"Halo bro, sibuk banget kayaknya sampe gak sempat nongkrong sama kita-kita." Arhan membalas sambutan tangan satu persatu dari temannya. Lalu dia mendudukkan dirinya di salah satu kursi yang masih kosong.
"Biasa, kerjaan." Jawab Arhan singkat. Terlihat teman-temannya itu menampilkan raut tidak percaya atas ucapan Arhan barusan.
"Urusan kerjaan, apa ada kerjaan lainnya nih?" Arhan menjawab dengan mengangkat satu alisnya. Tau kemana arah pembicaraan teman-temannya mengalir.
"Widih, kenalin lah bro sama kita-kita." Arhan menggeleng tidak setuju, dia tentu merasa keberatan. Mengingat kejahilan yang dimiliki temannya bukan tidak mungkin jika nanti Manda merasa tidak nyaman dengan mereka.
"Posesif amat Lo, gak mungkinlah kita-kita rebut." Arhan tau bahwa itu hanya bercandaan teman-temannya. Tidak mungkin juga mereka tega merusak hubungan yang sudah terjalin bertahun-tahun ini hanya karena seorang perempuan.
Mereka telah berteman sejak berada di masa kuliah. Merasakan susah senangnya menjadi mahasiswa secara bersama-sama. Meksipun sekarang ini mereka tidak bekerja ditempat yang sama, mereka masih selalu menyempatkan untuk sekedar berkumpul bersama setidaknya satu kali selama satu bulan ini.
"Kita kan juga pengen tau ya cewek yang udah berhasil buat lo gak homo lagi." Tawa teman-teman Arhan tidak bisa lagi ditahan. Puas mengejek Arhan yang sering kali disebut sebagai homo hanya karena tidak tertarik untuk menjalin hubungan dengan perempuan sebelumnya.
"Sialan Lo." Maki Arhan pada teman-teman, tidak ambil pusing karena dia sudah biasa di katakan seperti itu.
Tapi kalian jangan percaya ya, Arhan sama sekali tidak homo dan tidak akan pernah. Dia masih tertarik dan menyukai lawan jenis.
"Plis lah kenalin, gue penasaran banget nih. Selera Lo pasti gak main-main, sampe berani-beraninya nolak Salsa si model itu." Salah teman Arhan mengatakan sambil menggedikkan dagunya ke arah pintu cafe milik salah satu dari mereka.
Arhan menoleh ke arah mana temannya menunjuk, dan saat melihat sosok wanita glamor yang sedang berjalan kearahnya, membuat bulu kuduk Arhan merinding. Sudah kesekian kalinya wanita itu berusaha untuk menemui Arhan, tapi sudah berkali-kali pula Arhan selalu menghindarinya.
Entah dari mana wanita satu itu bisa tau bahwa Arhan sedang berada disini. Arhan menilik satu persatu temannya, berusaha mengulik siapa kira-kira diantara mereka yang mengundang wanita itu. Tapi gedikan bahu dari semuanya, membuat Arhan menghela nafas jengah.
"Mas Arhan." Panggilannya dengan suara manja dengan sedikit desahan yang dibuatnya. Gendang telinga Arhan sungguh merinding mendengarnya. Arhan mengabaikan wanita itu, dia mengambil kopi miliknya dan meneguknya.
Sebuah tangan yang langsung memeluk Arhan tidak lama setelah wanita itu mendudukkan dirinya di samping Arhan, segera Arhan tepis. Ini lah alasan dia menolak wanita yang digadang-gadang sebagai idaman para pria ini. Arhan tidak menyukai bagaimana cara perempuan itu bersikap, sangat agresif dan membuatnya tidak nyaman.
"Mas aku kangen banget." Wanita itu menatap Arhan seolah-olah sedang sedih setalah lama tidak bertemu dengan Arhan.
Arhan sama sekali tidak menghiraukannya. Dia terlalu muak dengan wanita disampingnya. Padahal sudah berkali-kali Arhan secara terang-terangan mengatakan agar wanita itu tidak mendekati Arhan lagi, tapi Salsa sepertinya tidak punya rasa ingin menyerahkan sama sekali. Terbukti dengan keberaniannya yang masih saja selalu ingin menempeli Arhan.
"Gue ke toilet dulu." Pamit Arhan lalu segera dia berlalu menuju toilet. Tujuannya tentu saja untuk menghindar dari Salsa. Melihat kepergian Arhan, bukannya prihatin teman-teman Arhan itu malah tertawa terbahak-bahak.
Sedangkan Salsa, si perempuan pantang menyerah sudah mengerucutkan bibirnya merajuk karena ditinggal pria pujaannya.
Arhan tau bahwa sifat pantang menyerah itu adalah sifat yang baik. Tapi harus diimbangi dengan tau diri. Bukannya malah seperti Salsa yang malah membuat Arhan menjadi risih sendiri karenanya.
