part 39

2.2K 191 17
                                    

"Laras, disini." Manda melambaikan tangannya, memberi tahukan dimana keberadaan dirinya pada Laras.

Siang ini, sembari menunggu kelas selanjutnya yang masih akan dimulai dalam dua jam lagi, untuk menghilangkan rasa bosannya maka Manda mengajak Laras untuk bertemu di cafe yang berada tidak jauh dari kampusnya. Untungnya Laras menerima ajakan Manda itu.

"Tumben, bukannya masih ada kelas ya?" Laras bertanya sembari mendudukkan dirinya di sebrang Manda.

"Iya, masih dua jam lagi sih. Lo sendiri?"

"Udah selesai. Paling nanti mampir ke rumah Lo, bantu anak-anak packing. Lumayan orderan lagi banjir."

Manda mengangguk, mereka kemarin memang sempat restok produk yang kerap kali ditanya oleh para customer. Alhasil sekalinya restok, ya seperti ini, akan banjir dengan orderan. Dan seketika langsung ludes lah stok mereka di gudang.

"Ras, menurut Lo gimana kalau misal kita ikut semacam bazar gitu?"

"Ide bagus tuh kayaknya, lumayan buat tambah pengalaman juga selain promosi kan." Manda mengangguk setuju, memang itulah yang menjadi pertimbangan saat dia memikirkan hal tersebut.

"Emangnya mau bazar dimana?"

"Belum tau sih, tapi ada teman gue yang tau info info bazar gitu nanti bisa ditanya kalau emang jadi."

"Ikut aja lah Man, tapi jangan dadakan. Kita kan juga perlu restok barang-barang yang udah pada habis."

Manda mengangguk setuju. Percuma juga nanti mengikuti bazar jika barang-barang yang mereka jual malah kebanyakan yang sudah habis.

"Ya udah, nanti gue tanya bazar yang masih jauh-jauh hari."

Laras mengacungkan jempolnya pada Manda. Dia meraih minuman yang telah Manda pesankan untuknya dan meminumnya separuh. Cuaca terik disiang hari, memang paling mantap jika minum es yang segar segar. Rasanya sungguh tiada dua.

"Ras, gue mau cerita."

Laras mengangkat sebelah alisnya, biasanya Manda ini cerita ya tinggal cerita saja, tidak perlu sampai seperti ini.

"Cerita aja sih Man, pasti gue dengerin kok."

Manda meremas-remas tangannya yang berada di pangkuan. Jujur dia masih gugup untuk mengatakan hal yang akan di bicarakannya dengan Laras.

"Jadi gini, kemarin Mas Arhan bilang Mamanya mau ketemu sama gue." Manda mendongak, mengamati ekspresi yang akan Laras berikan akan perkataannya barusan.

Tidak jauh berbeda dari ekspresi Manda saat mengetahui hal tersebut, ekspresi Laras pun demikian.

"Serius? Jangan bercanda ah." Laras mendorong pundak Manda pelan, tampak tidak percaya dengan apa yang baru saja Manda lontarkan.

"Serius Laras. Makanya gue bimbang, menurut Lo gimana?" Manda menunduk, hal ini jugalah yang membuat tidurnya kurang nyenyak semalam.

Saat mendapatkan pesan dari Arhan yang menanyakan tentang kapan Manda bisa menemui Mamanya, membuat Manda kepikiran sampai sekarang.

Bukan Manda tidak ingin bertemu, dia sih oke-oke saja. Tapi masalahnya, dia tau bahwa kedua orang tua mereka sudah sangat berharap akan hubungan ini, apalagi jika nanti Manda bertemu Mama Arhan, Manda takutnya dia malah tertekan untuk melanjutkan hubungan yang masih abu-abu ini.

Manda akui jika memang dia sudah mulai merasa nyaman dengan Arhan, dan merasa kehilangan jika Arhan tiba-tiba menghilang. Tapi untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius, Manda sama sekali tidak siap. Hubungannya dengan Arhan masih berjalan baru-baru ini, Manda tentu masih membutuhkan waktu untuk pendekatan lagi.

Apalagi melihat gap umur diantara dirinya dan Arhan yang terpaut lumayan jauh, Manda sudah menduga bahwa Arhan tidak akan bermain-main lagi dengan suatu hubungan. Pasti laki-laki itu akan meminta hubungan yang serius.

