit tidak masuk akal. Memang ada hubungan apa tentang Manda dan kelemahan Arhan?
Katakan Manda terlalu drama tidak apa-apa. Karena nyatanya otaknya ini memang sudah terkontaminasi dengan berbagai drama yang ditontonnya.
"Bukan, saya aja gak kenal Arhan kok." Manda menghempaskan tangan Fahri yang mencekalnya.
"Parah sih, pacar sendiri gak diakui. Arhan pasti potek sih ini." Yang lain ikut berceletuk, menggeleng kepalanya ke arah Manda.
Manda mah bodo amat mereka mau bilang apa saja. Kenyataannya dia dan Arhan memang tidak pacaran kok.
"Mas-mas ini ada urusan apa ya kesini? Maaf kalau saya tidak sopan, tapi kalian menghalangi jalan orang." Mereka serempak melihat ke sekeliling dan benar saja.
Mereka menyingkir ke pinggir, berusaha untuk tidak menghalangi jalan orang-orang lagi.
"Kita kesini cuma mau tau kamu aja kok. Arhan pelit soalnya, padahal kita gak bakalan rebut juga." Kekehan pelan terdengar setelahnya.
Mendengar itu entah kenapa Manda kesal sekali. Ternyata hanya karena alasan yang tidak penting itu mereka sampai rela meluangkan waktunya ke tempat ini. Manda berdecak pelan karenanya.
"Maaf Mas, saya sibuk." Selesai mengatakan itu, Manda benar-benar pergi dari hadapan empat laki-laki itu. Dia mendekat ke arah kasir dan ikut membantu Wati yang sedang bertugas di sana.
• • •
Mendapati sebuah gambar yang dikirim oleh temannya, membuat Arhan berdecak dan mau tidak mau dia harus meluncur ke tempat.
Bukan apa-apa, dia masih ingat bahwa teman-temannya ini memiliki sifat ajaib, Arhan hanya khawatir jika gadisnya ini akan diganggu oleh mereka.
Sampainya ditempat, bisa dilihat teman-temannya ini yang masih berada didepan lapak Manda. Hal pertama yang Arhan lakukan bukanlah menghampiri teman-temannya, tapi dia mendekat pada Manda terlebih dahulu.
"Kamu gak apa-apa?" Manda mendongak dan sedikit terkejut melihat Arhan yang berada disana.
"Kenapa emangnya?"
"Kamu gak diapa-apain kan sama mereka?" Pertanyaan Arhan berisi sarkas yang ditujukan pada teman-temannya yang saat ini masih berada di posisi semula.
Manda berdecak, dia pun melirik sebentar ke arah teman-teman Arhan.
"Nggak, mereka ngapain sih Mas datang kesini?"
"Saya juga gak tau, biar saya ajak mereka pergi dulu." Manda hanya mengangguki saja, karena itu adalah ide yang paling bagus. Jujur Manda terganggu dengan kehadiran teman-teman Arhan ini. Apalagi saat mereka memandangi Manda saat tengah bekerja.
Ingin rasanya Manda mencakar wajah teman-teman Arhan itu. Apalagi sosok mereka yang mencolok diantara yang lain membuat orang-orang kebingungan dengan kehadiran mereka.
Arhan mendekat ke arah teman-temannya dengan pandangan mata yang tajam, seolah mengisyaratkan bahwa saat ini dia benar-benar kesal dengan kelakuan temannya yang diluar nalar ini.
"Yuk pergi." Satu persatu dari mereka mengikuti langkah Arhan. Akhirnya mereka berhenti di sebuah food court yang tidak jauh dari tempat bazar dilaksanakan.
Arhan berdecak sebelum mengungkapkan kekesalannya pada temannya ini.
"Kalian ngapain datang kesana segala."
"Santai, kita cuma pengen tau. Ternyata cantik juga ya dia." Samuel, mengangkat satu alisnya naik turun. Laki-laki yang terkenal paling playboy di antara mereka ini rupanya tengah menggoda Arhan.
"Jangan macem-macem." Arhan memperingati, dengan tampang yang tidak bisa dikatakan pas-pasan itu bukan perkara sulit bagi Samuel untuk memikat para wanita. Apalagi tampilannya yang bisa dibilang rapi khas orang kantoran, benar-benar mencerminkan suami impian bagi para kaum perempuan.
Samuel terbahak pelan melihat kekhwatiran yang terpancar di wajah Arhan.
"Tenang, selera gue bukan yang unyu-unyu kayak dia."
"Eh, tapi tadi cewek itu bilangnya Lo sama dia gak pacaran ya?" Pertanyaan yang sejak tadi menjadi tanda tanya besar di otak mereka ini akhirnya diserukan oleh Fahri.
"Ya emang nggak." Arhan menjawab apa adanya.
"Lah terus?"
"Gue kan udah bilang kalau gue serius, jadinya gue ajak nikah sekalian."
Empat teman Arhan terpelongo mendengar jawaban Arhan. Rizal, teman mereka satu-satunya yang telah berumah tangga itupun, menepuk bahu Arhan.
"Gila sih Lo, dimana-mana orang kalo PDKT itu ya perlahan-lahan, lah ini malah di gas pol langsung ajak nikah."
"Udah kebelet kali tuh, pasti gak sabar ya." Fahri sialan, bisa saja dia mempelesetkan obrolan mereka pada hal-hal yang seperti itu.
Arhan menatap Fahri dengan tajam seakan ingin sekali melemparnya dari lantai atas gedung ini.
"Mending kalian pulang sana." Dari pada berpanjang urusan dengan teman-teman geseknya ini, Arhan lebih baik mengusir mereka saja.
"Gak asik Lo. Kita penasaran tau sama sifat Lo kalau udah sama dia. Masih tetap gini-gini aja atau malah manja gitu."
"Udah pulang-pulang." Arhan menepuk satu persatu pundak temannya, lalu dia pun berlalu meninggalkan mereka untuk menemui Manda kembali.
To be continued
Kocak juga ya teman-teman Arhan ini. Sebegitu penasarannya sama Manda sampai rela luangin waktu segala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet a Mate
RomanceMenjadi anak mandiri diusia yang bisa dibilang cukup muda, rupanya belum cukup membuat Mamanya puas. Diusianya yang masih menginjak 21 tahun ini, Mama Manda malah ngebet menyuruh anaknya untuk segera mencari calon suami dari pada menyelesaikan kulia...