Cukup lama Arhan menghabiskan waktu di kamar mandi tanpa melakukan apapun, dia berharap saat kembali ke tempat teman-temannya, Salsa sudah pergi dari sana dan tidak merecoki dirinya lagi.
Tapi harapannya tidak lah terwujud. Terlihat Salsa yang masih duduk ditempatnya sambil memainkan handphonenya. Arhan berdecak pelan melihatnya.
"Mas Arhan." Menyadari kehadiran Arhan kembali, Salsa pun mengabaikan handphonenya dan menepuk kursi disebelahnya. Menyuruh Arhan untuk duduk di sampingnya.
Jangan harap Arhan menurut, dia mencolek bahu temannya dan menyuruhnya agar berpindah duduk di tempat Arhan sebelumnya. Salsa berdecak melihat itu semua, dia pun memelototi teman Arhan yang telah duduk di sampingnya.
"Lo kemana aja beberapa Minggu terkahir diajak nongkrong malah sibuk terus. Disamperin ke rumah kata nyokap Lo lagi gak dirumah." Pembicara terlihat lebih serius saat ini. Salah satu teman Arhan bertanya penuh penasaran, kali ini serius tidak bercanda seperti awal tadi.
"Ke Bogor."
"Ngurusin usaha ayah Lo?" Arhan menggeleng.
"Seperti kata Lo tadi, gue ngapelin anak orang di sana." Arhan menjawab dengan santai. Sama sekali tidak mengharukan kehadiran Salsa yang sudah ternganga ditempatnya.
"Woah, kayaknya sebentar lagi kita bakal kondangan nih." Timpal yang lain menaik turunkan salah satu alisnya menggoda Arhan.
"Iya, siapin aja amplop kalian, gue gak bakal terima recehan."
"Siap bapak, nanti amplop dari kita deh yang paling tebel. Awas aja kalau sampai gagal." Ancam salah satu temannya yang sudah berkeluarga.
"Gak akan gagal, Gue yakin sama pilihan Gue." Mereka bertepuk tangan mengapresiasi kepercayaan diri Arhan.
"Gak bisa gitu dong Mas, terus aku gimana?" Salsa berseru tidak terima.
"Gimana apanya? Emang kamu siapa berani larang saya?" Arhan menentang. Berani-beraninya Salsa melarang dirinya sementara wanita itu sama sekali tidak ada hak atas diri Arhan.
Salsa sudah terlihat berkaca-kaca, karena diperlakukan seperti itu. Arhan sudah jengah sekali, akhirnya dia mengeluarkan suaranya lagi untuk memperingati Salsa.
"Dengar Salsa, sudah berulang kali saya katakan jangan ganggu saya lagi. Jadi jangan salahkan saya jika sikap saya menjadi seperti ini pada kamu. Saya sudah cukup risih dengan segala tingkah laku kamu itu." Arhan menatap tajam ke arah Salsa yang terlihat sedih dengan penuturan Arhan yang sudah dikatakannya berulang kali.
Salsa pun berdiri dan pergi dengan air mata yang berderai. Sungguh bukan kemauan Arhan untuk bersikap demikian, melainkan karena sifat Salsa lah yang mendorong Arhan berucap seperti itu. Coba saja jika dari awal Salsa tidak bersikap agresif dan kelewat batas mungkin Arhan tidak akan bersikap keterlaluan seperti ini.
Semua pasang mata hanya menatap iba ke arah perginya Salsa. Tapi tak urung mereka menyalahkan Arhan karena sudah tau bagaimana tabiat asli Salsa. Sangat berbeda dari pencitraan yang dilakukannya di dunia maya.
Salsa yang memiliki image anggun dan kalem nyatanya tidak demikian. Malah wanita itu mempunyai sifat bar-bar dan selalu memaksakan kehendak pada orang lain.
Suara dering handphone milik Arhan menyadarkan mereka semua. Arhan mengambil handphone di sakunya dan saat melihat nama sang penelepon Arhan tidak bisa untuk menahan senyumannya.
"Calon istri Gue." Arhan memberi tahu tanpa perlu ditanya. Dia sudah mengerti dengan tatapan penasaran yang dilayangkan teman-temannya.
Tanpa perlu menghindar, Arhan langsung saja menerima panggilan itu di depan teman-temannya.
To be continued
Yeyyy seneng banget karena rank ceritanya udah mulai membaik. Doain ya semoga bisa bertahan dan selalu vote jangan lupa. Komen juga kalau bisa.
Terimakasih kalian❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet a Mate
RomanceMenjadi anak mandiri diusia yang bisa dibilang cukup muda, rupanya belum cukup membuat Mamanya puas. Diusianya yang masih menginjak 21 tahun ini, Mama Manda malah ngebet menyuruh anaknya untuk segera mencari calon suami dari pada menyelesaikan kulia...