Salah memang jika Manda memikirkan hal ini belakangan. Seharusnya, Manda memikirkan ini diawal, jika memang Manda tidak siap serius maka harusnya dia tidak pernah menjalin hubungan dengan Arhan sama sekali dan malah memberi laki-laki itu harapan.

Tapi sudah terlambat bukan untuk menyesali hal tersebut? Cara yang dilakukan Arhan untuk mendekati dirinya terlalu halus, dan sangat mudah untuk Manda jatuh pada pesona laki-laki itu.

"Cuma pengen ketemu aja kan? Ya udah lah iyain aja." Jawaban yang diberikan Laras, membuyarkan semua pikiran yang ada di otak Manda.

"Lo yakin Ras, cuma ketemu aja? Gue cuma takut aja Ras kalau nanti Mamanya Mas Arhan berharap lebih sama gue."

"Terus Lo mau nolak gitu? Apa hal itu gak akan membuat sakit hati mereka?"

Benar juga yang dikatakan Laras, Manda juga sudah terlanjur menyetujui untuk menemui Mama Arhan. Jadi Manda harus bagaimana ini? Manda terlalu bingung sekarang.

"Manda, Lo cuma mau main-main sama Mas Arhan?" Setelah mengalami hening beberapa saat, dari raut wajah yang ditunjukkan Manda, Laras sudah bisa menebak hal tersebut.

"Bukannya wajar ya di usia gue masih mau main-main? Gue masih terlalu muda untuk menikah kan?" Nah kan, repot kalau sudah begini. Manda bodoh, kenapa tidak berpikir konsekuensinya di awal.

"Manda, emang wajar diusia Lo ini masih belum kepikiran ke arah sana. Tapi Lo juga harus liat siapa partner Lo. Ini Mas Arhan loh Manda, Lo tau sendiri kan usia dia berapa? Apa mungkin kalau dia berpikir untuk main-main aja sama Lo?" Dengan rentetan panjang lebarnya Laras berucap. Manda hanya bisa tertunduk lesu.

Semua sudah terlanjur terjadi. Sudah terlambat jika Manda ingin mundur, ada hati yang akan hancur dan ada kecewa yang dirasakan banyak orang nantinya.

"Manda, saran dari gue mending Lo lanjut hubungan Lo sama Mas Arhan, jika memang akhirnya Lo mulai gak nyaman, Lo bisa mundur dan bicara pelan-pelan. Kalau emang sebaliknya, gak ada alasan lagi kan buat Lo nolak Mas Arhan."

Manda tetap diam, memandang ke arah jalanan, dimana orang-orang berlalu lalang dengan kendaraan masing-masing.

"Lihat belakang Lo." Manda mengernyit bingung saat mendapatkan perintah seperti itu. Dengan pelan Manda menuruti perintah Laras. Dan saat dia menemukan apa yang dimaksud Laras, mulut Manda hanya ber oh saja.

"Dia kan Evan yang Lo taksir selama ini? Sekarang liat kan sifat asli dia gimana?"

Manda mengangguk, ternyata memang benar desas-desus orang yang mengatakan bahwa Evan menang pemain wanita. Entah Manda yang dulu dibutakan akan hal itu karena rasa cintanya atau bagaimana hingga dia tidak menyadarinya.

"Keputusan ada ditangan Lo. Pikirkan baik-baik, dari pada sakit hati nantinya. Gue cabut dulu, udah dicariin sama anak-anak."

Manda mengangguk saja. Tinggal dirinya seorang diri di meja ini. Laras sudah pergi untuk membantu menghandle kerjaan mereka di rumahnya.

Manda mengusap wajahnya kasar. Sepertinya memang benar yang Laras katakan, setidaknya Manda harus mencari keyakinan untuk lanjut atau tidak dalam hubungan ini.

Akhirnya setelah pertimbangan yang benar-benar matang, Manda mengirimkan pesan pada Arhan.

'aku bisanya Minggu, Mas. Gimana?'

To be continued

Akhirnya Manda mau ketemu calon Mama mertua.

Makin seru nih, apalagi Manda udah gak kebayang bayang Evan lagi. Cuma fokus di Arhan dia sekarang.

Buat Mas Arhan, semangat kemenangan udah didepan mata.

150 vote + 10 komen, please.

Meet a MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang