part 52

2.3K 180 16
                                    

Manda tidak bisa melupakan kejadian yang terjadi di mobil tadi. Jujur saja semenjak kejadian itu, dia menjadi gugup setiap kali harus berhadapan dengan Arhan.

Seperti malam ini contohnya. Saat dia tengah melakukan makan malam bersama dengan orang tua Arhan, Manda selalu berusaha untuk tidak menatap ke arah tunangannya itu.

Dia takut salah fokus pada bibir yang siang tadi telah dirasakannya. Masih teringat dengan jelas bagaimana detik-detik kejadian itu terjadi. Manda tidak melupakannya sedikitpun, bahkan rasanya saja Manda masih sangat mengingatnya. Manda mengetuk kepalanya pelan, berusaha mengenyahkan bayang-bayang di otaknya.

Arhan bisa melihat gelagat aneh dari Manda, dia sudah mengira bahwa itu pasti karena keberingasannya yang tidak bisa dikendalikan tadi siang.

Sejak saat itu, Arhan merasa bahwa Manda menghindarinya karena perempuan itu marah mungkin. Arhan tau bahwa dia bersalah karena tidak bisa mengontrol diri.
Tapi dia awalnya berpikir bahwa Manda tidak keberatan dilihat dari reaksi Manda yang juga ikut membalas ciumannya. Arhan berinisiatif untuk meminta maaf. Dia tidak nyaman jika Manda bersikap kaku padanya.

Arhan melihat Manda yang saat ini tengah membantu ART memindahkan piring makanan yang telah kotor ke dapur. Arhan sengaja berlama-lama didepan kulkas. Tujuannya bukan untuk meminum atau apapun, melainkan menunggu Manda hingga selesai.

Saat Manda berbalik dan akan meninggalkannya, buru-buru Arhan meraih tangan Manda dan membuatnya agar menghadap pada dirinya. Arhan segera membawa Manda ke halaman belakang sebelum bibi berhasil memergoki keduanya. Arhan mendudukkan Manda di salah satu kursi dekat dengan taman, dia pun menatap Manda penuh penyesalan.

"Maaf tentang yang tadi siang." Arhan mengatakan saat mata mereka berpandangan. Arhan meraih kedua tangan Manda dan digenggamnya.

"Saya waktu itu lepas kendali." Lanjut Arhan lagi saat tidak mendapatkan respon dari Manda.

Pipi Manda sudah memerah sejak Arhan mengingatkannya tentang kejadian itu. Bibir Manda kelu, tidak tau harus memberikan jawaban apa pada Arhan. Manda bingung, kenapa laki-laki itu harus meminta maaf sedangkan apa yang terjadi tadi siang tidak atas dasar paksaan sama sekali.

"Kamu sakit? Wajah kamu merah?" Tangan Arhan beralih menangkup wajah Manda. Mendongakkan wajah Manda yang ingin menunduk.

Dasar tidak peka. Manda merutuki dalam hatinya. Apa Arhan tidak tau ya, wajahnya merah ini karena malu bukan karena sakit. Tidak tahan di tatap lamat-lamat oleh Arhan, Manda pun langsung menubrukkan wajahnya di dada pria itu, berusaha menyembunyikannya disana.

"Mas  ngomong apa sih. Kenapa minta maaf segala?" Manda mencicit di dada Arhan. Arhan akhirnya bisa bernafas lega karena tau bahwa Manda tidak marah padanya.

"Jadi kamu gak marah?"

"Mau marah kenapa emangnya?"

"Tadi siang..." Arhan tidak lagi melanjutkan ucapannya yang menggantung. Tanpa perlu dijelaskan dengan detail pun, Arhan yakin Manda tau kemana arah pembicaraan mereka.

"Jangan di omongin lagi, aku malu."

Arhan tertegun sejenak. Jadi diamnya Manda itu bukan karena marah tapi karena perempuan ini sebenarnya merasa malu Astaga bodoh sekali Arhan ini. Arhan lantas terkekeh pelan, merutuki dirinya sendiri. Dia pun membawa Manda semakin merapat pada pelukannya.

"Saya kira kamu marah." Bisik Arhan yang mendapat gelengan dari Manda.

"Kalau saya mau cium lagi boleh?" Entah kenapa malah pertanyaan seperti itu yang keluar dari mulut Arhan.

Bukannya menjawab, Manda malah memberikan cubitan dipanggang Arhan. Membuat Arhan tergelak karenanya. Pasti wajah Manda yang disembunyikan dalam pelukannya ini sudah semakin memerah saja.

"Arhan, Manda." Suara Mama Arum yang memanggil keduanya menyadarkan, dengan terpaksa kedua insan itu akhirnya melepaskan pelukan yang sebenarnya tidak ingin segera diakhiri oleh mereka.

Arhan pun membawa Manda kembali ke dalam rumah. Arhan menggeser pintu yang terbuat dari kaca itu. Bisa dilihatnya Mama Arum yang telah menunggu mereka disana. Mama Arum menatap Arhan, dalam pancaran mata itu seolah ada peringatan didalamnya.

"Kalau udah malam jangan bawa Manda ke belakang Mas." Ucap Mama Arum dengan nada yang biasa saja tapi ada pesan tersirat disana.

Arhan mengangguk paham maksud Mamanya itu. Arhan tidak boleh membawa Manda ke belakang karena setelah malam hari, taman belakang jarang di lalui oleh penghuni rumah. Apalagi pencahayaan disana sedang tidak bagus karena lampunya tengah rusak dan belum diperbaiki. Ya kalian tau lah maksudnya, Mama Arum ini takut hal yang tidak-tidak terjadi pada gadis yang sudah menjadi calon menantunya ini.

Manda yang sudah tidak polos polos amat ini masih belum mengerti arti dari perkataan Mama Arum. Manda hanya berasumsi bahwa Mama Arum melarang karena angin malam yang dingin tidak baik untuk kesehatan saja.

"Manda temenin Tante yuk, nonton diruang tengah." Manda mengangguk. Tangannya pun diraih oleh Mama Arum dan digandeng untuk menuju ruang tengah dimana televisi telah menyala disana.

Arhan berdecak pelan. Inginnya dia menghabiskan waktu dengan Manda sebanyak mungkin selama Manda menginap disini, tapi apa daya Manda saat ini malah dimonopoli oleh Mamanya sendiri. Sebuah ide cemerlang muncul di otak Arhan. Dia pun segera menuju kamarnya dan mengambil dompet serta kunci motor. Tidak lupa dia juga membawa jaket kulit miliknya ditangan.

"Ma." Panggilan Arhan menginterupsi kedua perempuan yang saat ini tengah asik menonton layar televisi.

"Kenapa?" Mamanya menjawab dengan malas-malasan, dia melirik ke arah anak sulungnya dan mengernyit heran saat melihat Arhan yang sudah memegang kunci motor di tangannya.

"Mau kemana itu?" Tanya Mama lagi sambil menunjuk jaket dan juga kunci motor ditangan Arhan.

"Aku mau ajak Manda keluar sebentar Ma."

"Ngapain, dirumah aja. Emangnya kamu gak capek apa?"

"Cuma sebentar kok Ma. Mau beli susu Manda."

"Hah? Apa?" Mama Arum yang konsentrasinya sedang buyar antara Arhan dan televisi di depannya malah menangkap beda arti perkataan dari Arhan. Arhan berdecak. Dia pun memutar bola mata malas.

"Manda kalau pagi punya kebiasaan minum susu Ma. Karena disini gak ada, jadi Arhan mau ajak Manda beli."

"Benar seperti itu Manda?" Mama Arum meminta kepastian Manda atas penjelasan dari Arhan.

Manda mengangguk pelan.

"Iya, tapi gak apa kok kalau emang gak ada aku bisa minum air putih aja."

Mama Arum menghela nafas pelan. Dia pun kembali menatap putranya itu dengan tajam.

"Ya udah, jangan lama-lama tapi." Ucapannya pasrah.

"Nah gitu dong Ma." Arhan meraih tangan Manda dan menyuruhnya untuk berdiri.

"Pakai ini biar gak kedinginan." Arhan menyerahkan jaket kulit yang dibawahnya dan membantu Manda untuk memakainya.

"Aku mau ke kamar mandi dulu ya Mas sebentar." Arhan mengangguk setuju, lalu setelahnya Manda pun berlalu menuju kamar mandi yang berada di dekat dapur.

"Awas ya kamu macam-macam." Sekali lagi Mama Arum memperingati Arhan.

"Mama kenapa sih? Orang aku cuma mau bawa Manda pergi sebentar kok." Arhan sensi karena Mamanya ini terus-terusan berpikiran negatif tentangnya.

"Jangan kira Mama gak tau ya apa yang terjadi di mobil. Meskipun cuma samar-samar, tapi Mama yakin sama apa yang Mama liat."

Arhan tertegun. Jadi ini toh alasan sebenarnya Mama Arum kenapa bisa se-protektif itu pada Manda. Ternyata meskipun sudah berumur, penglihatan Mama Arum ini lumayan tajam juga.

"Iya Ma maaf tadi itu diluar kendali. Aku janji gak bakal ulangi lagi."

To be continued

Wohoho gimana tuh Mas Arhan mainnya kurang hati-hati sih, sampai kepergok Mama sendiri.

Meet a MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang